Meningkatkan Wawasan Dengan Berbagi Pengetahuan

Senin, 24 Desember 2012

Profil Anak Penerima PKSA


Anak Penerima Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)

Pengumpul Kotak Sumbangan
Profil S (13 tahun)
Wajahnya bersih dan penampilannya rapi, hal demikianlah yang membuat S (13 tahun), dijadikan pengumpul sumbangan (ngamal) untuk masjid/mushola melalui kotak amal di jalanan atau kendaraan umum sekitar Jatinegara, Jakarta Timur. Hasil yang didapatnya –setelah dibagi dua dengan koordinator, disimpannya untuk membeli barang yang diinginkannya atau diberikan kepada dua adiknya yang masih sekolah kelas 1 dan 2 Sekolah Dasar. Sesungguhnya, kedua orangtua S,  ayahnya pelayan toko dan ibunya berjualan nasi uduk tidak mengijinkan anaknya untuk “ngamal”. Tapi karena godaan mendapat uang dengan cepat dan mudah, teman sebaya yang mengajaknya serta kurangnya asuhan orangtua/keluarga, membuat S sering bolos dan akhirnya berhenti sekolah saat kelas 4 Sekolah Dasar.
Setelah menjadi anak binaan Yayasan Nur Sahabat –dua tahun terakhir dan mendapat bantuan tabungan pendidikan dari PKSA, S mulai meninggalkan aktivitas “ngamal”nya. Hal ini memerlukan kerja keras pihak Yayasan dan Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos) Pendamping untuk mendekati koordinator pengumpul sumbangan yang tidak mau begitu saja melepas salah satu anak buahnya. Kini S rajin mengikuti bimbingan belajar melalui PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Mayarakat) di Yayasan untuk meneruskan sekolahnya dan berharap bisa mengikuti ujian Kejar Paket A.
Sebagai catatan:
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat untuk masyarakat yang bergerak dalam bidang pendidikan. PKBM ini masih berada di bawah pengawasan dan bimbingan dari Dinas Pendidikan Nasional. PKBM ini bisa berupa tingkat desa ataupun kecamatan. Untuk mendirikan PKBM bisa dari unsur apapun oleh siapapun yang tentunya telah memenuhi syarat-syarat kelembagaan antara lain: 1. Akta Notaris 2. NPWP 3. Susunan Badan pengurus 4. Sekretariat 5. Ijin Operasional dari Dinas Pendidikan Kab/kota.
Kejar Paket A merupakan bagian dari Program Pendidikan Kesetaraan. Pendidikan Kesetaraan adalah salah satu satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal yang meliputi Kelompok Belajar (Kejar) Program Paket A setara SD/MI, Program Paket B setara SMP/MTs, dan Program Paket C setara SMA/MA yang dapat diselenggarakan melalui Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), atau satuan sejenis lainnya.

Trauma Masa Kecil
Profil R (7 tahun)
Disaat anak-anak sebayanya bermain dengan riang gembira, R (7 tahun) hanya berdiri melihatnya. Dari tatapan matanya, tampak ada keinginan untuk ikut bermain, tapi hal itu tidak dilakukannya. Sifat menyendirinya, menurut Melda –Sakti Peksos Pendampingnya, disebabkan trauma saat kecil. R pernah jatuh dan masuk ke ember penuh air panas, beruntung tidak ada luka serius, tapi kejadian itu membuat R jadi shock dan pendiam. Dibanding anak-anak yang lainnya, daya tangkap R sedikit agak lambat. Hal ini mungkin disebabkan pemenuhan gizi saat ibunya hamil, sangat kurang. Pekerjaan orangtuanya, D dan N sebagai pemulung, tidak bisa memenuhinya. Perhatian dan kasih sayang dari orangtuanya yang sibuk bekerja tidak didapatkannya, R dan kakaknya, Y (9 tahun), menghabiskan waktu dengan bermain bersama anak-anak kolong jembatan lainnya, mengemis dan mengamen di jalanan.
Sebagai anak penerima PKSA –R yang masih kelas 1 SD dan kakaknya  kelas 3 SD dibawah binaan Yayasan Nanda Dian Nusantara, R dan anak-anak kolong jembatan itu mulai meninggalkan jalanan dan kembali bersekolah.  Mereka menerima bantuan: makanan bergizi, alat-alat sekolah, belajar mengaji dan bimbingan belajar khusus, untuk membantu R di sekolah tiap hari Senin dan Kamis bersama dengan anak-anak lainnya penerima PKSA di sekitar kolong jembatan Jelambar, Jakarta Barat.



Sakti Peksos.

