Meningkatkan Wawasan Dengan Berbagi Pengetahuan

Jumat, 28 Februari 2014

Rarasing Rasa di Baturraden



Cinta tragis pemuda Suta seorang Batur –pembantu, yang menjalin asmara dengan Radennya yang ningrat, yakni: Putri Adipati. Keduanya benar-benar merasa saling jatuh hati, dan berencana meningkatkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan. Namun, tidak mendapat restu dari ayahanda sang putri dengan alasan berbeda derajat dan martabat diantara mereka. Cinta terlarang dan tragis mereka akhirnya diabadikan menjadi nama suatu tempat, yaitu: Baturraden.

Rarasing Rasa Wiwaraning Praja, bahwa: rasa yang serasi dari masyarakat merupakan pintu gerbang untuk memasuki daerah atau negara yang dicita-citakan. Keberadaan Kabupaten Banyumas tidak terlepas dari pendirinya, yaitu: Raden Joko Kahiman –yang kemudian menjadi Bupati pertama dikenal dengan julukan atau gelar: Adipati Marapat (Adipati Mrapat). Raden Joko Kahiman adalah putra Raden Banyaksasro dengan ibu dari Pasir Luhur. Sementara itu, Raden Banyaksosro adalah putra Raden Baribin –seorang pangeran Majapahit yang karena suatu kesalahan maka menghindar ke Pajajaran dan akhirnya dijodohkan dengan Dyah Ayu Ratu Pamekas (putri Raja Pajajaran). Sedangkan Nyi Banyaksosro –ibu dari Raden Joko Kahiman adalah putri Adipati Banyak Galeh (Mangkubumi II) dari Pasir Luhur. Semenjak kecil, Raden Joko Kahiman diasuh oleh Kyai Sambarta dengan Nyai Ngaisah –putri bungsu Raden Baribin.
Lokawisata Baturraden, Kabupaten Banyumas - Provinsi Jawa Tengah.

Lokawisata Baturraden
Baturraden –yang terletak di Kecamatan Baturraden adalah sebuah obyek wisata di pinggang Gunung Slamet –kurang lebih 3.432 meter dpl, berjarak sekitar 14 kilometer sebelah Utara Purwokerto –ibukota Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Lokawisata ini dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun umum. Bila menggunakan kendaraan umum, kita dapat naik angkutan kota dari terminal di Purwokerto dan turun di terminal lokawisata Baturraden. Baturraden merupakan kompleks wisata yang sangat luas dimana kita bisa menikmati pemandangan indah lereng Gunung Slamet atau melepaskan pandangan ke arah Kota Purwokerto dan Pulau Nusa Kambangan. Kita juga dapat bermain di kolam renang, air terjun, atau bahkan berjalan kaki ke sumber air panassumber air panas bersulfur Pancuran Telu, dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Batu andesit raksasa, banyak ditemui di Lokawisata Baturraden. Hal ini menunjukkan adanya kegiatan vulkanik dimasa lalu dari Gunung Slamet.
Batu andesit di Lokawisata Baturraden, Kabupaten Banyumas.
Di tempat wisata ini, kita juga dapat menikmati sensasi terapi ikan. Duduk santai, kedua kaki dicelupkan kedalam kolam dan seketika ikan-ikan mengerumuni dan menggigit bagian kaki yang dicelupkan. Efek dari terapi ikan ini yaitu saat kita selesai melakukan terapi, badan kita akan lebih terasa ringan. Konon dengan terapi ikan ini, dapat memperlancar aliran darah dan membuka kembali sel-sel kulit kaki yang sudah mati.
Sebuah air terjun cantik di Desa Ketenger yang terletak 3 km dari pusat Baturraden –bernama: Curug Gede, turut mempercantik panorama Baturraden. Ada juga yang dinamakan Telaga Sunyi, terletak di sebelah Timur dan berjarak sekitar 3,5 km dari Baturraden. Telaga ini terbilang indah, airnya jernih dan dingin.
Air terjun - Curug, di Lokawisata Baturraden.
Kita juga dapat mengunjungi Taman Bitanin (Botani) yang memiliki beragam tanaman dan bunga langka, di antaranya: keladi tikus; antarium lipstick; bunga Havana; brimulia; widoro laut; daun dewa; dan palem paris, yang tak hanya dipamerkan saja, tapi juga dijual sebagai souvenir. Wisata Pendidikan Wanasuka Baturraden –Taman Kaloka Widya Mandala, merupakan kebun binatang sekaligus sebagai wisata pendidikan, menghadirkan sejumlah binatang yang didatangkan dari dalam negeri maupun luar negeri. Di komplek wisata ini juga terdapat Museum Satwa Langka yang berisi binatang, seperti: beruang madu; harimau Sumatera; dan macan dahan.
Di samping obyek wisata yang sangat beragam, kawasan Baturraden ini juga diwarnai dengan fasilitas seni dan budaya. Ada Kenthongan –dengan ‘kenthong’ berupa potongan bambu yang diberi lubang di sisinya secara memanjang, merupakan kesenian musik khas Banyumas. Juga ada Grebeg Syura, yang diadakan setiap bulan pertama dalam kalendar tahun Islam. Pertunjukan musik Calung –alat musik yang terbuat dari potongan bambu dan tari tradisional Lengger –tarian yang dimainkan oleh dua orang perempuan atau lebih dan diiringi dengan Calung, memperkaya budaya daerah Baturraden. Tarian tradisional Banyumas lainnya, seperti: Ebeg –dengan ciri khasnya menggunakan Kuda Kepang, tidak kalah menariknya untuk disaksikan. Selain itu, pertunjukan bernuansa mistis pun ada, seperti: Kuda Lumping serta Sadranan sebagai upacara mengunjungi situs suci –biasanya kuburan, yang juga disebut Kenduren oleh masyarakat sekitar.

Asal Nama Baturraden
Ada tiga versi berbeda tentang asal muasal nama Baturraden.
PERTAMA. Alkisah pada jaman dahulukala, disebuah kadipaten hiduplah seorang Batur (pembantu) yang bernama Suta. Ia menjalin asmara dengan Radennya, yakni: Putri Adipati. Namun tidak mendapat restu dari Sang Adipati –ayahanda putri. Karena hubungan mereka tidak disetujui, akhirnya mereka berdua ‘putus hubungan’ di sebuah hutan, yang kemudian dinamakan Baturraden.
KEDUA. Suta adalah seorang Batur (abdi kadipaten) yang baik hati. Pada suatu hari, Suta sedang berjalan-jalan di wilayah kadipaten. Dia mendengar suara perempuan sedang menjerit-jerit ketakutan. Suta segera bergegas berlari ke arah sumber suara, dan ketika sampai, di salah satu dahan pohon ternyata ada seekor ular besar dan didekatnya ada Raden-nya (putri adipati) yang ketakutan melihat ular tersebut. Setelah dipukul beberapa kali dengan sebatang kayu, akhirnya ular itu roboh ke tanah dan tidak bergerak lagi. Melihat kejadian itu, putri adipati merasa senang dan kagum terhadap keberaniannya. Dan tanpa disadarinya, di hati sang putri timbul perasaan suka. Setelah kejadian itu, mereka menjadi akrab dan sering bertemu. Dari seringnya mereka bertemu, telah menumbuhkan bibit-bibit cinta diantara keduanya. Kanjeng Adipati yang mendengar berita bahwa putrinya menyukai Suta, menjadi murka. Suta kemudian dimasukkan kedalam penjara bawah tanah. Putri Adipati, lalu menemui abdi kepercayaan dan memaksanya untuk mengeluarkan Suta dari dalam penjara bawah tanah. Setelah berhasil keluar dari penjara, putri dan Suta melarikan diri keluar kadipaten. Mereka lalu menikah dan tinggal di sebuah desa kecil. Kini, desa itu disebut Desa Baturaden –asal kata dari ‘Batur’ yang artinya: abdi, dan ‘Raden’ yang menunjukkan keturunan ningrat (adipati).
KETIGA. Syech Maulana Maghribi adalah penyebar agama Islam yang secara kebetulan beliau juga seorang pangeran dari negeri Rum -Turki. Suatu hari -saat fajar menyingsing setelah melaksanakan sholat Subuh, Syech Maulana melihat cahaya misterius yang mencuat di angkasa. Sang pangeran ingin mengetahui dari arah mana cahaya misterius itu datang, dan apa arti pertanda itu. Kemudian beliau memutuskan untuk menyelidikinya dengan ditemani pengikutnya yang sangat setia, bernama: Haji Datuk, serta ratusan pengawal. Mereka berlayar menuju arah cahaya misterius itu. Setelah kapal yang ditumpanginya sampai di Pantai Gresik, tiba-tiba cahaya tersebut muncul di sebelah Barat. Pangeran beserta pengawalnya, kemudian pergi berlayar ke arah Barat mengikuti cahaya tersebut hingga sampailah di Pantai Pemalang. Di sini, Syech Maulana menyuruh hulu balangnya untuk pulang ke Turki. Sementara itu, beliau melanjutkan perjalanannya ditemani Haji Datuk dengan berjalan kaki ke arah Selatan sambil menyebarkan agama Islam. Ketika melewati daerah Banjar Cahyana, tiba-tiba beliau menderita penyakit gatal disekujur tubuhnya. Penyakit gatalnya, sulit disembuhkan. Pada sustu malam setelah menjalankan sholat Tahajjud, pangeran mendapat ilham untuk pergi ke Gunung Gora. Setibanya di lereng Gunung Gora, beliau meminta Haji Datuk untuk meninggalkannya sendirian dan menunggu di suatu tempat yang mengeluarkan kepulan asap. Ternyata di situ ada sumber air panas yang mempunyai tujuh buah pancuran. Syech Maulana memutuskan tinggal di sini untuk berobat dengan mandi secara teratur di sumber air panas yang memiliki tujuh buah mata air. Akhirnya, penyakit yang dideritanya sembuh total. Syech Maulana memberi nama tempat ini menjadi Pancuran Tujuh. Penduduk sekitar menyebut Syech Maulana dengan nama mbah Atas Angin –karena datang dari negeri yang jauh. Kemudian Syech Maulana Maghribi memberi gelar kepada Haji Datuk dengan sebutan Rusuludi –dalam bahasa Jawa, berarti: Batur kang Adi (Abdi yang setia). Desa itu kemudian dikenal dengan sebutan: Baturadi, yang lama-kelamaan menjadi Baturaden yang dalam penulisannya menggunakan satu ‘R’ yaitu: Baturaden. Karena Syech Maulana mendapat kesembuhan penyakit gatal dan keselamatan di lereng Gunung Gora, maka beliau mengganti namanya menjadi Gunung Slamet.
Melihat nama Baturraden yang penulisannya menggunakan dua ‘R’, serta kepercayaan masyarakat sekitar tentang mitos biasanya dua minggu sesudah datang bersama pasangan ke Baturaden, kebanyakan dari mereka ‘putus cinta’. Maka, sepertinya versi PERTAMA yang paling banyak digunakan sebagai 'rujukan' asal nama: Baturraden.
Wallahu’alam…



***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar