Meningkatkan Wawasan Dengan Berbagi Pengetahuan

Rabu, 24 Desember 2014

Anak, antara Hari dan Kesehatannya



Peringatan Hari Anak Nasional dimaksudkan agar seluruh komponen bangsa Indonesia, yaitu negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orangtua, bersama-sama mewujudkan kesejahteraan anak dengan menghormati hak-hak anak dan memberikan jaminan terhadap pemenuhannya tanpa perlakuan diskriminatif. Peringatan Hari Anak Nasional juga untuk menggugah dan meningkatkan kesadaran seluruh komponen bangsa Indonesia bahwa anak merupakan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, dan oleh karena itu, kepada anak perlu diberikan bekal keimanan; kepribadian; kecerdasan; keterampilan; jiwa dan semangat kebangsaan; serta kesegaran jasmani, agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berbudi luhur; bersusila; cerdas; dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian, diperingatinya Hari Anak Nasional tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan peran-serta pemerintah; dunia usaha; masyarakat; keluarga; dan orangtua, dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak, serta menunjukkan kepada dunia internasional, bahwa bangsa Indonesia berkomitmen untuk memenuhi hak-hak anak sesuai dengan Konvensi Hak-hak Anak.
Peringatan Hari Anak Nasional Indonesia, Lapang Gasibu Bandung - Jawa Barat.

Kesehatan Anak
Hari Anak Nasional adalah perayaan yang diselenggarakan pada setiap tanggal 23 Juli di Indonesia, dan bertujuan untuk menghormati hak-hak anak. Diadopsinya Konvensi Hak Anak, merupakan perubahan radikal dalam memandang anak. Anak yang semula dipandang sebagai sosok yang layak dilindungi dan dikasihani sehingga pendekatannya bersifat karitatif –belas-kasihan, telah berubah menjadi sosok manusia yang memiliki hak-hak tertentu. Anak tetap bisa berperan sesuai usia dan kematangannya, untuk terlibat atau dilibatkan dalam segala hal yang berpengaruh terhadap kehidupan anak. Ini merupakan salah satu dari empat prinsip dasar hak anak, prinsip dasar lainnya, adalah: non-diskriminasi; kepentingan terbaik bagi anak; serta hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan.
Mengingat partisipasi anak bukan semata-mata menghadirkan anak saja, melainkan bagaimana bisa terbangun partisipasi yang bermakna, maka telah dikembangkan berbagai instrumen dan metode untuk mencapai partisipasi tersebut. Ini untuk menghindari terjadinya manipulasi, dekorasi ataupun tokenisme. Kalau anak-anak merasakan persahabatan dalam kehidupannya, mereka akan belajar bahwa dunia ini tempat tinggal yang menyenangkan.
Suatu bangsa akan maju, apabila generasi penggantinya lebih baik dari generasi yang digantikannya. Masa depan dunia yang lebih baik, memerlukan dukungan antara lain: kesehatan; mental; dan keamanan anak-anak. Beberapa masalah kesehatan anak yang utama di Indonesia berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Dunia –World Health Organization tahun 2011 yakni: Pertama: terkait prevalensi gizi kurang –underweight di Indonesia antara tahun 2000 sampai 2009 mencapai 19,6 %. Pencapaian ini sudah cukup baik, bila dibandingkan dengan pencapaian pada kurun waktu 1990-1999 yang mencapai 22,8 %. Pada tahun 2015, diharapkan Indonesia akan mencapai target sebesar 15,5 %. Kedua: terkait masalah kasus gizi buruk –malnutrisi, tidak dapat dianggap remeh. Malnutrisi merupakan salah satu dari penyebab mendasar kematian pada anak –khususnya di bawah usia 5 tahun, dan berkontribusi sebesar 35 %. Malnutrisi juga, dianggap berhubungan dengan penyebab kematian anak di bawah usia 5 tahun lainnya. Ketiga: kesenjangan kesehatan –health inequities, tidak hanya malnutrisi dan tingkat kematian anak yang menjadi masalah utama kesehatan anak di Indonesia, namun kesenjangan kesehatan beberapa golongan masyarakat di Indonesia juga berpengaruh besar. Dalam hal tingkat mortalitas anak Indonesia di bawah usia 5 tahun, terdapat kesenjangan antara masyarakat yang tinggal di pedesaaan dan perkotaan –rasio 1,6; golongan ekonomi rendah dan tinggi –rasio 2,4; serta pendidikan ibu yang rendah dan tinggi –rasio 2,5.
Dari ketiga masalah kesehatan anak yang utama di Indonesia tersebut, dapat kita analisis beberapa indikator utama yang menjadi kendala terkait kesehatan anak di Indonesia, yakni: pada sistem pelayanan kesehatan anak di Indonesia yang belum maksimal tercapai. Hal ini dapat ditandai dengan adanya indikasi, Pertama: tidak meratanya distribusi dokter anak, serta minimnya jumlah dokter anak di Indonesia. Dari 2.700 dokter anak se-Indonesia, 700 diantaranya ada di Jakata. Idealnya, satu dokter anak menangani kurang lebih 10.000 anak. Saat ini, Indonesia membutuhkan sekitar 8.000 dokter spesialis anak. Daerah dengan sebaran dokter spesialis anak terbanyak adalah: Jakarta –670 orang; Jawa Barat –312 orang; Jawa Timur –283 orang; Jawa Tengah –222 orang; dan Sumatera Utara –142 orang. Adapun daerah lain, seperti Jambi dan Kalimantan Barat, jumlah dokter anaknya hanya belasan orang –data IDAI, Ikatan Dokter Anak Indonesia. Kedua: Kemampuan institusi pendidikan di Indonesia untuk meluluskan dokter spesialis anak, masih minim –sekitar 100-150 orang per tahun. Ketiga: infrastruktur yang tidak memadai, juga menjadi salah satu kendala belum tercapainya pelayanan kesehatan anak di Indonesia –membuat hampir semua lulusan dokter, mengincar kota-kota besar dengan penghasilan yang lebih besar. Keempat: Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia –PPSDM Kemenkes mengakui, masih belum berhasil menerapkan strategi –roadmap penyerapan dan pendistribusian tenaga kesehatan hingga ke seluruh pelosok tanah air. Sistem rujukan, belum berjalan sebagaimana mestinya.
Sebenarnya ada dua solusi upaya evaluasi dan perbaikan dari permasalah tersebut, Pertama: mengingat kekurangan dokter anak di Indonesia, maka mutlak diperlukan penguatan kerjasama antartenaga kesehatan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak; yakni antara dokter spesialis anak dengan dokter umum, bidan, dan perawat. Kunci keberhasilan kerjasama tersebut ada pada keseriusan regulasi dari pemerintah dan kesiapan paratenaga kesehatan melepas ego sektoral. Sekarang sudah cukup banyak tenaga perawat spesialis anak dan maternitas, begitupun lulusan diploma kebidanan terus bertambah dari tahun ke tahun. Namun, pemanfaatan dan distribusi kedua profesi tersebut belum optimal guna menunjang pelayanan kesehatan anak di Indonesia. Belum lagi tugas optimalisasi tenaga dokter umum agar berkolaborasi dalam kesehatan anak, praktis masih terhambat masalah distribusi dan pengaturannya di lapangan. Kedua: secara konsisten Komisi IX DPR harus terus mengawasi pelaksanaan program-program Kementerian Kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan anak, seperti: Jaminan Persalinan –Jampersal, Bantuan Operasional Kesehatan –BOK, Pengadaan Fasilitas Imunisasi, dan Pemberian Makanan Tambahan. Termasuk menyetujui dan mengawasi penggunaan anggaran program-program tersebut, yang alokasinya meningkat untuk tahun 2012 –anggaran kesehatan untuk tahun 2012 naik sebesar 1,99 persen, dengan begitu, total dana untuk kesehatan, sekitar 2,3 persen dari total APBN. Bilamana program-program tersebut terlaksana dengan baik, seharusnya pelayanan kesehatan anak Indonesia pun semakin membaik, mulai dari pelayanan persalinan hingga tumbuh-kembang anak.
Kemajuan suatu bangsa dipengaruhi dan ditentukan oleh tingkat kesehatan masyarakat dimana salah satu indikator tingkat kesehatan tersebut ditentukan oleh status gizi. Status gizi seseorang dikatakan baik, apabila terdapat keseimbangan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental orang tersebut. Memasuki era globalisasi, diperlukan anak Indonesia sebagai generasi penerus bangsa yang berkualitas, agar mampu bersaing dengan negara lain. Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting, karena secara langsung berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia, ditentukan oleh kecukupan zat gizi yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi sejak bayi.
Anak-anak Indonesia

Napak-Tilas Hari Anak
Berbagai negara memperingati Hari Anak ini, dengan beragam aksi yang didedikasikan dalam beraneka bentuk, untuk dan oleh anak. Hari peringatan ini ditujukan sebagai "Hari Internasional untuk Perlindungan Anak", yang telah dirayakan sejak tahun 1950-an. Perayaan ini bertujuan menghormati hak-hak anak –seperti hak mendapat pendidikan yang layak dan kasih sayang di seluruh dunia. Sebenarnya, tanggal 23 April adalah asal mula peringatan Hari Anak Sedunia yang muncul dari Turki. Ide Hari Anak ini lahir pada 23 April 1920, yang kemudian dibahas dalam konferensi dunia di Swiss pada tahun 1925. Salah satu misinya, adalah: “melindungi hak hidup anak-anak dalam masa perang dunia”. Adalah Eglantyne Jebb –seorang aktivis perempuan, yang kemudian mendirikan Save the Children, untuk pertama kalinya merumuskan pernyataan tentang “Hak Anak” pada tahun 1923 –yang kemudian disahkan sebagai Deklarasi Hak Anak oleh Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1924. Kesepakatan tanggal 1 Juni sebagai Hari Anak Internasional ini, merupakan hasil konvensi International Women Democratic Federation yang diadakan di Moskow pada tahun 1949 yang dihadiri oleh perwakilan 51 negara. Pada pertemuan tersebut, dibicarakan persoalan anak-anak sedunia dalam kelangsungan hidup mereka. Selanjutnya, peserta konvensi memutuskan untuk secara resmi menghormati hak anak, mulai dari hak hidup, pendidikan dan kesehatan. Untuk pertama kalinya, 51 negara memperingati Hari Anak Internasional tersebut pada tahun 1950. Sedangkan, Organisasi anak di bawah PBB, yaitu UNICEF, untuk pertama kali menyelenggarakan peringatan Hari Anak se-Dunia pada bulan Oktober tahun 1953. Pada 20 November 1959, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengesahkan Deklarasi Hak-hak Anak –yang pada akhirnya diadopsi menjadi Konvensi Hak Anak pada hari yang sama di tahun 1989 melalui resolusi PBB Nomor 44/25 pada tanggal 20 November 1989. Tanggal 14 Desember 1954, Majelis Umum PBB lewat sebuah resolusi mengumumkan: “satu hari tertentu dalam setahun, sebagai: Hari Anak se-Dunia”. Jadi, tanggal 20 yang dipilih adalah hasil pemilihan acak. Meskipun demikian, 20 November akhirnya dikenal sebagai Hari Anak Universal.
Pada tahun 2002, pada spesial Session ke-27 dalam Sidang Majelis Umum PBB mengenai Special Session on Children, untuk pertama kalinya anak-anak dilibatkan dalam pertemuan internasional ini. Sekitar 400 anak dari seluruh dunia dihadirkan, untuk mendiskusikan masalah-masalah dan harapan-harapan mereka. Hasil diskusi dirumuskan dalam sebuah pernyataan “Dunia yang Layak bagi Anak” yang dibacakan oleh Gabriela Azurduy Arreta dari Bolivia dan Audrey Chenynut dari Monaco –mewakili delegasi anak pada pembukaan Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Special Session untuk anak, 8 Mei 2002. Berdasarkan hasil Sidang Umum PBB tersebut, Indonesia telah mengadopsinya ke dalam kebijakan mengenai Program Nasional bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015.
Di Indonesia, Hari Anak diperingati setiap 23 Juli sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1984 tanggal 19 Juli 1984, dengan apa yang disebut sebagai: Hari Anak Nasional (HAN). HAN yang digagas oleh mantan Presiden RI, Soeharto, entah kebetulan atau kesengajaan, merupakan tanggal lahir dari Bambang Triadmojo –yang merupakan putra Soeharto. Pada awalnya, peringatan Hari Anak Nasional di Indonesia muncul dari gagasan dalam mewujudkan kesejahteraan bagi kaum anak. Tetapi kemudian berkembang sesuai dengan apa yang tertuang dan telah ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, memberikan perlindungan kepada anak-anak Indonesia, memberikan jaminan keamanan, hak mendapatkan kesehatan, melindungi anak selaku konsumen dari makanan dan minuman yang membahayakan kesehatan anak, dari tayangan yang merusak ranah fikir anak, serta mengupayakan perlindungan tersebut sekaligus mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya dan perlakuan tanpa adanya diskriminasi. Peringatan HAN, sudah dimulai sejak tahun 1986.
Sejak tahun 2001, ada warna baru yang menyertai peringatan HAN. Pada tahun tersebut, untuk pertama kalinya dilangsungkan Kongres Anak Indonesia –biasanya diselenggarakan sebelum tanggal 23 dan berakhir setelah tanggal 23, yang diikuti oleh perwakilan anak dari seluruh provinsi yang ada. Pada peringatan HAN, akan dikirim wakil untuk membacakan hasil rumusan dari serangkaian diskusi yang dilangsungkan, yang disebut dengan: “Suara Anak Indonesia”. Sejak itu, menjadi tradisi dalam peringatan HAN, ada pembacaan Suara Anak Indonesia yang dibacakan oleh wakil anak peserta kongres di hadapan presiden. Substansi dari pembacaan SAI, adalah: anak-anak menyampaikan aspirasinya kepada pemimpin nasional –dalam hal ini, presiden. Tradisi membacakan dokumen SAI di hadapan presiden saat peringatan Hari Anak Nasional, telah dimulai sejak tahun 2001 saat dilangsungkannya Kongres Anak Indonesia Pertama.


***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar