Meningkatkan Wawasan Dengan Berbagi Pengetahuan

Senin, 18 Maret 2013

Manfaat PKSA


Salah satu makna dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Sosial, adalah: pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi tersedianya lingkungan yang kondusif bagi perkembangan anak. Anak merupakan cikal bakal Sumber Daya Manusia yang akan menjadi pemimpin di masa depan untuk mempertahankan keutuhan dan kemerdekaan Negara Republik Indonesia.
Amanah Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 berkewajiban untuk melaksanakan perlindungan terhadap Anak Indonesia. Makna yang terkandung dalam peraturan tersebut di atas, adalah memberikan jaminan dan perlindungan pada setiap anak agar mereka mendapatkan hak-haknya untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi keamanan (UU No.32 pasal <1>). Disebutkan pula bahwa setiap anak memperoleh perlindungan dari: (1) pelibatan dalam sengketa bersenjata; (2) pelibatan dalam kerusuhan sosial; (3) pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan.
Program Perlindungan khusus terhadap anak-anak (children need of special protection) ditujukan pada anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus antara lain: anak jalanan, anak yang mengalami perlakuan salah atau eksploitasi seksual komersial dan non-komersial, pekerja anak, dan anak yang berkonflik dengan hukum. Perlindungan khusus diberikan kepada: (1) anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hokum; (2) anak dari kelompok minoritas dan terisolasi; (3) anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual; (4) anak yang diperdagangkan; (5) anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza); (6) anak korban penculikan, penjualan, perdagangan; (7) anak korban kekerasan, baik fisik dan/atau mental.
Menurut UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, orang tua; wali atau keluarga merupakan pihak pertama yang berkewajiban dan mempunyai tanggung jawab memberikan perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan pada anak. Pada saat orang tua, wali atau keluarga –karena berbagai sebab, tidak mampu lagi memenuhi kewajiban dimaksud, maka negara dan pemerintah diamanatkan untuk dapat memberikan jaminan perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak. 
Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA), memberikan perlindungan terhadap anak-anak yang bermasalah. Seluruh anak yang punya masalah dan membutuhkan perlindungan, akan mendapat pelayanan –termasuk merahasiakan keberadaan mereka jika dibutuhkan. Seperti anak yang dieksploitasi, korban perdagangan anak, korban kekerasan fisik dan mental, penyandang cacat, korban perlakuan salah dan penelantaran. Juga mereka yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
Pada dasarnya anak yang membutuhkan perlindungan khusus merupakan bagian dari anak-anak terlantar, yaitu mereka yang tidak terpenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosialnya. Kondisi dimaksud, sekaligus juga sangat mengancam kelangsungan hidup dan tumbuh-kembangnya anak.
Ada dua bentuk layanan, Pertama, pelayanan dalam bentuk perlindungan lembaga jika diperlukan. Yaitu si anak mendapat perlindungan dari RPSA ditempatkan di suatu tempat, atau Kedua RPSA cukup hanya melakukan pendampingan –anak tetap berada bersama keluarganya. Dua layanan tadi disebut Temporary Shelter dan Protection Home.
Temporary Shelter yaitu perlindungan pertama bersifat responsif dan segera bagi anak-anak yang mengalami kekerasan dan perlakukan salah atau yang membutuhkan perlindungan khusus. Kemudian Protection Home yaitu pelayanan perlindungan lanjutan dari temporary shelter yang berfungsi memberikan perlindungan, pemulihan, rehabilitasi, advokasi, dan reunifikasi bagi anak yang membutuhkan perlindungan khusus agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar. Layanan ini diperlukan bagi anak yang kasusnya belum dapat diselesaikan di temporary shelter.
Dalam menjalankan tugasnya, RPSA bekerja sama dengan petugas Satuan Bhakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos). Mereka yang memantau di lapangan kalau ada anak bermasalah dan butuh perlindungan. Anak-anak yang mendapat perlindungan, dalam batasan usia di bawah 18 tahun.
Sesuai dengan bentuk perlindungannya, maka tujuan RPSA untuk melindungi anak dalam melaksanakan tugas-tugasnya kembali sebagai anak, baik di rumah, sekolah maupun situasi kehidupan sosial lainnya. Memulihkan kondisi fisik dan mental, akibat tekanan maupun trauma yang dialami anak. Mengembangkan relasi sosial anak secara wajar dengan orang-orang di sekitarnya. Mewujudkan situasi lingkungan yang mendukung keberfungsian sosial anak serta mencegah terulangnya tindak kekerasan, perlakuan salah dan eksploitasi anak.
Pelayanan Sosial bagi Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus (AMPK), juga diberikan melalui Program Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) dalam bentuk Bantuan Tunai Bersyarat berupa tabungan sebesar Rp 1.800.000/ anak/tahun yang diperuntukkan bagi pemenuhan kebutuhan dasar (makanan dan nutrisi), aksebilitas pelayanan sosial dasar (akte kelahiran, biaya/sarana pendidikan, kesehatan, air bersih, rekreasi, dan keterampilan), penguatan tanggung jawab orang tua/keluarga dalam pengasuhan dan perlindungan anak.

Dirjen Yanrehsos Mengunjungi Penerima Manfaat PKSA
Makmur Sunusi, Ph.D. di Citepus Pasteur Bandung
Setelah membuka dengan resmi kegiatan Bimbingan dan Pemantapan Pekerja Sosial  Dalam Pengasuhan Alternatif/PKSA dan Pengelola Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) yang berlangsung di Bandung,  Dirjen Pelayanan Kesejahteraan Sosial (Yanrehsos) Makmur Sunusi Ph.D. turun langsung ke lapangan menemui para penerima manfaat yang terdiri dari anak-anak jalanan dan orangtuanya di daerah Citepus Pasteur, Bandung. Setelah menyusuri  jalanan yang sempit dan agak kumuh, Dirjen Yanrehsos yang disertai Harry Hikmat dan Rachmat Koesnadi  serta Sakti peksos, tiba di salah satu rumah penerima manfaat.
Pada kesempatan itu, Makmur Sunusi memberikan pengarahan kepada orangtua yang hadir untuk memanfaatkan dengan sebaik-baiknya  bantuan PKSA dari pemerintah tersebut untuk kepentingan masa depan anak-anak mereka dengan menarik anak-anaknya dari jalanan, kembali ke sekolah dan kembali ke rumah atau komunitasnya. Dijelaskannya pula bahwa jalanan bukan tempat yang baik untuk anak, karena rawan akan tindakan eksploitasi –baik seksual maupun tindak kekerasan terhadap anak, ditambah lagi resiko kecelakaan tertabrak kendaraan.
Para orangtua  dalam dialog tersebut berjanji  tidak akan menyuruh anaknya ke jalanan lagi dan akan bersungguh-sungguh  memanfaatkan tabungan anaknya untuk kepentingan si anak dengan dibantu para Sakti Peksos yang mendampingi mereka. Harapan mereka adalah anak-anaknya kelak bisa sukses dan berhasil serta tidak hidup susah seperti orangtuanya.

Profil Penerima Manfaat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
1.      Bermain Bola-lah, Lupakan Masa Lalu…!!!
B (13 tahun)
Lahir sebagai anak pertama dari dua bersaudara, B (13 tahun) tidak pernah membayangkan akan mengalami kejadian yang sangat mengenaskan yang akan menjadi kenangan paling buruk dalam kehidupannya. Saat itu B duduk di kelas enam di sebuah sekolah dasar di Kota Surabaya dan baru berumur  11 tahun, ketika peristiwa itu menimpanya. Tak ada pikiran buruk dalam benak bocah itu dan 14 teman sekolahnya saat penjaga kantin sekolah (X, 30 tahun) –dimana mereka menuntut ilmu, merayu mereka satu persatu untuk ikut ke rumah kontrakannya dengan berbagai alasan.
Akhirnya kebejatan penjaga kantin sekolah yang telah melakukan kekerasan seksual –sodomi disertai ancaman itu, terkuak juga  dan berakhir di penjara. Kementerian Sosial RI melalui Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak tidak tinggal diam mendengar peristiwa memilukan tersebut. Melalui Program Kesejahteraan Sosial Anak Mendapatkan Perlindungan Khusus (PKS-AMPK) Sakti Peksos Perlindungan Anak, melakukan pendampingan terhadap B dan 5 anak lainnya penerima PKS-AMPK untuk mengembalikan dan memulihkan kondisi fisik maupun psikisnya, agar kejadian buruk tersebut dapat cepat terlupakan dan mereka bisa kembali melanjutkan kehidupannya seperti dulu.
Melalui pengembangan minat dan bakat, B –yang orangtuanya bekerja sebagai pedagang minuman warung kopi di pinggiran jalan itu, mengisi aktivitasnya sepulang sekolah dengan mengikuti sebuah Sekolah Sepak Bola (SSB). Sekarang, B sudah duduk di kelas 1 SMP dan melalui SSB-nya ia mengikuti berbagai turnamen sepakbola di luar kota serta mulai bisa meniti karir sesuai cita-citanya, yakni: ingin menjadi seorang pemain bola yang andal.

2.      Aksesibilitas Menjadi Mudah Karena Tangan Palsu
AS (17 tahun)
Saat melahirkan anaknya AS 17 tahun yang lalu, S yang hanya ibu rumah tangga dan suaminya yang bekerja sebagai buruh serabutan, hanya bisa pasrah menerima anaknya yang lahir tidak sempurna. Kehidupan keluarga AS yang serba kekurangan, membuat kebutuhan dasar anaknya seperti makanan yang bergizi; pemeriksaan kesehatan dan kebutuhan perlengkapan sekolahnya kurang terpenuhi, hanya sekedarnya saja.
Beruntung, Yayasan Sayap Ibu sebagai mitra kerja Kemensos RI, membantu keluarga AS dengan santunan untuk mendukung proses belajar AS. AS menjadi anak binaan YSI dan mendapatkan tangan palsu. Tapi, seiring perkembangan tubuhnya, tangan palsu AS menjadi sempit untuk lengannya.
Program Kesejahteraan Sosial Anak Dengan Kecacatan (PKSADK) Kemensos RI dengan bantuan dana untuk pemenuhan hak dasar anak, bersama-sama dengan YSI  akhirnya berhasil mendapatkan tangan palsu baru untuk AS. Di RS Fatmawati, AS telah dioperasi dan kini sedang menjalani kontrol rutin kesehatan.
Kini, AS yang tinggal di sekitar Desa Pabuaran Cimone Jaya Tangerang itu, bisa memperoleh tangan palsu baru untuk membantu aktivitasnya sehari-hari, membeli perlengkapan sekolah, juga aksesibilitasnya ke kesehatan bisa dijangkau  dengan bantuan dana tabungan PKSA. Hal itu membuat AS yang pintar, bisa semakin mandiri dan percaya diri.

*) Sakti Peksos