Minggu, 23 Desember 2012

Monkey Forest


Pulau Kembang
Wisata Alam Pulau Kembang Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Dokumen Pribadi.
Jika di Ubud Bali ada Monkey Forest sebagai tempat tinggal monyet, maka di Banjarmasin, Kalimantan Selatan terdapat Pulau Kembang. Pulau kecil yang terletak di tengah Sungai Barito ini menjadi tempat tinggal untuk para monyet.
Pulau Kembang adalah sebuah delta yang terletak di tengah sungai Barito yang termasuk di dalam wilayah administratif kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala, provinsi Kalimantan Selatan. Pulau Kembang terletak di sebelah Barat Kota Banjarmasin, ditetapkan sebagai hutan wisata berdasarkan SK. Menteri Pertanian No. 788/Kptsum12/1976 dengan luas 60 Ha.
Pulau Kembang merupakan habitat bagi kera ekor panjang (monyet) dan beberapa jenis burung. Kawasan pulau Kembang juga merupakan salah satu obyek wisata yang berada di dalam kawasan hutan di Kabupaten Barito Kuala.
Di dalam kawasan hutan wisata ini terdapat bangunan Klenteng dan Altar yang diperuntukkan sebagai tempat meletakkan sesaji bagi "penjaga" pulau Kembang yang dilambangkan dengan dua buah arca berwujud kera berwarna putih (Hanoman), oleh masyarakat dari etnis Tionghoa-Indonesia yang mempunyai kaul atau nazar tertentu. Sesajen seperti: pisang; telur; nasi ketan; mayang-pinang; dan beberapa jenis kembang. Seekor kambing jantan yang tanduknya dilapisi emas biasanya dilepaskan ke dalam hutan pulau Kembang apabila sebuah permohonan berhasil atau terkabul. Oleh karena sering digunakan untuk tempat berhajat dan menabur kembang, maka pulau tersebut lebih terkenal dengan nama Pulau Kembang.

Asal Muasal
Menurut cerita penduduk setempat, pulau Kembang ini dulunya merupakan sebuah kapal Cina yang bernama "Law Kem Bang" yang tersesat dan kemudian dihancurkan oleh orang-orang Biaju pada tahun 1750-an atas perintah Sultan Banjar. Lambat laun kapal tersebut ditumbuhi pepohonan dan berubahlah menjadi sebuah pulau serta dihuni oleh sekelompok kera. Orang-orang desa yang berada di sekitar pulau Kembang ini menganggap bahwa kera-kera tersebut merupakan penjelmaan makhluk halus yang memakai sarungan kera. Kelompok kera tersebut dipimpin oleh seekor kera yang sangat besar berwarna putih bernama si Anggur. Dari Law Kem Bang inilah kemudian menjadi Pulau Kembang.
Versi lainnya, pulau Kembang berasal dari kapal Inggris yang dihancurkan oleh orang Biaju pada tahun 1750-an atas perintah Sultan Banjar. Puing-puing bekas kapal tersebut lambat laun ditumbuhi pepohonan dan berubah menjadi sebuah pulau yang kemudian didiami sekelompok kera.
Kera-kera di kawasan  ini yang berjumlah ribuan, sangat akrab dengan para pengunjung. Biasanya ketika para wisatawan datang berkunjung, kera-kera tersebut banyak yang menunggu di dermaga, menunggu para wisatawan memberi mereka makanan seperti pisang, kacang, dan sebagainya.
Tidak sulit untuk berkunjung ke pulau ini, kawasan ini berjarak sekitar 1,5 km dari Kota Banjarmasin. Dari Pasar Terapung di Sungai Barito, tinggal menyewa perahu (perahu klotok sewaan) dari Sungai Kuin Utara. Anda bisa mendapatkan paket perjalanan mengelilingi Pasar Terapung dan berkunjung ke Pulau Kembang, waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke lokasi sekitar 15 menit.

Sarapan di Warung Perahu di Sungai Kuin Barito. Dokumen Pribadi.
Bekantan
Pulau Kembang ini ditempati oleh ratusan –bahkan ribuan monyet dan beberapa jenis unggas (burung). Bila beruntung, pengunjung dapat bertemu dengan salah satu spesies monyet yang menjadi maskot fauna Kalimantan Selatan; yakni: Bekantan (Nasalis Larvatus). Monyet ini berhidung panjang; berambut cokelat kemerah-merahan; dan memiliki sifat pemalu.
Satu hal yang harus Anda ingat, jangan lupa membeli makanan (pisang atau kacang-kacangan) di Pasar Terapung untuk dibagikan kepada monyet-monyet di Pulau Kembang ini.

Menyusuri Sungai Kuin Barito dengan perahu klotok. Dokumen Pribadi.
Masjid Agung Al Karomah Martapura
Masjid Agung Al Karomah adalah masjid besar yang terletak di Kota Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan dan merupakan masjid terbesar di Kalimantan Selatan. Masjid ini juga merupakan markah tanah dari Kota Martapura dan mudah diakses dari seluruh kota di Kalimantan Selatan karena terletak di Jalan Ahmad Yani yang merupakan jalan utama –jalan nasional antar kota, terutama dari Kalimantan Timur –arah Utara hingga Kota Banjarmasin.
Sebagai pusat Kerajaan Banjar, Martapura tercatat menjadi saksi 12 sultan yang memerintah. Pada waktu itu masjid berfungsi sebagai: tempat peribadatan, dakwah Islamiyah, integrasi umat Islam dan markas atau benteng pertahanan para pejuang dalam menentang Belanda. Akibat pembakaran Kampung Pasayangan dan Masjid Martapura, muncul keinginan membangun Masjid yang lebih besar. Tahun 1280 Hijriyah (1863 M), pembangunan masjid pun dimulai.
Masjid Agung Al Karomah Martapura, Banjar - Kalimantan Selatan. Dokumen Pribadi.
Masjid Agung Al Karomah, dulunya bernama adalah Masjid Jami’ Martapura, yang didirikan oleh panitia pembangunan masjid yaitu HM. Nasir, HM. Taher (Datu Kaya), HM. Apip (Datu Landak). Kepanitiaan ini didukung oleh Raden Tumenggung Kesuma Yuda dan Mufti HM Noor.
Menurut riwayatnya, Datuk Landak dipercaya untuk mencari kayu Ulin sebagai sokoguru masjid, ke daerah Barito, Kalimantan Tengah. Setelah tiang ulin berada di lokasi bangunan masjid, lalu disepakati tepat 10 Rajab 1315 H (5 Desember 1897 M) dimulailah pembangunan Masjid Jami’ tersebut. Secara teknis bangunan masjid tersebut adalah bangunan dengan struktur utama dari kayu ulin dengan atap sirap, dinding dan lantai papan kayu ulin. Seiring dengan perubahan masa dari waktu ke waktu, masjid tersebut selalu di renovasi –tapi struktur utamanya tidak berubah.
Malam Senin 12 Rabiul Awal 1415 H dalam perayaan hari kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW, Masjid Jami’ Martapura diresmikan menjadi Masjid Agung Al Karomah. Saat ini Masjid Agung Al Karomah berdiri megah dengan konstruksi beton dan rangka atapnya terbuat dari baja stainless, yang terangkai dalam struktur space frame. Untuk kubahnya dilapisi dengan bahan enamel.
Alun-alun Martapura. Dokumen Pribadi.
Di dalam masjid –sampai saat ini masih dapat ditemukan dan dilihat struktur utama Masjid Jami Martapura yang tidak dibongkar, sehingga dapat dilihat sebagai bukti sejarah mulai berdirinya masjid tersebut.
Dilihat dari segi arsitekturnya, bentuk Masjid Agung Al Karomah Martapura mengikuti Masjid Demak buatan Sunan Kalijaga. Miniaturnya dibawa Utusan Desa Dalam Pagar dan ukurannya sangat rapi serta mudah disesuaikan dengan bangunan sebenarnya –telah menggunakan skala.
Sampai saat ini bentuk bangunan masjid –menurut K.H. Halilul Rahman, Sekretaris Umum di kepengurusan masjid, sudah mengalami tiga kali rehab. Dengan mengikuti bentuk bangunan modern dan Eropa, sekarang Masjid Agung Al Karomah Martapura terlihat lebih megah. Meski bergaya modern, empat tiang Ulin yang menjadi Saka Guru –peninggalan bangunan pertama masjid, masih tegak di tengah. Tiang ini dikelilingi puluhan tiang beton yang menyebar di dalam masjid.
Arsitektur Masjid Agung Al Karomah Martapura yang menelan biaya Rp. 27 miliar –pada rehab terakhir sekitar tahun 2004, banyak mengadopsi bentuk Timur Tengah. Seperti: atap Kubah Bawang dan ornamen gaya Belanda. Semula, atap masjid berbentuk Kerucut dengan konstruksi beratap Tumpangbergaya masjid tradisional Banjar, setelah beberapa kali rehab akhirnya berubah menjadi bentuk Kubah.
Bila arsitektur bangunan banyak berubah, namun mimbar tempat khatib berkhutbah yang berumur lebih satu abad sampai sekarang berfungsi. Mimbar berukiran untaian kembang dan berbentuk panggung dilengkapi tangga yang sampai sekarang masih berfungsi dan diarsiteki H.M Musyafa.
Pola ruang pada Masjid Agung Al Karomah juga mengadopsi pola ruang dari arsitektur Masjid Agung Demak yang dibawa bersamaan dengan masuknya agama Islam ke daerah ini oleh Khatib Dayan. Karena mengalami perluasan, arsitektur Masjid Agung Demak hanya tersisa dari empat tiang ulin atau disebut juga tiang guru empat dari bangunan lama.
Bangunan asli Masjid Jami Martapura (Al Karomah) pada jaman pendudukan Belanda, sekitar tahun 1910-1940.
Tiang guru adalah tiang-tiang yang melingkupi ruang Cella atau ruang Keramat. Ruang Cella yang dilingkupi tiang-tiang guru terdapat di depan ruang mihrab yang berarti secara kosmologi: Cella lebih penting dari Mihrab. Menurut sejarahnya, tiang guru empat menggunakan tali alias Seradang yang ditarik beramai-ramai oleh Datuk Landak bersama masyarakat. Atas kodrat dan iradat Tuhan YME, tiang Guru Empat didirikan. Masjid pertama kali dibangun berukuran 37,5 meter x 37,5 meter.



Sakti Peksos.

Jumat, 21 Desember 2012

One Day For Children

Program Kesejahteraan Sosial Anak: Menuju Bandung Bebas Anak Jalanan 2014

Menghadapi gelombang anak jalanan yang begitu besar, Kementerian Sosial Republik Indonesia melalui Pemerintah Provinsi Jawa Barat menjalin sinergi dengan 27 LSM, Rumah Perlindungan Anak dan Rumah Zakat dalam Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA). Dalam kegiatan Launching PKSA dengan tagline Menuju Bandung Bebas Anak Jalanan, yang diselenggarakan pada hari Minggu, 14 Oktober 2012, di halaman Gedung Sate Kantor Gubernur Provinsi Jawa Barat. Turut hadir dalam acara ini: Menteri Sosial RI –Salim Segaf Al Jufri dan Gubernur Jawa Barat –Ahmad Heryawan.
Mensos RI dan Gubernur Jabar meresmikan peluncuran Program Kesejahteraan Sosial Anak.
Dalam sambutannya, Menteri Sosial RI berpesan: bahwa Provinsi Jabar harus menjadi contoh bagi provinsi lainnya dalam hal penanganan anak jalanan. Pihaknya berharap dengan adanya program tersebut, anak-anak tidak ke jalan lagi dan semoga pada akhir Desember ini 85 persen anak jalanan tidak kembali ke jalan.
Di tahap pertama ini, Kemensos telah berusaha membantu anak yang terpaksa bekerja di jalanan melalui PKSA ini dengan didampingi oleh pembina,” kata Mensos.
Pemerhati anak dan mantan Ketua Komnas Perlindungan Anak –Seto Mulyadi serta Ketua  Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat –Netty Prasetyani, juga tampak hadir pada peluncuran Program Kesejahteraan Sosial Anak tersebut. Pada program ini, Rumah Zakat dan Rumah Perlindungan Anak (RPA) akan membina tidak kurang dari 4.500 anak jalanan di seluruh wilayah Kota Bandung. Jalanan, menurut bapak menteri, bagi anak-anak sangat membahayakan. Selain menganggu kesehatan, juga: menjadi mudah sakit; menjadi korban kecelakan lalu lintas hingga menjadi cacat bahkan meninggal dunia. 

Bersama anak-anak jalanan.



Anak-anak jalanan yang dibina akan mendapatkan bantuan berupa tabungan sejumlah Rp 1,5 juta. Tabungan tersebut bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar anak, seperti: akses pendidikan, akses kesehatan, makanan bergizi, akte kelahiran dan sejenisnya.
Pada kesempatan tersebut, Mensos Salim Segaf Al Jufri sempat mengajak beberapa mantan anak jalanan melakukan dialog ringan seperti bertanya tentang cita-cita kepada para mantan anak jalanan tersebut.
Selain itu, seorang mantan anak jalanan bernama Bayu dan Beeng menceritakan pengalaman sukses sebagai seorang wiraswasta usai meninggalkan dunia jalanan
Acara semakin semarak ketika Kak Seto dan Kak Heni unjuk penampilan membawa lagu anak di hadapan anak-anak yang hadir pada acara tersebut.





Sakti Peksos.