Meningkatkan Wawasan Dengan Berbagi Pengetahuan

Sabtu, 27 Desember 2014

Kacamata Singapura di Kota Industri



Tujuan awalnya, menjadikan Batam sebagai: “Singapura”-nya Indonesia. Kawasan industri, sangat banyak tumbuh dan berkembang di Batam, sehingga tidaklah mengherankan, apabila kota ini mendapat julukan sebagai: Kota Industri.

Kacamata Singapura
Batam merupakan kota terbesar di Kepulauan Riau dengan letak yang sangat strategis. Selain berada di jalur pelayaran internasional, kota ini memiliki jarak yang cukup dekat dengan Singapura dan Malaysia. Yah, memang, jarak yang sangat dekat dengan Singapura, membuat Batam dapat diibaratkan sebagai “kacamata Singapura”. Pulau Batam dihuni pertama kali oleh orang Selat –orang Melayu, sejak tahun 231 Masehi. Pulau ini, pernah menjadi medan perjuangan Laksamana Hang Nadim dalam melawan penjajah. Pada 1960-an, digunakan oleh pemerintah sebagai basis logistik minyak bumi di Pulau Sambu. Kemudian, pada tahun 1970-an –dengan tujuan awal menjadikan Batam sebagai “Singapura”-nya Indonesia, Pulau Batam ditetapkan sebagai lingkungan kerja daerah industri dengan didukung oleh Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam atau lebih dikenal dengan Badan Otorita Batam (BOB) sebagai penggerak pembangunan Batam. Pada tahun 1980-an, wilayah Kecamatan Batam –yang merupakan bagian dari Kabupaten Kepulauan Riau, ditingkatkan statusnya menjadi: Kotamadya Batam, yang memiliki tugas dalam menjalankan administrasi pemerintahan dan kemasyarakatan serta mendudukung pembangunan yang dilakukan Otorita Batam. Pada akhir dekade tahun 1990-an, Kotamadya administratif Batam berubah statusnya menjadi daerah otonomi, yaitu: Pemerintah Kota Batam, untuk menjalankan fungsi pemerintahan dan pembangunan dengan mengikutsertakan Badan Otorita Batam.
Kota Batam terdiri dari 12 kecamatan, yaitu: Kecamatan Batam Kota; Kecamatan Nongsa; Kecamatan Bengkong; Kecamatan Batu Ampar; Kecamatan Sekupang; Kecamatan Belakang Padang; Kecamatan Bulang; Kecamatan Sagulung; Kecamatan Galang; Kecamatan Lubuk Baja; Kecamatan Sungai Beduk; dan Kecamatan Batu Aji.

Kota Industri
Jika kita berkunjung ke Kota Batam, maka akan kita dapati banyak industrial park –kawasan industri, seperti: Kawasan Industri Batamindo (Batamindo Industrial Park); Kawasan Industri Sekupang, Kawasan Industri Seraya, Kawasan Industri Tunas, Kawasan Industri Panbil, Kawasan Industri Kara, Kawasan Industri Cammo dan lain sebagainya. Kawasan Industri Batamindo (Batamindo Industrial Park) –merupakan kawasan industri yang pertama dan terbesar untuk industri manufaktur di kota ini. Ada ratusan investor asing ber-invest di sini, dengan ribuan pekerjanya yang didominasi oleh pekerja perempuan.
Selain sektor industri manufaktur,  Batam juga diramaikan dengan: shipyard industry –industri galangan kapal; fabrication industry –industri fabrikasi, dan beberapa industri berat lainnya seperti: pipe industry –industri pipa, juga industri pendukung untuk minyak dan gas. Mc. Dermott adalah industri fabrikasi yang pertama dan masih yang terbesar di Batam. Selain Mc. Dermott, ada pula SMOE, Profab, Nippon Steel, Cladtek dan lain sebagainya. Industri Galangan Kapal banyak terdapat di kawasan Tanjung Uncang, Sekupang dan Kabil. Drydocks World Nanindah, Drydocks World Pertama, BATAMEC dan ASL adalah merupakan galangan kapal besar yang ada di Batam selain puluhan galangan kapal kecil lainnya.

Akses
Untuk menuju ke Kota Batam, dapat ditempuh melalui jalur udara dan laut. Lewat jalur udara, Batam dapat dicapai melalui Bandar Udara Internasional Hang Nadim yang melayani rute terminal domestik untuk penerbangan lokal dari 8 kota besar di Indonesia seperti: Jakarta –Bandara Soekarno-Hatta; Bandung –Bandara Husein Sastranegara; Solo –Bandara Adi Sumarmo; Surabaya –Bandara Juanda; Palembang –Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II; Padang –Bandara Minangkabau; Pekanbaru –Bandara Sultan Syarif Kasim II; dan Medan –Bandara Kuala Namu, serta melayani rute terminal internasional untuk penerbangan internasional dari 2 kota besar untuk wilayah pertumbuhan Segitiga Sijori, seperti: Bandar Udara Internasional Changi –Singapura; dan Bandar Udara Internasional Senai di Johor Bahru –Malaysia. Sedangkan melalui jalur laut, Batam memiliki lima pelabuhan feri internasional yang menghubungkannya dengan Singapura dan Malaysia, seperti: Batu Ampar –Harbour Bay; Batam Centre; Sekupang; Nongsa; dan Waterfront City.
Waktu penerbangan yang dibutuhkan, kurang lebih sekitar 2 jam. Selepas landing, parapengunjung akan memasuki Bandara Hang Nadim –merupakan salah satu bandara internasional di Indonesia. Bandara ini semula merupakan bandara domestik –tepatnya pada tahun 1965, serta melayani pendaratan dan penerbangan menuju wilayah, seperti: Medan; Pekanbaru; Padang; Palembang; Bandung; Jakarta; serta Surabaya. Namun sejak tahun 1970, bandara ini berubah menjadi bandara Internasional yang melayani beberapa penerbangan internasional. Bandara Hang Nadim memiliki luas mencapai 4.025 meter, dan menjadi landasan pacu terpanjang di Indonesia. Hang Nadim sendiri diambil dari nama seorang laksamana dari kepulauan Malaka, yang sangat termashyur.

Destinasi Wisata dan Kuliner
Setelah adanya Free Trade Zone, Batam menjadi “surga”-nya belanja di Indonesia –bahkan se-Asia Tenggara. Kota ini sering dijuluki sebagai “ruli” –rumah liar, karena barang-barang bisa masuk ke sana dengan pajak yang tidak begitu tinggi. Tempat-tempat wisata belanja di Kota Batam, antara lain: Komplek Nagoya; Komplek Jodoh; Mega Mall –lokasi di Batam Center; Nagoya Hill Mall –lokasi di Kawasan Bisnis Nagoya; Batam City Square Mall –lokasi di Baloi Center; Lucky Plaza –pusat penjualan hand phone; Mymart –pusat penjualan komputer; DC Mall –lokasi di Tanjung Uma Marina; Kepri Mall –lokasi di Simpang Kabil; Panbil Mall –lokasi di Mukakuning; Plaza Batamindo –lokasi di Kawasan Industri Batamindo; Top 100 Tembesi –lokasi di Batuaji; dan Komplek Aviari –lokasi di Batuaji, sebagai pusat barang seken dari Singapura.
Kawasan Nagoya lebih dikenal di telinga parapelancong yang hobi berbelanja, dibandingkan kawasan Batam Center. Di sepanjang jalan kawasan Nagoya terdapat banyak toko yang menjual beragam barang elektronik, fashion dan aksesori seperti: tas; parfum; dan lainnya, dengan harga yang relatif murah. Di Nagoya terdapat sebuah mal terkenal, yaitu Nagoya Hill yang dikelilingi oleh deretan ruko. Juga terdapat Lucky Plaza, yang dominan menjual barang-barang elektronik asli bergaransi Singapura maupun asli bergaransi distributor Indonesia. Bahkan, barang-barang “black market” pun mudah dijumpai di sana.
Objek wisata yang terkenal di Batam adalah Jembatan Barelang, jembatan ini menjadi ikon Kota Batam –landmark-nya Kota Batam. Nama Barelang sendiri merupakan singkatan dari: BAtam; REmpang; dan gaLANG, yang menjadi nama dari jembatan yang menghubungkan antara pulau-pulau yang ada di Batam, yakni: Pulau Batam; Pulau Nipah; Pulau Tonton; Pulau Galang; Pulau Rempang; dan Pulau Galang Baru. Jembatan ini juga sering disebut dengan “Jembatan Habibie”, karena dulunya beliau yang memprakarsai dibangunnya jembatan tersebut untuk memajukan industri di Kota Batam. Objek wisata lainnya, seperti: Bukit Senyum Batam; Megawisata Ocarina Batam –merupakan “Ancolnya” Batam; Pantai Marina Batam; Kampung Vietnam; Pantai Nongsa, dan masih banyak yang lainnya.
Megawisata Ocarina, terletak di kawasan wisata Ocarina, Coastarina –dekat Batam Center Ferry Terminal. Ocarina ini tempat yang sangat cocok buat wisata bersama keluarga, banyak wahana rekreasi di sana. Seperti umumnya sebuah taman, di Ocarina juga ada berbagai macam festival; taman air; bioskop 3 dimensi; serta wahana bermain khusus anak-anak.
Wisata Kampung Vietnam, dulunya kampung ini pernah dijadikan sebagai camp –penampungan pengungsi dari Vietnam selama 20 taun. Mereka datang ke kampung ini, dengan memakai perahu-perahu. Setelah berada di kampung ini, mereka bekerja sebagai nelayan dan ada juga yan bertani. Setelah perkampungan ini ditinggalkan oleh warga Vietnam –kembali ke negara asal mereka, perkampungan ini akhirnya dijadikan sebagai aset wisata oleh pemerintah Kota Batam.
KRM Resort, adalah salah satu resort yang jadi kebanggaannya warga Batam.  KRM resort memang menyajikan pesona pantai yang amat romantis, baik di siang hari maupun malam hari. Di siang hari, parapengunjung bisa menikmati hembusan segarnya angin laut. Sementara di malam harinya, parapengunjung bisa melihat gemerlap lampu-lampu yang terdapat di resort ini. Selain itu, di sekitar resort terdapat patung Dewi Kwan-Im yang berukuran besar –patung Dewi Kwan Im tertinggi di Indonesia. Perlu diketahui juga, Batam memiliki Vihara yang konon terbesar di Asia Tenggara, yaitu: Vihara Duta Maitreya.
Wisata Pulau Abang ini, berada di Kecamatan Galang Kota Batam. Keindahan bawah laut Pulau Abang, tidak kalah bila dibandingkan dengan Bunaken atau Raja Ampat di wilayah Timur Indonesia. Perairan Pulau Abang, memiliki sembilan spot –titik yang sangat ideal dijadikan tempat penyelaman dengan kedalaman 15–18 meter. Untuk bisa menikmati keindahan bawah laut di daerah itu, sebelumnya pengunjung perlu mengetahui kondisi cuaca –karena perubahan cuaca di daerah tersebut sering terjadi. Kondisi cuaca yang paling bagus untuk diving di Pulau Abang, adalah sekitar bulan Maret hingga Agustus –ketika musim angin Timur, dan bulan September sampai November –saat musim angin Barat. Pada saat itu, kondisi cuaca terbilang “bersahabat” dan arus di bawah laut tidak terlalu kencang sehingga sangat nyaman untuk diving. Wilayah Pulau Abang, terdiri dari beberapa pulau kecil yang melingkupinya. Sebagian besar perairan di daerah itu, termasuk taman konservasi terumbu karang. Dijadikannya daerah tersebut sebagai daerah konservasi, karena terdapat aneka ikan hias langka, seperti: teri hijau dan blue coral –ikan ini hanya hidup di perairan yang jernih dengan kualitas air yang bagus, atau terumbu karang yang harus dilindungi untuk kepentingan ekosistem air laut. Untuk menjangkau Pulau Abang, masih cukup sulit –karena keterbatasan sarana transportasi. Hanya bisa dilakukan melalui pelabuhan rakyat di Pulau Galang, dengan menyewa perahu atau speed boat milik nelayan, dengan jarak tempuh sekitar 40–50 menit.
Kuliner di Batam bisa dibilang lengkap, dengan berbagai aneka menu nusantara; chinesse; dan western. Namun, untuk makanan khas Batam sendiri lebih banyak menghidangkan makanan ikan. Sup ikan Batam, patut dicoba oleh parapelancong karena memiliki rasa khas dibandingkan sup ikan lainnya. Sup ikan Batam sebelumnya bernama sup ikan tenggiri, tetapi para wisatawan lebih simpel menyebutnya sup ikan Batam.


***

Rabu, 24 Desember 2014

Anak, antara Hari dan Kesehatannya



Peringatan Hari Anak Nasional dimaksudkan agar seluruh komponen bangsa Indonesia, yaitu negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orangtua, bersama-sama mewujudkan kesejahteraan anak dengan menghormati hak-hak anak dan memberikan jaminan terhadap pemenuhannya tanpa perlakuan diskriminatif. Peringatan Hari Anak Nasional juga untuk menggugah dan meningkatkan kesadaran seluruh komponen bangsa Indonesia bahwa anak merupakan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, dan oleh karena itu, kepada anak perlu diberikan bekal keimanan; kepribadian; kecerdasan; keterampilan; jiwa dan semangat kebangsaan; serta kesegaran jasmani, agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berbudi luhur; bersusila; cerdas; dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian, diperingatinya Hari Anak Nasional tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan peran-serta pemerintah; dunia usaha; masyarakat; keluarga; dan orangtua, dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak, serta menunjukkan kepada dunia internasional, bahwa bangsa Indonesia berkomitmen untuk memenuhi hak-hak anak sesuai dengan Konvensi Hak-hak Anak.
Peringatan Hari Anak Nasional Indonesia, Lapang Gasibu Bandung - Jawa Barat.

Kesehatan Anak
Hari Anak Nasional adalah perayaan yang diselenggarakan pada setiap tanggal 23 Juli di Indonesia, dan bertujuan untuk menghormati hak-hak anak. Diadopsinya Konvensi Hak Anak, merupakan perubahan radikal dalam memandang anak. Anak yang semula dipandang sebagai sosok yang layak dilindungi dan dikasihani sehingga pendekatannya bersifat karitatif –belas-kasihan, telah berubah menjadi sosok manusia yang memiliki hak-hak tertentu. Anak tetap bisa berperan sesuai usia dan kematangannya, untuk terlibat atau dilibatkan dalam segala hal yang berpengaruh terhadap kehidupan anak. Ini merupakan salah satu dari empat prinsip dasar hak anak, prinsip dasar lainnya, adalah: non-diskriminasi; kepentingan terbaik bagi anak; serta hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan.
Mengingat partisipasi anak bukan semata-mata menghadirkan anak saja, melainkan bagaimana bisa terbangun partisipasi yang bermakna, maka telah dikembangkan berbagai instrumen dan metode untuk mencapai partisipasi tersebut. Ini untuk menghindari terjadinya manipulasi, dekorasi ataupun tokenisme. Kalau anak-anak merasakan persahabatan dalam kehidupannya, mereka akan belajar bahwa dunia ini tempat tinggal yang menyenangkan.
Suatu bangsa akan maju, apabila generasi penggantinya lebih baik dari generasi yang digantikannya. Masa depan dunia yang lebih baik, memerlukan dukungan antara lain: kesehatan; mental; dan keamanan anak-anak. Beberapa masalah kesehatan anak yang utama di Indonesia berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Dunia –World Health Organization tahun 2011 yakni: Pertama: terkait prevalensi gizi kurang –underweight di Indonesia antara tahun 2000 sampai 2009 mencapai 19,6 %. Pencapaian ini sudah cukup baik, bila dibandingkan dengan pencapaian pada kurun waktu 1990-1999 yang mencapai 22,8 %. Pada tahun 2015, diharapkan Indonesia akan mencapai target sebesar 15,5 %. Kedua: terkait masalah kasus gizi buruk –malnutrisi, tidak dapat dianggap remeh. Malnutrisi merupakan salah satu dari penyebab mendasar kematian pada anak –khususnya di bawah usia 5 tahun, dan berkontribusi sebesar 35 %. Malnutrisi juga, dianggap berhubungan dengan penyebab kematian anak di bawah usia 5 tahun lainnya. Ketiga: kesenjangan kesehatan –health inequities, tidak hanya malnutrisi dan tingkat kematian anak yang menjadi masalah utama kesehatan anak di Indonesia, namun kesenjangan kesehatan beberapa golongan masyarakat di Indonesia juga berpengaruh besar. Dalam hal tingkat mortalitas anak Indonesia di bawah usia 5 tahun, terdapat kesenjangan antara masyarakat yang tinggal di pedesaaan dan perkotaan –rasio 1,6; golongan ekonomi rendah dan tinggi –rasio 2,4; serta pendidikan ibu yang rendah dan tinggi –rasio 2,5.
Dari ketiga masalah kesehatan anak yang utama di Indonesia tersebut, dapat kita analisis beberapa indikator utama yang menjadi kendala terkait kesehatan anak di Indonesia, yakni: pada sistem pelayanan kesehatan anak di Indonesia yang belum maksimal tercapai. Hal ini dapat ditandai dengan adanya indikasi, Pertama: tidak meratanya distribusi dokter anak, serta minimnya jumlah dokter anak di Indonesia. Dari 2.700 dokter anak se-Indonesia, 700 diantaranya ada di Jakata. Idealnya, satu dokter anak menangani kurang lebih 10.000 anak. Saat ini, Indonesia membutuhkan sekitar 8.000 dokter spesialis anak. Daerah dengan sebaran dokter spesialis anak terbanyak adalah: Jakarta –670 orang; Jawa Barat –312 orang; Jawa Timur –283 orang; Jawa Tengah –222 orang; dan Sumatera Utara –142 orang. Adapun daerah lain, seperti Jambi dan Kalimantan Barat, jumlah dokter anaknya hanya belasan orang –data IDAI, Ikatan Dokter Anak Indonesia. Kedua: Kemampuan institusi pendidikan di Indonesia untuk meluluskan dokter spesialis anak, masih minim –sekitar 100-150 orang per tahun. Ketiga: infrastruktur yang tidak memadai, juga menjadi salah satu kendala belum tercapainya pelayanan kesehatan anak di Indonesia –membuat hampir semua lulusan dokter, mengincar kota-kota besar dengan penghasilan yang lebih besar. Keempat: Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia –PPSDM Kemenkes mengakui, masih belum berhasil menerapkan strategi –roadmap penyerapan dan pendistribusian tenaga kesehatan hingga ke seluruh pelosok tanah air. Sistem rujukan, belum berjalan sebagaimana mestinya.
Sebenarnya ada dua solusi upaya evaluasi dan perbaikan dari permasalah tersebut, Pertama: mengingat kekurangan dokter anak di Indonesia, maka mutlak diperlukan penguatan kerjasama antartenaga kesehatan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak; yakni antara dokter spesialis anak dengan dokter umum, bidan, dan perawat. Kunci keberhasilan kerjasama tersebut ada pada keseriusan regulasi dari pemerintah dan kesiapan paratenaga kesehatan melepas ego sektoral. Sekarang sudah cukup banyak tenaga perawat spesialis anak dan maternitas, begitupun lulusan diploma kebidanan terus bertambah dari tahun ke tahun. Namun, pemanfaatan dan distribusi kedua profesi tersebut belum optimal guna menunjang pelayanan kesehatan anak di Indonesia. Belum lagi tugas optimalisasi tenaga dokter umum agar berkolaborasi dalam kesehatan anak, praktis masih terhambat masalah distribusi dan pengaturannya di lapangan. Kedua: secara konsisten Komisi IX DPR harus terus mengawasi pelaksanaan program-program Kementerian Kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan anak, seperti: Jaminan Persalinan –Jampersal, Bantuan Operasional Kesehatan –BOK, Pengadaan Fasilitas Imunisasi, dan Pemberian Makanan Tambahan. Termasuk menyetujui dan mengawasi penggunaan anggaran program-program tersebut, yang alokasinya meningkat untuk tahun 2012 –anggaran kesehatan untuk tahun 2012 naik sebesar 1,99 persen, dengan begitu, total dana untuk kesehatan, sekitar 2,3 persen dari total APBN. Bilamana program-program tersebut terlaksana dengan baik, seharusnya pelayanan kesehatan anak Indonesia pun semakin membaik, mulai dari pelayanan persalinan hingga tumbuh-kembang anak.
Kemajuan suatu bangsa dipengaruhi dan ditentukan oleh tingkat kesehatan masyarakat dimana salah satu indikator tingkat kesehatan tersebut ditentukan oleh status gizi. Status gizi seseorang dikatakan baik, apabila terdapat keseimbangan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental orang tersebut. Memasuki era globalisasi, diperlukan anak Indonesia sebagai generasi penerus bangsa yang berkualitas, agar mampu bersaing dengan negara lain. Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting, karena secara langsung berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia, ditentukan oleh kecukupan zat gizi yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi sejak bayi.
Anak-anak Indonesia

Napak-Tilas Hari Anak
Berbagai negara memperingati Hari Anak ini, dengan beragam aksi yang didedikasikan dalam beraneka bentuk, untuk dan oleh anak. Hari peringatan ini ditujukan sebagai "Hari Internasional untuk Perlindungan Anak", yang telah dirayakan sejak tahun 1950-an. Perayaan ini bertujuan menghormati hak-hak anak –seperti hak mendapat pendidikan yang layak dan kasih sayang di seluruh dunia. Sebenarnya, tanggal 23 April adalah asal mula peringatan Hari Anak Sedunia yang muncul dari Turki. Ide Hari Anak ini lahir pada 23 April 1920, yang kemudian dibahas dalam konferensi dunia di Swiss pada tahun 1925. Salah satu misinya, adalah: “melindungi hak hidup anak-anak dalam masa perang dunia”. Adalah Eglantyne Jebb –seorang aktivis perempuan, yang kemudian mendirikan Save the Children, untuk pertama kalinya merumuskan pernyataan tentang “Hak Anak” pada tahun 1923 –yang kemudian disahkan sebagai Deklarasi Hak Anak oleh Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1924. Kesepakatan tanggal 1 Juni sebagai Hari Anak Internasional ini, merupakan hasil konvensi International Women Democratic Federation yang diadakan di Moskow pada tahun 1949 yang dihadiri oleh perwakilan 51 negara. Pada pertemuan tersebut, dibicarakan persoalan anak-anak sedunia dalam kelangsungan hidup mereka. Selanjutnya, peserta konvensi memutuskan untuk secara resmi menghormati hak anak, mulai dari hak hidup, pendidikan dan kesehatan. Untuk pertama kalinya, 51 negara memperingati Hari Anak Internasional tersebut pada tahun 1950. Sedangkan, Organisasi anak di bawah PBB, yaitu UNICEF, untuk pertama kali menyelenggarakan peringatan Hari Anak se-Dunia pada bulan Oktober tahun 1953. Pada 20 November 1959, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengesahkan Deklarasi Hak-hak Anak –yang pada akhirnya diadopsi menjadi Konvensi Hak Anak pada hari yang sama di tahun 1989 melalui resolusi PBB Nomor 44/25 pada tanggal 20 November 1989. Tanggal 14 Desember 1954, Majelis Umum PBB lewat sebuah resolusi mengumumkan: “satu hari tertentu dalam setahun, sebagai: Hari Anak se-Dunia”. Jadi, tanggal 20 yang dipilih adalah hasil pemilihan acak. Meskipun demikian, 20 November akhirnya dikenal sebagai Hari Anak Universal.
Pada tahun 2002, pada spesial Session ke-27 dalam Sidang Majelis Umum PBB mengenai Special Session on Children, untuk pertama kalinya anak-anak dilibatkan dalam pertemuan internasional ini. Sekitar 400 anak dari seluruh dunia dihadirkan, untuk mendiskusikan masalah-masalah dan harapan-harapan mereka. Hasil diskusi dirumuskan dalam sebuah pernyataan “Dunia yang Layak bagi Anak” yang dibacakan oleh Gabriela Azurduy Arreta dari Bolivia dan Audrey Chenynut dari Monaco –mewakili delegasi anak pada pembukaan Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Special Session untuk anak, 8 Mei 2002. Berdasarkan hasil Sidang Umum PBB tersebut, Indonesia telah mengadopsinya ke dalam kebijakan mengenai Program Nasional bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015.
Di Indonesia, Hari Anak diperingati setiap 23 Juli sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1984 tanggal 19 Juli 1984, dengan apa yang disebut sebagai: Hari Anak Nasional (HAN). HAN yang digagas oleh mantan Presiden RI, Soeharto, entah kebetulan atau kesengajaan, merupakan tanggal lahir dari Bambang Triadmojo –yang merupakan putra Soeharto. Pada awalnya, peringatan Hari Anak Nasional di Indonesia muncul dari gagasan dalam mewujudkan kesejahteraan bagi kaum anak. Tetapi kemudian berkembang sesuai dengan apa yang tertuang dan telah ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, memberikan perlindungan kepada anak-anak Indonesia, memberikan jaminan keamanan, hak mendapatkan kesehatan, melindungi anak selaku konsumen dari makanan dan minuman yang membahayakan kesehatan anak, dari tayangan yang merusak ranah fikir anak, serta mengupayakan perlindungan tersebut sekaligus mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya dan perlakuan tanpa adanya diskriminasi. Peringatan HAN, sudah dimulai sejak tahun 1986.
Sejak tahun 2001, ada warna baru yang menyertai peringatan HAN. Pada tahun tersebut, untuk pertama kalinya dilangsungkan Kongres Anak Indonesia –biasanya diselenggarakan sebelum tanggal 23 dan berakhir setelah tanggal 23, yang diikuti oleh perwakilan anak dari seluruh provinsi yang ada. Pada peringatan HAN, akan dikirim wakil untuk membacakan hasil rumusan dari serangkaian diskusi yang dilangsungkan, yang disebut dengan: “Suara Anak Indonesia”. Sejak itu, menjadi tradisi dalam peringatan HAN, ada pembacaan Suara Anak Indonesia yang dibacakan oleh wakil anak peserta kongres di hadapan presiden. Substansi dari pembacaan SAI, adalah: anak-anak menyampaikan aspirasinya kepada pemimpin nasional –dalam hal ini, presiden. Tradisi membacakan dokumen SAI di hadapan presiden saat peringatan Hari Anak Nasional, telah dimulai sejak tahun 2001 saat dilangsungkannya Kongres Anak Indonesia Pertama.


***

Rabu, 03 Desember 2014

Anak Dengan Kecacatan



Anak tetaplah anak, bukan orang dewasa. Dia tidak berdaya dan tidak bisa memilih dimana dia dilahirkan, ataupun memilih lahir di kalangan orangtua yang mapan secara ekonomi dan sehat secara jasmani. Anak dengan kecacatan, bukanlah sebuah musibah. Setiap anak mempunyai hak yang sama untuk hidup, tumbuh, dan berkembang secara maksimal sesuai potensinya. Penanganan anak dengan disabilitas, memberikan peluang untuk menempatkan “anak dengan kecacatan” sejajar dengan anak pada umumnya. Kekuatan anak untuk tumbuh dan berkembang serta penuh percaya diri, ada pada orangtua yang terus memotivasi anak-anaknya untuk maju, dan bukan sebaliknya. Bukankah anak menjadi unik? Ya, karena setiap orang pernah menjadi anak.
Forum Komunikasi Keluarga Anak Dengan Kecacatan (FKKADK) Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau.

Program Kesejahteraan Sosial Anak Dengan Kecacatan
Masyarakat dan pemerintah dari berbagai tingkatan, telah me­lakukan berbagai layanan dan program yang terus dikem­bangkan dengan intensitas dan kualitas yang diupayakan terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun faktanya, masih sangat banyak anak yang belum ter­sentuh pelayanan kesejah­teraan sosial karena keterbatasan sumber daya. Keter­batasan cakupan pelayanan ini juga disertai dengan belum adanya keterpaduan perencanaan dan pengelolaan sumber­ daya dan layanan diantara lembaga pelayanan sosial yang ada. Keterbatasan tersebut juga diperparah dengan penggunaan pendekatan dan strategi yang konven­sio­nal –bantuan sosial cen­derung diseragamkan, sehingga menga­kibatkan meningkatnya masalah sosial anak yang tidak dapat diimbangi dengan upaya pencegahan dan respon yang memadai.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2006), jumlah anak Indonesia usia di bawah 18 tahun men­capai 79.898.000 jiwa dan mengalami peningkatan menjadi 85.146.600  jiwa pada tahun 2009. Data BPS tahun 2009, tercatat sebanyak 7.000 anak yang sampai saat ini hak-hak dasarnya masih belum terpenuhi.
Sejak tahun 2009, rancangan kebijakan; strategi; dan program terobosan yang telah lama digagas, mulai diaktualisasikan sehingga gap yang ada mampu diperkecil. Selain itu, dilakukan perubahan paradigma dalam berbagai dimensi program, yang meliputi: perspektif analisis masalah dan kebutuhan; sistem penetapan target sasaran; pola operasional layanan; keberlanjutan layanan; dan sistem manajemen pelaksanaan layanan.
Selaras dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan, maka di­tetap­kan Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) sebagai program prio­ritas nasional, yang meliputi: Program Kesejahteraan Sosial Anak Balita (PKS-AB); Program Kesejahteraan Sosial Anak Telantar (PKS-AT); Program Kese­jah­teraan Sosial Anak Jalanan (PKS-AJ); Program Kesejahteraan Sosial Anak yang Berhadapan dengan Hukum dan Remaja Rentan (PKS-ABH dan Remaja); Program Kesejahteraan Sosial Anak Dengan Kecacatan (PKS-ADK); dan Program Kesejahteraan Sosial Anak yang Membutuhkan Perlin­dungan Khusus (PKS-AMPK).
Kebijakan nasional tentang pemenuhan hak anak, telah dirumuskan dalam RPJMN 2015-2019. Kementerian Sosial RI telah menindaklanjuti rumusan Rencana Strategis Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak 2015-2019, dan menjadi acuan utama dalam pengem­bangan pola operasional PKSA.
Anak penyandang cacat –anak dengan kecacatan, merupakan kelompok anak yang memerlukan perhatian dan perlindungan khusus –children in need of special protection. Mereka membutuhkan perhatian dan perlindungan khusus, baik oleh keluarga; masyarakat; maupun pemerintah.
Menurut hasil pendataan Direktorat Paca Kementerian Sosial (2009) di 24 provinsi, terdapat 65.727 anak, yang terdiri dari: 78.412 anak dengan kecacatan ringan; 74.603 anak dengan kecacatan sedang; dan 46.148 anak dengan kecacatan berat. Sebagian besar anak dengan kecacatan, berada dalam keluarga miskin, sehingga hak dasar anak belum terpenuhi.
Anak dengan kecacatan, saat ini, umumnya masih dianggap “beban” oleh keluarga –bahkan masih ada diantara mereka yang menganggap aib, sehingga sering disembunyikan. Kondisi ini berdampak pada tidak terjangkaunya oleh petugas Pekerja Sosial dan penyelenggara pelayanan sosial anak penyandang cacat. Padahal, sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, negara menjamin pemenuhan hak anak-anak penyandang cacat untuk mendapatkan pelayanan dan perlindungan.
Hingga tahun 2009, telah terbentuk 61 Forum Komunikasi Keluarga Dengan Anak Cacat (FKKDAC) di 23 provinsi. Forum ini dirancang sebagai wadah berkomunikasi parakeluarga yang memiliki anak cacat, dan diharapkan muncul pelayanan berbasis masyarakat –community based approach. Depsos bersama dinas sosial provinsi, kabupaten/kota juga menyediakan petugas pendamping –Pekerja Sosial yang memiliki keahlian khusus. Kegiatan yang dilakukan petugas pendamping dan FKKDAC dalam pengembangan model ini, antara lain: pendataan; penjajagaan; monitoring; serta aktivitas lain yang mendukung dan bermanfaat bagi para orangtua anak penyandang cacat.
PKS-ADK dirancang sebagai upaya yang terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan kesejahteraan sosial anak dengan kecacatan. Penerima manfaat program ini, diprioritaskan kepada anak dengan kecacatan (0 – 18 tahun), meliputi: anak dengan kecacatan fisik; anak dengan kecacatan mental; dan anak dengan kecacatan ganda –fisik dan mental.
Pada hari Sabtu (23/1-2011), Departemen Sosial menyerahkan bantuan program pelayanan kesejahteraan sosial anak untuk 75 anak penyandang cacat di Kecamatan Pangalengan dan Ciparay, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Bantuan PKSA senilai Rp 150 juta atau Rp 2 juta per anak, tidak berupa uang tunai, namun dalam bentuk barang-barang peralatan yang dibutuhkan untuk menunjang peningkatan kualitas hidup anak-anak penyandang cacat, seperti: bantal dan kasur busa; kursi roda; pakaian; peralatan sekolah; nutrisi penunjang gizi; dan lain-lain. Kecamatan Pangalengan dan Ciparay terpilih sebagai lokasi uji coba program PKSA karena merupakan “urban area”, di mana mata pencarian penduduknya lebih bervariasi. Jumlah anak cacat di Kecamatan Pangalengan mencapai 102 anak dan Kecamatan Ciparay 68 anak.

Studi Banding
Provinsi Kepulauan Riau merupakan Daerah Otonomi –provinsi pemekaran dengan semangat otonomi daerah, implementasi UU no 22 tahun 1999, diperbaruhi dengan UU no 32 tahun 2004 tentang Otonomi Pemerintah Daerah, memiliki luas lautan yang dominan dibandingkan luas daratan. Hal ini menjadi keunikan  sudut pandang, mulai: geografi; demografi; hingga ekonomi. Dari sudut geografi dengan jangkauan laut yang luas, Provinsi Kepri terdiri dari 7 kabupaten dan kota, yakni: Kabupaten Karimun; Kota Batam; Kota Tanjung Pinang; Kabupaten Bintan; Kabupaten Lingga; Kabupaten Natuna; dan Kabupaten Kepulauan Anambas. Secara demografi, Provinsi Kepri mempunyai beraneka ragam suku, bangsa –hampir seluruh ragam penduduk di Indonesia, kita temukan di wilayah ini. Demikian juga, dengan ragam budaya dan bahasa masyarakat. Provinsi Kepri menjadi miniatur Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Dari sudut ekonomi, sebagian wilayahnya  ditetapkan sebagai daerah Free Trade Zone di Batam, Bintan, Karimun (BBK), maka Provinsi Kepri menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi secara nasional, regional, dan bahkan internasional. Kehidupan masyarakat Provinsi Kepri yang berbasis perindustrian, tersebar hampir disemua kabupaten/kota dengan dominan manufacturing dan shipyard.
Rakyat, konotasi umum, biasanya mengacu  pada “jumlah penduduk” –secara sempit, akan dilihat dari jumlah penduduk “dewasa” nya. Pencacahan jiwa pun kadang masih mengabaikan anak, apalagi dalam konteks yang lain, misalkan: anak sebagai masyarakat kebanyakan, yang harus diperhitungkan, didengarkan aspirasinya, sebagai bagian dari bangsa dan merupakan pengganti generasi tua. Anak, tidak lebih –mainset yang sebagian di hati kita membenarkannya.
Seperti di wilayah Provinsi Kepri dengan mengikuti pola geografi yang tersebar di daratan –mainland dan kepulauan –hinterland, maka muncullah dikotomi ada "anak daratan" dan "anak pulau" –yang sebenarnya mereka adalah tetap anak, tanpa ada label, tanpa ada pembedaan apakah dia anak darat/kota ataupun dia anak pulau.
Anak kota dan anak hinterland lebih karena letak geografis Provinsi Kepri sebagai provinsi yang memiliki lebih dari 4.500 pulau –data BPS Provinsi Kepri, dengan luas daratan berkisar 5% dari luas Provinsi Kepri –lebih kurang 525.000 km2. Jangkauan wilayah laut yang begitu luas, menjadi salah satu faktor hak kesehatan bagi anak kurang didapat secara optimal. Akibatnya, anak lahir dengan  berkebutuhan khusus –baik cacat fisik, keterbelakangan mental, dan autis, perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah.
Penjabaran potret anak di Provinsi Kepri dengan berbagai macam persoalan, tentu membutuhkan perhatian dan penanganan yang serius, demi keberlangsungan generasi bangsa yang terjamin akan haknya. Penanggulangan masalah anak, tetap harus berpedoman pada prinsip-prinsip: non diskriminasi; kepentingan terbaik bagi anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan berkembang; serta penghargaan terhadap pendapat anak. Tidak ada diskriminasi tentang status sosial, warna kulit, asal-usul, dan laki-laki/perempuan. Pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus, merupakan salah satu kebijakan non diskriminasi bagi anak. Demikian juga, dengan mengedepankan “Kepentingan Terbaik” bagi anak. Bahwa semua kebijakan pemerintah, masyarakat, orang perorangan, institusi hukum, adalah demi kepentingan terbaik bagi anak. Kesamaan pandangan demi kepentingan terbaik bagi anak, bukan hal yang mudah. Perlu kesungguhan dari semua pihak. Dalam situasi dan kondisi apapun, anak berhak untuk hidup, melangsungkan kehidupannya, dan berkembang sesuai dengan usianya. Dengan demikian, penanggulangan masalah anak, harus memberi ruang yang baik; fasilitas memadai; akses kesehatan yang mudah dan tidak rumit –kasus penyelamatan bencana alam, seringkali penyelamatan anak diabaikan, lebih pada penyelamatan orang dewasa. Akhirnya, agar sasaran kerja dan target pencapaian penanggulangan anak tercapai, sebaiknya pendapat anak juga didengar –karena pasti beda antara keinginan anak dan orang dewasa sekalipun. Maka mulailah konsep kebijakan yang diambil mengikutkan hak partisipasi anak, sehingga anak didengar dan diimplementasikan dengan laku atau kebijakan orang dewasa.
Pemerintah Provinsi Kepri tentu mempunyai pandangan yang sama bahwa kewajiban pemprov terhadap anak-anak, diimplementasikan dengan kebijakan yang berpihak pada anak serta upaya untuk melindungi dan memenuhi hak anak. Adanya anak-anak yang bermasalah, menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memberikan akses kesejahteraan masyarakat yang lebih baik melalui kebijakan anggaran pro-anak, anggaran responsif gender, dan perlakuan birokrasi yang lebih terbuka dan ramah. Penanganan masalah anak, harus bersifat simultan tidak bisa partial –perbagian. Kontinuitas program keberpihakan terhadap anak juga diperlukan.
Masyarakat/Lembaga/Media Masa dan lainnya sebagai stakeholder anak, harus lebih berperan aktif. Bahwa fasilitas, akses yang dibuka lebar untuk dimanfaatkan demi kepentingan terbaik bagi anak, tanpa adanya diskriminasi. Penguatan kelembagaan masyarakat sebagai mitra utama pemerintah harus didukung keberadaannya dan diberikan akses informasi untuk melindungi anak dari segala bentuk kejahatan, penelantaran, dan ruang partisipasi anak serta perlakuan bebas dari diskriminasi. Pencegahan terhadap penyimpangan perilaku masyarakat atau orang perorang terhadap anak, dapat dilakukan lebih cepat dan baik, bila antar-masyarakat, antar-individu sadar, mengerti dan bisa memberikan perlindungan terhadap anak.
Hanya jika setiap lapisan pemangku tugas tersebut dapat berfungsi dengan baik serta mampu menjalankan ke­wajib­an dan tanggungjawabnya, maka anak akan dapat memiliki kehidupan yang berkualitas dan memungkinkannya untuk tumbuh serta berkembang secara optimal sesuai potensinya.

Penutup
Anak adalah aset bangsa yang harus diberikan haknya oleh orangtua dan keluarga tanpa diminta, anak sebagai social investation yang hasilnya dapat dilihat 20 tahun kemudian apabila sejak dini (golden age) dapat memberikan secara optimal pola pengasuhan, perawatan, pendidikan dan kasih sayang yang baik dari orangtuanya. Namun dalam penanganan permasalahan anak, memerlukan penaganan khusus yang membutuhkan orang-orang yang mempunyai keahlian khusus dan profesional tentang anak. Terutama anak dengan kecacatan, baik cacat berat maupun ringan.
PKSA merupakan respon sistemik dalam perlindungan anak, termasuk memberikan penekanan pada upaya pencegahan. Program ini dikembangkan dengan perspektif jangka panjang, sekaligus untuk menegaskan komitmen Kementerian Sosial dalam merespon tantangan dan upaya mewujudkan kesejah­teraan sosial anak yang berbasis hak. Juga per­wujudan dari kesungguhan Kementerian Sosial mendorong perubahan paradigma dalam  pengasuhan, peningkatan kesadaran masyarakat, serta penguatan tanggung jawab orangtua/keluarga dan perlindungan anak yang bertumpu pada keluarga dan masyarakat.
Sumber pendanaan tidak semata bertumpu pada APBN, tetapi meng­galang juga kerjasama luar negeri, APBD dan dukungan organisasi non-pemerintah dalam negeri maupun inter­nasional –termasuk sumber pendanaan Corporate Social Responsibilty.
Membangun Pusat Pendidikan dan Pelatihan –Pusdiklat khusus penderita kecacatan, sebagian diantaranya berada di usia produktif. Melalui Pusdiklat tersebut, diharapkan parapenyandang kecacatan mendapatkan keahlian dan mampu hidup mandiri. Orang-orang yang memiliki kecacatan pada usia produktif, memiliki keinginan kuat untuk mandiri dengan kemampuan yang dimiliki.
Forum Komunikasi Keluarga Anak Dengan Kecacatan (FKKADK), harus berusaha terus untuk mengangkat derajat hidup pemilik kecacatan. Sebab, mereka juga memilik hak yang sama dengan yang normal.


***