Meningkatkan Wawasan Dengan Berbagi Pengetahuan

Selasa, 18 Februari 2014

Layak Anak




Perlindungan anak merupakan isu pembangunan lintas program (cross-cutting issues), sehingga perlu adanya kebijakan yang mengintegrasikan berbagai program pembangunan yang berhubungan dengan anak di Kabupaten/Kota. Kebijakan Kota Layak Anak (KLA) merupakan suatu kebijakan untuk mengintegrasikan berbagai sumber daya pembangunan dan pengintegrasian berbagai kebijakan perlindungan anak yang sudah ada di Kabupaten/Kota secara terencana dan menyeluruh untuk memenuhi hak anak.

Kabupaten/Kota Layak Anak
Kota Layak Anak merupakan istilah yang diperkenalkan pertama kali oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan tahun 2005 melalui Kebijakan Kota Layak Anak. Karena alasan untuk mengakomodasi pemerintahan kabupaten, belakangan istilah Kota Layak Anak menjadi Kabupaten atau Kota Layak Anak dan kemudian disingkat menjadi KLA. Komitmen ini diperkuat lagi dengan lahirnya Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak. Puncaknya adalah pada Kabinet Indonesia bersatu jilid kedua, Presiden memberikan perhatian secara khusus pada masalah anak dengan merubah nama Kementerian Pemberdayaan Perempuan menjadi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Dalam kebijakan tersebut digambarkan bahwa KLA merupakan upaya pemerintahan Kabupaten atau Kota untuk mempercepat implementasi Konvensi Hak Anak (KHA) dari kerangka hukum kedalam definisi, strategi, dan intervensi pembangunan seperti kebijakan, institusi, dan program yang layak anak.
Dalam upaya terwujudnya Kota atau Kabupaten Layak Anak, tidaklah serta merta. Telah dilakukan langkah-langkah, diantaranya: menuju Kota Layak Anak, Pemenuhan Hak Anak dan Prestasi-Prestasi.
Langkah-langkah yang dimaksud pada menuju Kota Layak Anak, mulai dari: penyusunan database anak; pembentukan gugus tugas Kota Layak Anak; revitalisasi forum anak; penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD); perlindungan anak; dan sosialisasi Kota Layak Anak di sejumlah wilayah terkait. Disamping itu juga, dilakukan pembentukan gugus tugas kecamatan ramah anak, kampung ramah anak dan sekolah ramah anak. Bukan hanya itu saja, melainkan juga studi banding Kota Layak Anak dalam rangka penyusunan Peraturan Daerah inisiatif perlindungan anak hingga penyusunan dan pengesahan Peraturan Daerah Kota Layak Anak atau Peraturan Daerah inisiatif sebagai wujud komitmen politis DPRD dan KLA. Sementara untuk Pemenuhan Hak Anak sendiri yaitu pemenuhan hak cluster I berupa hak sipil dan kebebasan (hak identitas; hak perlindungan; hak berekspresi dan mengeluarkan pendapat; hak berorganisasi dan berkumpul secara damai; hak informasi yang layak; hak bebas dari penyiksaan dan penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia), hak cluster II berupa lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif (bimbingan dan tanggung jawab orang tua; anak yang terpisah dari orang tua; dan pemindahan anak secara illegal), hak cluster III berupa kesehatan dasar dan kesejahteraan (jaminan kesejahteraan sosial dan kesehatan), hak cluster IV berupa pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan seni budaya, dan hak cluster V berupa perlindungan khusus (jaminan akses perlindungan). Sedangkan untuk Prestasi-Prestasi, melalui prestasi bidang pemerintahan, olimpiade sains dan bidang pelayanan.

Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak
Suatu kabupaten/kota dapat disebut layak anak, apabila setidaknya memenuhi 31 (tiga puluh satu) Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA).
Indikator KLA dikembangkan mengacu pada Konvensi Hak Anak (KHA) dan peraturan perundang-undangan terkait anak.
1.        Adanya peraturan perundang-undangan dan kebijakan untuk pemenuhan hak anak.
Peraturan perundang-undangan yang dimaksud terutama adalah peraturan daerah (Perda). Substansi Perda tersebut mencakup pemenuhan hak anak berdasarkan Konvensi Hak Anak (KHA) mencakup 5 (lima) klaster, yaitu: (a) hak sipil dan kebebasan; (b) lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; (c) kesehatan dasar dan kesejahteraan; (d) pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan seni dan budaya; dan (e) perlindungan khusus. Perda tersebut dapat terdiri dari satu Perda yang mencakup 5 klaster atau berbagai Perda yang merupakan penjabaran dari masing-masing klaster tertentu. Selain Perda, peraturan perundang-undangan lainnya adalah Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati/Walikota, dan/atau Peraturan Kepala Desa/setingkat. Kebijakan yang dimaksud antara lain (namun tidak terbatas) berupa Keputusan, Instruksi, dan/atau Edaran.
Sumber data: Sekretaris Daerah, Biro Hukum, dan SKPD terkait.
2.        Persentase anggaran untuk pemenuhan hak anak, termasuk anggaran untuk penguatan kelembagaan.
Tersedianya anggaran untuk pemenuhan hak anak, termasuk anggaran untuk penguatan kelembagaan di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan lembaga terkait, serta jumlah alokasi anggaran pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya.
Sumber data: Bappeda dan SKPD terkait.
3.        Jumlah peraturan perundang-undangan, kebijakan, program dan kegiatan yang mendapatkan masukan dari Forum Anak dan kelompok anak lainnya.
Jumlah peraturan perundangan-undangan, kebijakan, program dan kegiatan yang mendapatkan masukan dari Forum Anak dan kelompok anak lainnya, masukan anak yang diterima untuk ditindaklanjuti, serta jumlah anak dan kelompok anak yang terlibat di dalamnya.
Sumber data: Bappeda, Badan PP dan Perlindungan Anak, dan Forum Anak.
4.        Tersedia sumber daya manusia (SDM) terlatih KHA dan mampu menerapkan hak anak kedalam kebijakan, program dan kegiatan.
Jumlah SDM meliputi antara lain: tenaga pendidik dan kependidikan, tenaga kesehatan, pekerja sosial, dan aparat penegak hukum, yang telah mengikuti pelatihan KHA. Pelatihan yang dimaksud adalah yang memenuhi standar materi, pendalaman masalah dan penanganan isu anak berdasarkan KHA. Tenaga/petugas pemberi layanan atau yang bekerja dengan anak perlu mendapatkan pelatihan tentang hak anak. Pelatihan ini dapat diselenggarakan oleh lembaga pelatihan yang memiliki kompetensi di bidang hak anak. Melalui pelatihan ini diharapkan tenaga/petugas pemberi layanan mampu melayani dan mendampingi anak dengan memperhatikan kepentingan terbaik anak, tidak diskriminatif, dan memperhatikan pendapat anak. Pelatihan dimaksud tidak termasuk kegiatan Sosialisasi tentang KHA, KLA, dan UUPA.
Sumber data: Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, SKPD terkait, dan organisasi kemasyarakatan di bidang hak anak.
5.        Tersedia data anak terpilah menurut jenis kelamin, umur, dan kecamatan.
Unsur utama pengembangan KLA adalah data. Data KLA dipastikan telah terpilah menurut jenis kelamin, umur, dan wilayah kecamatan. Data sangat bermanfaat bagi kabupaten/kota dalam perencanaan pemenuhan hak dan pembangunan anak secara luas. Dengan dimilikinya data anak, besaran masalah anak diketahui, sehingga dapat disusun kebijakan/program/kegiatan yang tepat untuk mengatasi masalah anak tersebut.
Sumber data: BPS, SKPD, dan PKK melalui Dasawisma, dan lain-lain termasuk data dari Perguruan Tinggi.
6.        Keterlibatan lembaga masyarakat dalam pemenuhan hak anak.
Keterlibatan masyarakat dapat berbentuk pemberdayaan keluarga/masyarakat sekitar, program bersama, penyediaan fasilitas, penyediaan layanan tumbuh kembang dan perlindungan anak, dan/atau penyediaan dana. Sebagai contoh: layanan anak terlantar, penyediaan tempat penitipan anak, taman bermain, pusat informasi anak, lembaga layanan pendidikan, lembaga layanan kesehatan, lembaga bantuan hukum, rumah aman, lembaga penyediaan alat bantu bagi anak berkebutuhan khusus, atau pusat pengembangan kreativitas, seni dan budaya.
Yang dimaksud dengan lembaga masyarakat adalah sesuai dengan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat. Yang termasuk lembaga masyarakat adalah organisasi profesi, organisasi swasta, organisasi sosial, organisasi politik, organisasi media masa, organisasi keagamaan, LSM.
Sumber data: Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan lembaga layanan bersangkutan.
7.        Keterlibatan dunia usaha dalam pemenuhan hak anak.
Keterlibatan dunia usaha dapat berbentuk kebijakan, produk yang memenuhi syarat layak anak, pemberdayaan keluarga/masyarakat sekitar, penyediaan fasilitas, penyediaan layanan dalam tumbuh kembang dan perlindungan anak, dan/atau dana. Contoh: kebijakan pencegahan penggunaan tenaga kerja anak; produksi makanan yang aman, bermutu dan bergizi; serta penyediaan tempat penitipan anak, ruang bermain, pojok ASI, taman bermain, pusat informasi, atau Telepon Sahabat Anak (TESA).
Sumber data: Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Perdagangan, Dinas Perindustrian, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Dinas Sosial, dan Dinas Tenaga Kerja.
8.        Persentase anak yang teregistrasi dan mendapatkan Kutipan Akta Kelahiran.
Catatan: sudah ada Keputusan MK yang menyatakan anak di luar nikah bisa mencantumkan nama ayahnya, dengan syarat: dibuktikan dengan saksi dan alat bukti. Sudah ada MoU antar 8 Kementerian, apakah MoU tersebut telah diterapkan dalam kebijakan/program di daerah.
Pemberian Kutipan Akta Kelahiran anak (0-18 tahun) sudah dibebaskan dari bea (gratis). Bebas bea di sini adalah mulai dari saat pelaporan hingga diberikannya Kutipan Akta Kelahiran. Tidak diperkenankan pembayaran sekecil apapun mulai dari pengambilan formulir, pengisian, pencatatan dalam buku register hingga diberikannya Kutipan Akta Kelahiran tersebut ke tangan yang berhak. Yang dimaksud dengan komponen biaya adalah termasuk administrasi, biaya cetak, retribusi, meterai, denda, pungutan ataupun biaya lain yang dimintakan kepada pelapor/penerima Akta.
Jumlah anak usia 0-18 tahun yang dimaksud adalah jumlah dari seluruh anak yang baru lahir hingga anak berusia 18 tahun, termasuk anak yang berkebutuhan khusus (ABK) dan anak dari kelompok rentan administrasi kependudukan lainnya. Untuk memastikan data yang diperoleh akurat dan menggunakan patokan yang sama, maka penentuan usia anak untuk tahun berjalan akan menggunakan data per tanggal 1 Januari pada tahun berjalan. Dengan demikian, anak yang sudah lewat usia 18 tahun pada tanggal 1 Januari tahun berjalan sudah tidak dimasukkan lagi dalam data jumlah anak. Apabila daerah memiliki tanggal pendataan yang lebih baru (up to date) pada tahun berjalan, diharapkan untuk mencantumkan tanggal dilakukannya pendataan pada tahun berjalan tersebut.
Jumlah anak yang tercatat dan memiliki Akta adalah jumlah dari seluruh anak umur 0-18 tahun per tanggal 1 Januari tahun berjalan yang sudah dicatatkan dalam buku register akta yang resmi dan sekaligus sudah diberikan Kutipan Akta Kelahirannya. Anak yang baru dicatatkan namun belum dibuatkan Akte Kelahirannya, atau yang sudah dibuatkan Kutipan Akta Kelahiran namun belum dimasukkan ke dalam buku register, keduanya tidak boleh dimasukkan dalam data. Pastikan bahwa ABK dan anak dari kelompok rentan administrasi kependudukan lainnya juga tercakup dalam data.
Yang dimaksud dengan data terpilah adalah diadakan penghitungan terpisah untuk jumlah anak laki-laki dan jumlah anak perempuan. Data anak juga dikelompokkan berdasarkan kelompok umur per satu tahun. Jelaskan pada usia berapa pada umumnya anak itu dicatatkan.
Yang dimaksud dengan upaya peningkatan cakupan adalah segala kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang dilakukan daerah dalam dua tahun terakhir dalam upaya peningkatan cakupan registrasi dan kepemilikan Akta Kelahiran hingga mencapai target 100%. Sertakan penjelasan alokasi anggaran dan sumber pendanaan yang dipakai, tenaga yang dilibatkan, jumlah kelompok sasaran yang dituju dan tingkat keberhasilannya.
Jelaskan upaya nyata yang sudah dilakukan antara lain: sosialisasi baik kepada warga maupun aparat pemerintahan daerah; koordinasi dengan berbagai organisasi/lembaga kemasyarakatan dalam berbagai bentuk dan profesi; adanya layanan bagi anak terlantar, panti atau dari kelompok rentan administrasi kependudukan lainnya; mendekatkan layanan hingga menjangkau setiap kelurahan/desa; kerjasama dengan komunitas warga (misalnya RT/RW/dusun); apakah dimungkinkan pengurusan kolektif; apakah ada upaya mengantisipasi masalah penetapan pengadilan negeri; adanya dispensasi; cara mengatasi penggantian biaya cetak blanko dan meterai pada Akta dan Kutipan Akta; apa saja upaya peningkatan kapasitas petugas pencatatan sipil yang sudah dilakukan; bagaimana cara memadukan dengan program lain yang sedang berjalan (misalnya: dasa wisma, PKK, PAUD dan sebagainya); dan bagaimana memastikan penyampaian kebijakan dari tingkat nasional hingga ke tingkat terbawah. Apabila ada upaya-upaya lain yang bisa dijelaskan, sangat diharapkan.
Sumber data: Sekretariat Daerah, Biro Hukum Pemda, Biro Tata Pemerintahan, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Badan Pusat Statistik Daerah.
9.        Tersedia fasilitas informasi layak anak.
Fasilitas dapat berupa: pojok baca, taman cerdas, perpustakaan, layanan informasi daerah, dan sebagainya, yang menyediakan informasi sesuai kebutuhan dan usia anak, termasuk informasi penanggulangan bencana. Fasilitas yang didata hanya yang memenuhi kriteria layak anak, yaitu bebas pelanggaran hak anak/bahan berbahaya misalnya: kekerasan, diskriminasi, rasialisme, ancaman, kevulgaran, kecabulan, atau ekspose data/diri pribadi anak. Bahan informasi yang disediakan sudah diperiksa dan ada pemantauan rutin. Akses diperoleh tanpa mengeluarkan biaya/bebas bea untuk setiap pelayanan reguler seperti kartu anggota atau langganan penggunaan/peminjaman; penyebaran lokasi merata menjangkau setiap pelosok; sudah memperhatikan kebutuhan anak, termasuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dan anak dari kelompok rentan lainnya seperti kelompok miskin, minoritas, korban bencana, atau terasing. Di luar kriteria tersebut, tidak dimasukkan kedalam data.
Sumber informasi layak anak dikelompokkan kedalam enam kategori: Penyiaran, Buku, Terbitan Berkala, Internet, Video, dan Bahan Lainnya.
a.     Penyiaran
Radio dan Televisi (baik internasional, nasional ataupun lokal). Apakah tersedia siaran radio atau televisi di daerah tersebut (baik melalui udara terbuka, satelit ataupun kabel). Apakah menjangkau seluruh wilayah atau hanya sebagian masyarakat.
Sumber data: Komisi Penyiaran Indonesia Daerah, dan Dinas Komunikasi dan Informasi.
b.    Buku
Yang dimaksud buku di sini adalah yang disediakan melalui perpustakaan, perpustakaan keliling atau taman/pojok baca layak anak. Toko buku tidak dimasukkan ke dalam pendataan. Apabila perpustakaan dan sejenisnya itu ternyata diperuntukkan bagi orang dewasa atau mencampurkan koleksi dewasa dengan anak tanpa pemisahan, maka tidak digolongkan layak anak. Jumlah koleksi yang layak anak juga harus memadai sesuai kategorinya, dapat dikategorikan sesuai dengan usia anak/tingkat sekolah. Rasio kecukupan judul dan jumlah buku yang tinggi sangat diharapkan. Harap dijelaskan perkembangan judul buku dan jumlah buku yang ditampung. Perpustakaan memasukkan kategori perpustakaan daerah, perpustakaan sekolah atau perpustakaan swasta (termasuk perpustakaan khusus dari pusat kebudayaan) yang memberikan akses kepada anak secara luas. Apabila ada tambahan fasilitas seperti layanan internet, multimedia, museum koleksi atau laboratorium untuk peragaan, dicantumkan sebagai satu unit perpustakaan tunggal. Apabila lebih dominan penyediaan layanan di luar buku/terbitan, tempat tersebut diklasifikasikan sebagai “Bentuk Lainnya”. Apabila untuk mengaksesnya harus mengeluarkan biaya yang tidak terjangkau anak pada umumnya di daerah, maka perpustakaan seperti itu tidak dimasukkan dalam pendataan. Perpustakaan keliling harus bergerak secara rutin mengikuti jadual tertentu yang menjangkau pelosok-pelosok. Rasio buku bisa disesuaikan dengan tetap memperhatikan kriteria layak anak dan mempertimbangkan kategori usia anak dan pengembangan bakat, minat dan kemampuannya. Taman/pojok baca lebih dimaksudkan sebagai tempat membaca, dengan sediaan jumlah dan judul buku relatif terbatas. Fasilitas yang dihitung hanya yang memenuhi syarat minimal tempat membaca yang nyaman dan tersedia buku anak. Apabila tempat ini disediakan oleh swasta, pastikan bahwa fasilitas tersebut bebas bea dan tidak memaksa anak untuk membeli atau membayar sesuatu untuk mengaksesnya (misalnya pada kafe buku, kantor tiket angkutan, dan sebagainya).
Sumber data: Kantor Arsip Daerah, Perpustakaan Daerah, dan Dinas Komunikasi dan Informasi.
c.     Terbitan Berkala
Terbitan berkala dan sejenis yang bersifat publik (diperjualbelikan secara bebas), maka yang didata hanya yang tersedia dalam bentuk akses gratis publik dengan media tertentu (papan/dinding surat kabar reguler, pusat dokumentasi terbitan dan sejenisnya yang memang disediakan untuk publik). Jumlah media inilah yang dihitung dalam pendataan. Apabila terbitan berkala tersebut berbentuk layanan umum dalam sebuah perpustakaan, dimasukkan dalam kategori “Buku” dan disatukan dengan perpustakaan induknya untuk menghindari penghitungan ganda.
Sumber data: Kantor Arsip Daerah, Perpustakaan Daerah, Dinas Komunikasi dan Informasi, Dinas Perindustrian, Dinas Perdagangan, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pendidikan.
d.    Internet
Baik dalam bentuk web, internet, layanan informasi publik, dan sebagainya. Pendataan hanya dilakukan bagi layanan internet gratis yang disediakan pemerintah daerah (melalui SKPD atau unit), baik melalui unit dampingan (misalnya pada PAUD atau BKB/BKR dan sejenisnya) atau pada lokasi kantor lembaga publik, yang menyediakan layanan kepada anak (atau setidaknya memberikan alokasi waktu tertentu bagi anak) dengan melakukan pemantauan terhadap informasi yang layak anak yang bisa dibuka melalui layanan internet tersebut. Layanan provider telekomunikasi bergerak (HP), tidak dimasukkan pendataan. Apabila fasilitas layanan tersebut tergabung dalam perpustakaan/perpustakaan keliling, tidak dimasukkan dalam kategori ini, namun berada dalam kategori “Buku”, sesuai jenis perpustakaan/perpustakaan keliling yang melayaninya. Warung internet swasta, tidak dimasukkan di sini.
Sumber data: Dinas Komunikasi dan Informasi, Dinas Perdagangan, Dinas Perijinan, Dinas Pendidikan, dan Dinas Sosial.
e.     Video (termasuk audio)
Dalam berbagai bentuk dan jenisnya seperti VHS, Beta, VCD, DVD, Blue-ray dan media penyimpanan audio-video lainnya. Yang didata adalah jumlah lembaga yang menyediakan layanan pemutaran/peminjaman multimedia. Apabila fasilitas layanan multimedia tersebut tergabung dalam perpustakaan/perpustakaan keliling, tidak dimasukkan dalam kategori ini, namun dalam kategori “Buku” sesuai jenis perpustakaan yang melayaninya. Penyewaan dan penjualan video swasta tidak dimasukkan di sini.
Sumber data: Dinas Komunikasi dan/atau Informasi, Dinas Perdagangan, dan Dinas Perijinan.
f.     Bentuk Lainnya
Permainan elektronik, edutainment dan interaktif seperti pada taman cerdas, taman teknologi, museum, laboratorium publik, pusat budaya, pusat informasi dan sebagainya. Pendataannya dilakukan berdasarkan jumlah lembaga yang menyediakan layanan tersebut lebih dominan dibandingkan fasilitas lainnya di atas (siaran, buku, internet, multimedia). Rental permainan elektronik tidak dimasukkan di sini, meskipun tetap dilakukan pengawasan oleh pemerintah daerah. Pendataan Museum, hanya untuk yang memiliki akses anak secara bebas bea atau setidaknya biaya masuk yang ringan. Arsip daerah yang terbuka kepada publik (termasuk yang mengoleksi barang cetakan yang bisa diklasifikasikan judulnya), dimasukkan sebagai bagian kategori “Buku”. Taman cerdas, rumah pintar, pusat kreatifitas, taman teknologi, pusat kebudayaan, laboratorium publik dan sejenisnya yang dikembangkan bukan semata sebagai tempat penyediaan informasi bagi anak, namun untuk digunakan sebagai pengembangan kreativitas anak, harap dimasukkan kedalam Kluster IV Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang dan Kegiatan Seni dan Budaya.
Sumber data: Dinas Komunikasi dan Informasi, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Pendidikan, Dinas Arsip dan/atau Perpustakaan Daerah.
Perlu dijelaskan apakah ada kendala yang menghalangi terpenuhinya akses bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) atau anak-anak dari kelompok rentan lainnya (misalnya dari kelompok miskin, minoritas, korban bencana, terasing dan sebagainya) baik dalam bentuk fasilitas gedung/sarana/prasarana maupun juga dari sisi materi/tulisan/bahasa. Setiap kelembagaan/fasilitas yang disebutkan di atas menyediakan daftar hadir atau kartu anggota.
10.    Jumlah kelompok anak, termasuk Forum Anak, yang ada di kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan.
Yang dimaksudkan dengan kelompok anak adalah perkumpulan yang beranggotakan anak atas inisiatif dan dikelola oleh anak itu sendiri, untuk mengembangkan bakat, minat dan kemampuan. Kelompok anak bisa beragam bentuk, yang pada khususnya merupakan wadah kegiatan atau partisipasi.
Yang dimaksudkan dengan Forum Anak adalah wadah partisipasi anak di tingkat kabupaten/kota, yang berperan memberikan masukan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan pemenuhan hak anak. Keanggotaan Forum Anak terdiri dari perwakilan anak-anak dari tingkat kecamatan yang mewakili semua kelompok anak, berdasarkan minat, bakat dan/atau kemampuan, laki-laki dan perempuan, tanpa diskriminasi, termasuk anak berkebutuhan khusus, anak minoritas dan adat.
Sumber data: Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana, dan SKPD terkait.
11.    Persentase usia perkawinan pertama di bawah 18 tahun.
Untuk mengurangi pernikahan usia anak, pemerintah daerah dapat melakukan upaya antara lain dalam bentuk: sosialisasi, advokasi, pemberian konsultasi pra-pernikahan, dan/atau sanksi terhadap pelaku pelanggaran (orangtua, pemuka agama dan pejabat publik yang menikahkan).
Sumber data: Kantor Kementerian Agama, Pengadilan Agama, Pengadilan Negeri, dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
12.    Tersedia lembaga konsultasi bagi orang tua/keluarga tentang pengasuhan dan perawatan anak.
Lembaga yang dimaksud adalah yang memberikan layanan bagi orang tua/keluarga, misalnya: Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR), Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), pos curhat, lembaga konsultasi keluarga, dan sebagainya.
Sumber data: Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana, PKK.
13.    Sebagai alternatif terakhir dalam pengasuhan anak tersedia lembaga kesejahteraan sosial anak (LKSA) yang memenuhi persyaratan.
Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) adalah lembaga yang menyediakan layanan anak di luar asuhan keluarga, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun masyarakat. Pengasuhan anak pada prinsipnya berada di keluarga, dengan demikian keberadaan LKSA merupakan tempat pengasuhan anak yang bersifat “sementara” sampai ditemukan keluarga yang bisa mengasuh anak.
Sumber data: Dinas Sosial
14.    Angka Kematian Bayi (AKB).
Angka Kematian Bayi (Infant Mortality Rate) adalah angka perhitungan dari jumlah kematian bayi kurang dari satu tahun untuk setiap seribu kelahiran hidup yang terdapat di suatu wilayah persatu tahun berjalan.
Sumber data: Dinas Kesehatan.
15.    Prevalensi kekurangan gizi pada balita.
Mekanisme penanganan gizi kurang dilakukan melalui upaya pencegahan dan penanggulangan, antara lain melalui: penyuluhan gizi, penjaringan kasus, optimalisasi potensi pangan lokal dan pemberian makanan tambahan.
Sumber data: Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, dan Dinas Perikanan.
16.    Persentase ASI eksklusif
Yang dimaksud ASI eksklusif adalah memberikan ASI saja kepada bayi, tanpa makanan lain, sampai bayi mencapai usia 6 bulan. Termasuk penegasan larangan pengiklanan susu formula dan pembatasan pemberian rekomendasi bagi pemberian susu formula.
Sumber data: Dinas Kesehatan, dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana.
17.    Jumlah Pojok ASI.
Pojok ASI dan fasilitas menyusui yang dimaksud harus memenuhi persyaratan: ada ruangan tertutup, wastafel (tempat cuci tangan), lemari es, meja bayi, dan kursi untuk tempat duduk ibu yang menyusui/memerah ASI. Pojok ASI dan fasilitas menyusui terutama disediakan di tempat kerja (instansi pemerintah dan swasta), di tempat umum (pusat perbelanjaan, stasiun, bandara, dll) dan tempat layanan publik lainnya. Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif.
Sumber data: Dinas Kesehatan, dan Badan Pemberdayaan Perempuan.
18.    Persentase imunisasi dasar lengkap.
Yang disebut Imunisasi Dasar Lengkap adalah BCG 1 kali, DPT 3 kali, HB 3 kali, Polio 4 kali, dan Campak 1 kali.
Sumber data: Dinas Kesehatan
19.    Jumlah lembaga yang memberikan pelayanan kesehatan reproduksi dan mental.
Contoh lembaga yang memberikan pelayanan kesehatan reproduksi dan mental adalah Pusat Informasi Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIKKRR), Pusat Konsultasi Psikologi, dan Pusat Rehabilitasi Ketergantungan Narkoba.
Sumber data: BKKBN, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan BNN.
20.    Jumlah anak dari keluarga miskin yang memperoleh akses peningkatan kesejahteraan.
Contoh program pengentasan kemiskinan adalah Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Jaminan Persalinan (Jampersal), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sehat, dan lain-lain.
Sumber data: Badan Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja, dan Dinas Kesehatan.
21.    Persentase rumah tangga dengan akses air bersih.
Rumah tangga yang memiliki akses air bersih yang dimaksud adalah yang melalui jaringan pipa dan/atau non pipa yang dilaporkan oleh Puskesmas. Air bersih merupakan air yang layak untuk diolah menjadi air minum.
Sumber data: Dinas Pekerjaan Umum.
22.    Tersedia kawasan tanpa rokok.
Kawasan tanpa rokok, adalah suatu ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok, menjual, mengiklankan dan/atau mempromosikan produk tembakau. Kawasan tanpa rokok ditetapkan di gedung pemerintahan, fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar (pendidikan), tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan (oleh Pemerintah Daerah). Kawasan tanpa rokok dikembangkan di wilayah yang terdapat anak, PP No.109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Sumber data: Badan Lingkungan Hidup, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana.
23.    Angka partisipasi pendidikan anak usia dini.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah pendidikan bagi anak usia pra sekolah (0-6 tahun), dalam bentuk pendidikan formal, nonformal, dan informal. Angka partisipasi PAUD yang dimaksud adalah angka partisipasi kasar (APK) PAUD dan angka partisipasi murni (APM) PAUD.
Sumber data: Dinas Pendidikan, dan HIMPAUDI.
24.    Persentase wajib belajar pendidikan 12 tahun.
Data pendidikan dapat menggunakan data angka partisipasi sekolah (APS), angka partisipasi kasar (APK) dan/atau angka partisipasi murni (APM).
Sumber data: Dinas Pendidikan
25.    Persentase sekolah ramah Anak.
Angka persentase dihitung dari jumlah sekolah yang memenuhi kriteria sekolah ramah anak dibandingkan dengan jumlah sekolah. Sekolah ramah anak adalah sekolah yang mampu menjamin pemenuhan hak anak dalam proses belajar mengajar, aman, nyaman, bebas dari kekerasan dan diskriminasi, serta menciptakan ruang bagi anak untuk belajar berinteraksi, berpartisipasi, bekerja sama, menghargai keberagaman, toleransi dan perdamaian. Persyaratan minimal sekolah ramah anak, antara lain adalah: (1) mempunyai kebijakan anti kekerasan (sesama siswa, tenaga pendidik dan kependidikan, termasuk pegawai sekolah lainnya); (2) memiliki program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS); (3) lingkungan sekolah yang bersih dan sehat; (4) menerapkan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS); (5) sekolah yang sadar dan ramah lingkungan Adiwiyata; (6) memiliki Warung/Kantin Kejujuran; (7) siswa terlibat/dilibatkan dalam pembuatan kebijakan sekolah; dan (8) Guru terlatih KHA.
Sumber data: Dinas Pendidikan, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Kesehatan, dan Badan Pemberdayaan Perempuan.
26.    Jumlah sekolah yang memiliki program, sarana dan prasarana perjalanan anak ke dan dari sekolah.
Sekolah yang memiliki program yang diarahkan pada penciptaan keamanan dan keselamatan perjalanan anak ke dan dari sekolah. Dalam program ini ditandai oleh adanya pelatihan, penyediaan rambu lalu-lintas, zona selamat sekolah, dan penyedian sarana dan prasarana perjalanan anak ke dan dari sekolah. Program ini disusun bersama antara Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan dan Kepolisian. Program, sarana dan prasarana perjalanan anak ke dan dari sekolah, antara lain meliputi: (1) pendidikan tentang tertib berlalu lintas (termasuk makna marka dan rambu); (2) pengadaan taman lalu lintas; (3) Zona Selamat Sekolah (rambu dan marka); (4) Patroli Keamanan Sekolah; (5) infrastruktur perjalanan anak (pedestrian, jembatan penyeberangan, naungan/ tempat berteduh, garis penyeberangan, tersedia fasilitas rekreatif dan edukatif, dll.); (6) pengaturan parkir kendaraan; (7) petugas keamanan; dan (8) alat keselamatan sesuai moda transportasi (helm, pelampung, dll).
Sumber data: Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan, Kepolisian, dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana.
27.    Tersedia fasilitas untuk kegiatan kreatif dan rekreatif yang ramah anak, di luar sekolah, yang dapat diakses semua anak.
Yang dimaksud dengan fasilitas kreatif dan rekreatif adalah sarana dan prasarana yang disediakan untuk mengembangkan minat bakat anak, memanfaatkan waktu luang serta menjadi media ekspresi yang berada di luar sekolah, baik yang disediakan oleh pemerintah, masyarakat maupun dunia usaha. Contohnya adalah sanggar, kegiatan seni budaya, taman kota, taman cerdas, taman teknologi, museum, pedestrian, dan fasilitas olah raga. Yang dimaksud dengan event/kegiatan/pertunjukan kreatifitas anak, antara lain Jambore Anak atau Lomba Kreativitas Anak.
Sumber data: Dinas Kebudayaan, Dinas Pariwisata, Dinas Pertamanan, Dinas Olah Raga, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana, dan Kelompok Anak.
28.    Persentase anak yang memerlukan perlindungan khusus yang memperoleh pelayanan.
Yang dimaksud anak yang membutuhkan perlindungan khusus (AMPK) adalah anak yang berada dalam situasi darurat (anak yang menjadi pengungsi, anak korban kerusuhan, anak korban bencana alam, anak dalam situasi konflik bersenjata), anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Jenis pelayanan yang diberikan bagi AMPK adalah bantuan medis, psikologis dan psikososial, hukum (medikolegal), konsultasi, rehabilitasi, sarana dan prasarana penunjang bagi anak berkebutuhan khusus, pendidikan khusus, pemulangan, dan reintegrasi sosial.
Yang dimaksud anak korban kekerasan adalah anak yang mengalami kekerasan fisik, psikis, seksual, penelantaran, eksploitasi dan/atau kekerasan lainnya sebagaimana dijelaskan dalam Standar Pelayanan Minimal Bidang Layanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. Contoh: anak korban perdagangan orang dan anak korban kekerasan dalam rumah tangga. Program/kegiatan pencegahan yang difokuskan pada deteksi dini tindak kekerasan terutama berbasis keluarga dan masyarakat.
Yang dimaksud dengan lembaga penyedia layanan antara lain adalah Hotline Pengaduan, Pusat Pelayanan Terpadu (PPT), Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA), sarana layanan kesehatan, Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA), Rumah Aman, Lembaga Bantuan Hukum, dll.
Sumber data: Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan lembaga layanan bersangkutan.
29.    Persentase kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) yang diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).
Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) adalah anak yang disangka melakukan tindak pidana. Pendekatan keadilan restoratif memprioritaskan diversi (menghindarkan anak dari proses pengadilan), sehingga selesai pada tingkat kepolisian. Mekanisme diversi adalah mekanisme pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar pengadilan anak.
Sumber data: Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Dinas Sosial, dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana
30.    Adanya mekanisme penanggulangan bencana yang memperhatikan kepentingan anak.
Sumber data: Badan Penanggulangan Bencana Daerah, dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana.
31.    Persentase anak yang dibebaskan dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak.
Yang dimaksud dengan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak adalah: (1) segala bentuk perbudakan atau pratik sejenis perbudakan, seperti: penjualan dan perdagangan anak, kerja ijon dan perhambaan serta kerja paksa atau wajib kerja, termasuk perekrutan anak secara paksa untuk dilibatkan dalam konflik bersenjata; (2) pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran, untuk produksi pornografi atau untuk pertunjukan porno; (3) pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk kegiatan berbahaya, khususnya untuk produksi dan perdagangan obat-obatan sebagaimana diatur dalam perjanjian internasional yang relevan; dan (4) pekerjaan yang sifatnya atau berdasarkan lingkungannya dapat membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak.
Program pencegahan agar anak-anak tidak bekerja, antara lain berupa: pemberdayaan ekonomi keluarga, pencegahan perkawinan usia anak, dan advokasi ke dunia usaha dan masyarakat untuk tidak mempekerjakan anak.
Program penanganan antara lain melalui Program Penarikan Pekerja Anak dan Program Pelatihan Keterampilan Anak.
Sumber data: Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Sosial, dan Kepolisian.
Sumber data Badan PP dan KB diubah menjadi Badan PP dan PA.




***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar