Meningkatkan Wawasan Dengan Berbagi Pengetahuan

Minggu, 23 Februari 2014

Bang Ucok: antara Aku dan Lumbini




International Buddhist Center
Taman Alam Lumbini adalah kompleks taman alam yang didalamnya terdapat sebuah pagoda Budha yang sangat megah. Terletak di Desa Tongkoh, Kecamatan Dolatrayat, Kabupaten Karo, Sumatera Utara –kurang lebih berjarak sekitar 55 kilometer dari Kota Medan. Untuk mencapai lokasi ini dari Bandara Polonia Medan, kita dapat menggunakan moda transfortasi di simpang pos Jalan Jamin Ginting. Di simpang pos ini, kita jumpai mobil-mobil angkutan umum rute Medan-Berastagi-Kabanjahe/Barusjahe. Bila kita turun di Tahura atau Simpang Tongkoh –Simpang Tongkoh dapat dikenali dengan tugu buah jeruk di tengah pertigaan, maka tinggal mengikuti saja tanda panahnya dan berjalan kaki sekitar 20 menit. Sepanjang perjalanan singkat ini, kita akan disuguhi dengan pemandangan tanaman-tanaman khas daerah dataran tinggi. Hamparan kebun strawberry; kebun jagung; kebun alpukat; dan kebun bunga, membentang di kiri-kanan jalan. Saat tiba di areal Taman Alam Lumbini, rasanya seperti sedang berada di Genting Highland Malaysia dan Myanmar secara bersamaan. Betapa tidak, Genting Highland yang terkenal dengan self-picking strawberry-nya dan Myanmar dengan Pagoda Shwedagon-nya, semuanya ada di Berastagi ini. Tulisan “Petik Sendiri” di depan kebun, dapat diartikan: “petik dan langsung makan”, ini Genting Highland banget. Sementara itu, bangunan Pagoda Lumbini ini merupakan replika dari Pagoda Shwedagon yang ada di Myanmar –pagoda adalah tempat ibadah untuk yang beragama Budha. Jadi, buat apa jauh-jauh ke sana jika di negara kita sendiri bisa melihat dan merasakannya di satu tempat dalam waktu yang bersamaan.
Self Picking Strawberry di Berastagi, ngga kalah ama yang di Genting Highland Malaysia.
Pembangunan kompleks Taman Alam Lumbini –dengan replika pagoda berlantai dua ini, merupakan sumbangan dari berbagai kelompok Buddhist dari berbagai negara. Selain bangunan pagoda yang megah, kompleks seluas kurang-lebih 3 hektar ini juga terhampar taman yang indah dengan mengikuti kontur alam yang curam sehingga menambah pesona dan keunikannya. Ikon utamanya berupa stupa berwarna emas dengan panjang 69 meter dan tingginya 46, 8 meter, serta beberapa relik dan patung lainnya –baik di taman maupun di tembok-tembok kompleks tersebut, diantaranya: 108 relik suci; 2.598 rupang Budha; 30 rupang Arhat; dan objek lainnya. Hampir seluruhnya dibawa langsung dari Myanmar, termasuk puncak pagoda setinggi 46,8 meter di atas stupa.
Pagoda di Taman Alam Lumbini, Berastagi - Provinsi Sumatera Utara.
Sebuah menara yang puncaknya berbentuk bekisar, berdiri di sebelah kiri pagoda. Sementara itu, di bawahnya menjuntai hiasan sulur berupa gelang-gelang emas sepanjang satu setengah meter. Puncak pagoda dihiasi dengan puluhan lonceng yang berdentang jika tertiup angin. Untuk menuju pagoda, kita harus melewati sebuah jembatan gantung –Titi Lumbini sepanjang 20 meter sebagai sarana penyeberangan dipadu-padankan dengan puluhan lentera yang bergelantungan. Di dalam pagoda –tepat di tengah-tengah ruangan, terdapat empat patung Budha yang diletakkan di empat arah mata angin dan menghadap ke pintu. Jika patung Budha yang di Myanmar bertatahkan permata, namun patung Budha di Taman Alam Lumbini ini terbuat dari batu marmer.
Patung Budha dari marmer, di dalam Pagoda Taman Alam Lumbini - Berastagi.
Replika Pagoda Shwedagon Myanmar di Taman Alam Lumbini, Berastagi - Sumut.
Titi Lumbini, jembatan penyeberangan ke Pagoda Taman Alam Lumbini.
Replika Pagoda Shwedagon di Taman Alam Lumbini ini, merupakan replika tertinggi kedua yang pernah ada diantara replika sejenis yang ada di luar Myanmar. Sementara di Indonesia, replika tersebut merupakan tertinggi sehingga meraih rekor MURI (Museum Rekor Indonesia) dengan kategori: Tertinggi di Indonesia –dan merupakan rekor pertama yang tercatat di Indonesia. Bukan hanya itu saja, Taman Alam Lumbini ini –yang mempunyai nama internasional: International Buddhist Center juga meraih rekor MURI dalam kategori: Puja Bakti/Pemberkatan yang dihadiri oleh Anggota Sangha terbanyak pada saat peresmiannya pada tanggal 30-31 Oktober 2010. Dimana 1.250 anggota Sangha yang hadir, terdiri dari: 100 orang bhikkhu dari Indonesia; 650 dari Birma/Burma (Myanmar); 400 dari Thailand; dan dari negara-negara lainnya (20 negara bikkhu, ikut dalam acara Puja Bakti). Dengan demikian, Taman Alam Lumbini memegang dua rekor MURI, yakni: Pagoda Tertinggi di Indonesia dan Kebaktian dihadiri Bhiku Terbanyak.
Rekor MURI: Kebaktian dihadiri Bhiku Terbanyak, Taman Alam Lumbini. 30-31 Oktober 2010.
Meski tidak dikenakan biaya sedikitpun, namun segala fasilitas umum yang disediakan di sini sangat terawat dan bersih. Mulai dari fasilitas pelayanan informasi, toilet, taman-taman rekreasi, permainan anak-anak, dan jembatan gantung sebagai infrastruktur penyeberang di taman, ditata indah dan disesuaikan dengan suasana hutan alam di sekelilingnya. Hal demikian menunjukkan bahwa tempat ini dikelola secara profesional, objek wisata ini patut menjadi contoh bagi objek-objek wisata lainnya di tanah air.
Pohon Bodhi dan kolam pemandian Ratu Mayadevi di Distrik Kapilavastu, Nepal.
“Lumbi” sendiri merupakan nama suatu tempat di kaki Pegunungan Himalaya (distrik Kapilavastu –Nepal, dekat perbatasan India), dimana Ratu Mayadevi melahirkan Pangeran Sidharta Gautama (563 SM). Di distrik Kapilavastu juga terdapat Puskarini –Kolam Suci, tempat Ratu Mayadevi mengambil ritual mandi –sesaat sebelum melahirkan Sidharta Gautama dan Pangeran Sidharta Gautama pun mandi untuk pertama kalinya. Pada tahun 1997, Lumbini menjadi situs warisan dunia UNESCO.
Ucok Durian di Jalan Iskandar Muda, Medan - Provinsi Sumatera Utara.

Ucok Durian
Anda belum ke Medan, bila belum mampir ke Ucok Durian. Ucok Durian tak lain adalah nama gerai/kedai durian di Jalan Iskandar Muda, Medan –dekat Pecel Lele Lela. Gerai ini hanyalah berupa halaman toko beratap langit, dengan kursi dan meja tertata seadanya. Namun selalu penuh dengan pengunjung, baik masyarakat Medan ataupun pendatang dari luar kota. Gerai ini awalnya bermula dari kesederhanaan Bang Ucok sebagai pemilik yang membuatnya disenangi dan mendatangkan banyak pengunjung, mengingat harga durian yang tidak stabil disebabkan oleh faktor musim. Selain itu, kita dapat menukar durian yang kurang bagus, sehingga kepuasan pun terjamin. Berarti: bila rasa buah tidak enak atau tak sesuai selera, pembeli dipersilakan menukarnya. Bang Ucok sendiri –yang lahir dengan nama Zainal Abidin tidak mengeluh, durian yang kurang bagus –dan sudah telanjur dibuka, dijual lagi ke toko yang menjual bahan makanan terbuat dari durian, seperti: pancake dan kolak durian dengan harga yang lebih murah. Jadi, tidak ada yang terbuang percuma.
Zainal "Ucok" Abidin
Sebagai anak lelaki tertua, dia terdorong untuk mandiri. Hari-harinya diisi dengan bekerja sebagai tukang angkut di Pasar Pringgan yang hanya berjarak 500 meter dari rumahnya. Di pasar inilah, dia kerap dipanggil ”Ucok” yang tenar sampai sekarang. Merasa bosan dengan pekerjaan itu, Bang Ucok menawarkan tenaganya kepada para penjual durian di sepanjang Jalan Iskandar Muda. Pria berdarah campuran Padang dan Batak Mandailing ini, berburu sendiri durian ke kampung-kampung di Sidikalang –salah satu sentra durian.
Bang Ucok, lazim membeli durian –dari petani durian sedikit lebih mahal dari pembeli lain. Dia pun mulai dikenal di kalangan petani durian di seantero Sumatera Utara. Biasanya, para petani menghubungi Bang Ucok saat pohon duriannya baru berbunga. Berarti, lima bulan lagi Bang Ucok harus datang membeli. Dengan pola ini, kedai Bang Ucok tak pernah kosong durian. Pokoknya, di tangan Bang Ucok, buah durian sepertinya tidak mengenal musim. Di gerai Bang Ucok, ibarat musim durian berlangsung sepanjang tahun.



***

2 komentar: