Meningkatkan Wawasan Dengan Berbagi Pengetahuan

Senin, 23 Desember 2013

Kasih Tak Sampai di Ranah Minang



Begitu piawainya Marah Rusli merangkai kisah kasih yang tidak kalah menariknya dari kisah kasih Romeo and Juliet, lama kelamaan novel ini, seakan berubah wujud menjadi semacam legenda. Tidak sedikit anak-anak muda bertanya-tanya, dimanakah letaknya kuburan Siti Nurbaya? Mereka mengira di sana benar-benar ada kuburan Siti Nurbaya. Novel ini tidak hanya memaparkan latar sosial yang lebih transparan,  tetapi juga mengandung kritik yang tajam terhadap adat-istiadat dan tradisi kolot yang pada jaman itu berlangsung di daerah Sumatera Barat. Adat yang tak lapuak dek hujan, dan tak lekang oleh panas.
Sitti Nurbaya - Kasih Tak Sampai, Mahakarya: Marah Rusli.

Bandar Udara Internasional Minangkabau adalah bandar udara bertaraf internasional utama di Provinsi Sumatera Barat, yang melayani penerbangan-penerbangan dari dan ke Kota Padang. Bandara ini berjarak sekitar 23 km dari pusat Kota Padang dan terletak di wilayah Ketaping, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman. Bandar Udara Internasional Minangkabau mulai dibangun pada tahun 2001, dan dioperasikan secara penuh pada 22 Juli 2005 menggantikan Bandar Udara Tabing. Bandara Internasional Minangkabau ini merupakan bandara satu-satunya di dunia yang memakai nama etnis.
Tiba di Kota Padang, Sumatera Barat.

Pantai Air Manis
Pantai Air Manis aie manih terletak di Kecamatan Padang Selatan –kurang lebih, 15 kilometer dari pusat Kota Padang. Dari Bandara Internasional Minangkabau menuju pantai dengan melalui Kota Padang. Jika menggunakan transportasi umum, pertama kita harus pergi ke Plaza Sentral Pasar Raya dari pintu keluar bandara di Simpang Ketaping –Bandara Ketaping. Dari pusat kota, kita dapat naik angkutan umum dengan trayek Padang-Bungus. Dengan waktu tempuh sekitar 30 menit, kita akan sampai di Pantai Air Manis. Cara lainnya, melalui Jembatan Siti Nurbaya yang membentang di atas Sungai Batang Arau menuju Bukit Gado-Gado. Dari Bukit Gado-Gado hanya bisa ditempuh dengan sepeda motor atau jalan kaki –dari bukit menuju Pantai Air Manis, belum bisa dilalui mobil. Cara berikutnya adalah dari Jalan Raya Teluk Bayur, sudah ada jalur buat kendaraan roda empat menuju Pantai Air Manis. Kita akan melewati jalan yang berkelok-kelok mendaki bukit, kemudian menurun lagi sebelum akhirnya sampai di Pantai Air Manis yang landai.
Bekas Kapalnya Si Malin Kundang, Pantai Air Manis - Padang.
Pantai Air Manis adalah tempat wisata favorit bagi wisatawan lokal dan mancanegara, karena memiliki gelombang yang rendah dan pemandangan indah Gunung Padang. Tidak jauh dari bibir pantai, nampak sebuah pulau yang berdiri dengan anggunnya sehingga menarik untuk dikunjungi. Pulau ini dikenal dengan nama Pulau Pisang Kecil. Pulau ini terlihat seperti dua buah pulau yang terpisah –walaupun sebenarnya tergabung menjadi satu. Dari pagi hingga sore hari, kita bisa berjalan kaki ke pulau Pisang Kecil yang memiliki luas satu hektar melalui air dangkal. Di sore hari, biasanya air pasang mulai naik dan kita harus menggunakan perahu untuk kembali. Di sebelah kanannya, ada pulau lain yang disebut Pisang Besar. Kedua pulau tersebut terletak sekitar 500 meter dari Pantai Air Manis. Selain kedua pulau tersebut, masih ada pulau lainnya, yaitu: Pulau Sikuai. Kita dapat mencoba olahraga air, seperti: berselancar dan menyelam di pulau yang terkenal dengan pasir putihnya nan menawan ini.
Pantai Air Manis memiliki pasir yang berwarna coklat keputih-putihan yang terhampar luas dan landai di sepanjang bibir pantai. Oleh  karenanya, pantai ini sangat cocok untuk tempat piknik, bermain ombak, surfing, dan camping. Pantai ini berkaitan erat dengan legenda Malin Kundang di Sumatera Barat. Di tepi pantai terdapat batu Malin Kundang –batu mirip lelaki sedang bersujud, dan beberapa perlengkapan kapalnya –yang juga berubah menjadi batu. Ketika ombak menghempas batu tersebut, terdengar suara gemercik air yang membahana seperti suara ratapan dan tangisan –oleh masyarakat setempat, batu Malin Kundang ini juga disebut Batu Menangis lantaran sering mengeluarkan air mata
Sekedar catatan: Perekayasaaan batu Malin Kundang sehingga mirip kapal betulan itu pernah diprotes oleh para budayawan di Padang karena merusak keaslian legenda. Namun Pemda tidak mengubrisnya, bahkan di dekat batu itu dibuat diorama dari lempeng tembaga yang menceritakan kisah Malin Kundang. Singkat cerita, batu Malin Kundang dan lingkungan di sekitarnya sudah tidak asli lagi. Kepentingan pariwisata dan ekonomi, mengalahkan orisinilitas. 
Bila merasa lapar usai bermain di pantai, kita tidak usah kuatir. Banyak kedai di pinggir pantai yang menyajikan ikan bakar, nasi kapau, dan makanan ringan lainnya. Kita juga bisa belanja di kios-kios pinggir pantai, persis di sebelah batu Malin Kundang.
Pantai Padang 'Pantai Taplau'.
Selain Pantai Air Manis, ada juga tempat wisata di Padang yang berupa pantai yaitu Pantai Padang. Pantai Padang, oleh masyarakat setempat sering disebut Pantai Taplau –tapi lauik. Pantai Padang berada di pusat Kota Padang, menjadi tempat terbaik untuk menghilangkan penat. Beberapa warung tenda berdiri berjejer di tepi pantai, terutama pantai di depan Taman Budaya. Kita bisa menikmati minuman dingin bersoda dan kelapa muda. Sebagai teman minum, bisa beli kacang rebus ataupun telur rebus. Makan rujak khas Padang, cukup seru juga dinikmati di sore hari. Selain itu, kita dapat mencoba juga pisang bakar yang biasa dijual di pantai ini. Sayangnya, Pantai Padang –Taplau tak berpasir. Kalaupun ada, hanya tersisa sedikit di beberapa bagian. Pantai ini telah mengalami abrasi menahun. Tembok batu menjadi pemisah antara laut dengan tepi jalan, sekaligus berfungsi sebagai pemecah ombak. Batu-batu karang dengan ukuran besar terdapat di sekitar bibir Pantai Padang, debur ombak Puruih yang kadang menghantam kuat dan kadang bergelombang gemulai. Bagi para surfer pemula, ada beberapa spot yang cukup menantang di pantai ini terutama di bagian Pantai Purus dan Pantai Air Tawar.
Tapi Lauik, Pantai Padang.
Pantai Taplau, Pantai Padang.
Pantai Padang
 
Pantai Taplau
Legenda Si Malin Kundang
Dikisahkan, Malin Kundang dan ibunya tinggal di desa Air Manis. Mungkin dahulu ada pelabuhan kapal di sana, atau mungkin juga yang dimaksudkan adalah: Pelabuhan Teluk Bayur –yang terletak tidak jauh dari Pantai Air Manis. Malin Kundang kemudian merantau menjadi anak buah kapal. Karena rajin dan jujur bekerja, maka pangkatnya dinaikkan dari semula anak buah kapal menjadi kelasi. Nakhoda kapal mulai tertarik dengan Malin Kundang. Dia menjodohkan puterinya dengan Malin Kundang, kemudian dia menyerahkan kapal kepada Malin Kundang dan mengangkat Malin Kundang sebagai nakhoda menggantikan dirinya yang ingin pensiun. Kehidupun Malin Kundang semakin makmur, tetapi dia tetap merindukan ibunya yang dulu dia tinggal sendirian. Malin Kundang pun mengarahkan kapalnya menuju pelabuhan Padang. Melihat kapal besar memasuki pelabuhan, orang-orang di desa Air Manis berlarian melihat kapal besar yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Ibu Malin Kundang yang sudah semakin tua pun ikut melihat, sambil berharap ada anaknya di kapal itu. Dia sudah sangat rindu melihat Malin Kundang. Sambil berjalan tertatih-tatih dengan tongkatnya, dia menuju pelabuhan. Setelah kapal bersandar, turunlah nakhoda kapal dengan istrinya yang cantik. Tidak salah lagi, itu adalah Malin Kundang. Sang Ibu pun berteriak sambil berlari menghampiri Malin Kundang. “Malin anakku, ini ibumu, Nak”, katanya. Melihat ibunya yang sudah tua dan buruk, Malin Kundang merasa malu kepada istrinya. Malin Kundang membantah bahwa itu bukan ibunya dan cepat-cepat kembali lagi ke kapal lalu memerintahkan anak buah kapal untuk mengangkat sauh. Hancur hati sang ibu, sambil berlinang air mata ibu Malin Kundang berdoa kepada Tuhan agar Malin Kundang diberi hukuman karena telah mendurhakai ibunya. Tuhan mendengar doa sang ibu, langit berubah menjadi hitam dan awan hitam bergulung-gulung disertai petir menggelegar-gelegar. Hujan badai pun datang, kapal si Malin Kundang terombang-ambing dihempas gelombang laut yang menggila. Malin Kundang yang merasa berdosa memanggil-manggil ibunya seraya minta ampun, tetapi sayang sudah terlambat. Kapal dihempas gelombang hingga terdampar di tepi pantai, lalu seketika berubah menjadi batu. Malin Kundang dan seluruh isi kapal berubah menjadi batu. Itulah dia batu si Malin Kundang yang dapat dilihat di Pantai Air Manis. Dikisahkan bahwa setelah berubah menjadi batu, ibu si Malin Kundang menyesal telah mengutuk anaknya. Namun sayang, nasi sudah menjadi bubur. Si Malin Kundang, tidak bisa menjadi manusia lagi.
Si Malin Kundang, Pantai Air Manis - Padang.

Museum Adityawarman
Museum ini dibangun pada tahun 1974 dan di resmikan pada tanggal 16 Maret 1977 oleh Mendikbud Prof.Dr. Syarif Thayeb. Berada di areal lebih-kurang 2,6 hektar dengan luas bangunannya 2.854,8 m2. Pada tanggal 28 Mei 1979, berdasarkan Surat Keputusan Menteri P dan K No.093/0/1979 tanggal 28 Mei 1979, diberi nama: Museum Adityawarman –berfungsi untuk tempat penyimpanan atau tempat melestarikan benda-benda yang dianggap bersejarah oleh warga Minangkabau. Tidak hanya melestarikan benda-benda bersejarah Minangkabau saja, di museum ini juga terdapat koleksi benda bersejarah Mentawai dan cagar budaya Nusantara, seluruhnya mencapai kurang-lebih 6.192 jenis koleksi. Museum ini adalah salah satu museum yang dijadikan sebagai tempat wisata di Padang. Lokasinya berada di Jalan Diponegoro no. 10, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang. Nama Adityawarman pada museum ini, untuk mengenang jasa Adityawarman sebagai Raja Pagaruyung yang pernah memerintah sekitar abad ke-14.
Arsitektur Rumah Gadang di Museum Adityawarman, Padang.

Jembatan Siti Nurbaya
Makam Siti Nurbaya di Bukit Gado-Gado, Padang.
Novel Sitti Nurbaya - Kasih Tak Sampai ini agaknya merupakan karya  perdana yang  menampilkan masalah perkawinan dalam hubungannya dengan adat. Pada tahun 1969, novel ini memperoleh hadiah penghargaan dari pemerintah Indonesia. Mahakarya Marah Rusli  ini bahkan pernah di terbitkan  dalam edisi bahasa Melayu –pada era tahun 60-an, di Malaysia. Pemerintah Kota Padang, telah mengabadikan judul novel ini dengan membangun sebuah jembatan: Jembatan Siti Nurbaya –memiliki panjang sekitar 60 meter, yang menjadi satu-satunya penghubung antara Kota Tua Padang dengan Taman Siti Nurbaya –tempat Siti Nurbaya dimakamkan atau Bukit Gado Gado –dikenal juga dengan nama: Bukit Sentiong/Bukit Padang/Gunung Padang, yang terbelah oleh Sungai Batang Arau yang bermuara di Samudera Indonesia.
Eksotiknya malam di Jembatan Siti Nurbaya, Padang.
Di kiri-kanan jembatan, disediakan akses untuk pejalan kaki. Dan lampunya –jika diperhatikan membentuk kombinasi Rumah Bagonjong –Rumah Gadang. Selain itu, banyak penjual makanan, maka tak heran di jembatan ini banyak anak muda yang hanya sekedar nongkrong dan menikmati berbagai jajanan yang dijual di sekitar jembatan tersebut. Dari jembatan ini kita bisa melihat pemandangan ke laut sambil menikmati jagung bakar. Kita juga dapat membeli oleh-oleh khas Minangkabau, seperti: keripik balado/sanjai, dakak-dakak, atau rendang. Saat malam tiba, pemandangan akan semakin cantik karena lampu kapal mulai dinyalakan sehingga memantulkan kombinasi berbagai warna, maka air sungai Batang Arau seketika berubah menjadi sebuah cermin raksasa, yang membiaskan pesona yang amat indah. Tidak kalah dari keindahan pantai-pantai di Bangkok ataupun di Malaysia. Yang menarik tidak hanya jembatan ini ada satu pantai lagi yang merupakan tempat wisata di Padang yang populer juga, yaitu: Pantai Jambak. Pantai Jambak ini biasa disebut Pantai Pasir Jambak, lokasi pantai ini terletak 20 km dari pusat kota. Pantai ini juga mempunyai pemandangan yang indah, tak kalah indah dengan pantai-pantai yang lain.
Nongkrong sambil mencicipi kuliner khas Padang di Jembatan Siti Nurbaya.
Dulu sebelum jembatan ini dibangun, transportasi dari seberang ke seberang sungai –daerah Muaro dengan kampung seberang Padang dilakukan dengan perahu kecil –sampan.  Dengan hadirnya jembatan Siti Nurbaya ini, merangsang warga untuk membangun rumah-rumah di perbukitan. Bila malam tiba, perbukitan ini menjadi terang benderang dengan lampu warna-warni –yang tidak kalah pesonanya dari Hong Kong Noyoru atau Hong Kong di waktu malam. Lokasi yang dikisahkan sebagai kuburan Siti Nurbaya ini, terletak di Gunung Padang, yang sekaligus merupakan pintu gerbang masuknya aliran Sungai Batang Arau ke Samudera Indonesia.
Teluk Bayur, Padang.

Teluk Bayur
Pelabuhan Teluk Bayuryang sebelumnya bernama: Emmahaven/Ratu Emma dibangun pada zaman kolonial Belanda antara tahun 1888 sampai 1893, bertujuan untuk menyalurkan produksi batubara yang ditambang di Sawahlunto. Di Eropa, kekayaan alam Minangkabau itu berubah jadi uang yang memberi kemakmuran kepada bangsa Belanda. Fungsi itu tetap dimainkan oleh pelabuhan ini sampai sekarang, walaupun produksi batubara dari Sawahlunto kini cenderung menurun. Kini, pelabuhan ini berfungsi sebagai pintu gerbang antar pulau serta pintu gerbang arus keluar masuk barang ekspor-impor dari dan ke Sumatera Barat.
Pantai Pelabuhan Teluk Bayur, Padang - Sumatera Barat.
Pelabuhan ini merupakan salah satu cabang dari PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero), sebuah BUMN yang mengelola beberapa pelabuhan di Indonesia. Berdiri di areal seluas 46.886 meter persegi, yang mampu menampung lebih empat ribu boks peti kemas. Sebagai pelabuhan laut yang terletak di pantai Barat Pulau Sumatera, Teluk Bayur memegang peranan sangat penting dalam menunjang perekonomian –khususnya di kawasan Indonesia bagian Barat. Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda, tepatnya sekitar tahun 1850, di kawasan Teluk Bayur sudah dirintis pelayaran langsung Batavia-Padang dengan menggunakan kapal uap. Kota Padang terbukti memiliki cukup potensi untuk berkembang dan menguntungkan pemerintahan kolonial Belanda, terutama untuk perkebunan dan perdagangan sektor kopi. Pada tahun 1890, Pelabuhan Ratu Emma –berasal dari nama Ratu Belanda, Emma van Waldeck-Pyrmont, 1858-1934 direnovasi dan baru selesai dikerjakan pada tahun 1895. Pengerjaannya sendiri memakan waktu 5 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa Belanda dalam mengerjakan proyek-proyek infrastruktur sangat ketat. Hasilnya, peninggalan-peninggalan infrastruktur dan bangunan Belanda masih kuat hingga saat ini. Renovasi dan pelebaran pelabuhan ini diharapkan dapat meningkatkan perdagangan. Sebelumnya dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk meyakinkan pemerintah pusat Belanda mengenai pentingnya renovasi dan pelebaran Pelabuhan Ratu Emma. Den Haag saat itu menganggap letak pelabuhan tersebut tidak terlalu istimewa dibandingkan dengan Pelabuhan Batavia –Tanjung Priok.
Pelabuhan Teluk Bayur, Padang.
Teluk Bayur adalah Pelabuhan Samudera yang dikelilingi oleh Bukit Air Manis dan Bukit Putus serta dilindungi oleh gugusan Pulau Karsik dan Pulau Kecil lainnya, sehingga menciptakan suasana perairan yang aman dan nyaman bagi kapal-kapal yang bersandar di dermaga maupun yang berlabuh. Di sebelah pelabuhan, terdapat pulau kecil tak jauh dari pantai. Orang Belanda menyebutnya: Apenberg –Gunung Monyet, karena terdapat banyak monyet di sana. Nama Gunung Monyet ini masih dikenal hingga saat ini, meskipun saat ini sudah tidak ada lagi keberadaan monyet-monyet di pulau tersebut. Gunung Monyet tersebut dulunya kerap ditempati untuk pemakaman Tionghoa.
Teluk Bayur, Padang.
Emmahaven, Teluk Bayur - 'Tempo Doeloe'.

 
Teluk Bayur, Padang.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar