Melihat
kawah yang mengeluarkan asap dan lautan ‘Pasir Berbisik’ dengan pura di
tengah-tengahnya. Benar-benar, pemandangan yang sangat langka dan luar biasa.
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru |
Bromo
- Brahma
Gunung Bromo di Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru memiliki keunikan dengan sebuah kawah bergaris-tengah ± 800
meter (Utara-Selatan) dan ± 600 meter (Timur-Barat). Sedangkan daerah bahayanya
berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo pada ketinggian
2392 m di atas permukaan laut. Selain itu, gunung tersebut berada dalam empat
wilayah, yakni: Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Kabupaten Malang.
Bentuk tubuh Gunung Bromo bertautan antara lembah dan ngarai dengan kaldera
atau lautan pasir seluas sekitar 10 kilometer persegi –kurang lebih, 5.250 hektar. Gunung Bromo terletak sekitar 85 km
dari Surabaya, daerah ini bisa dijangkau dari Probolinggo atau Malang. Jalur
normal biasanya dari Probolinggo. Adapun dari Malang, kita harus melewati
lautan pasir dengan pilihan dan jumlah kendaraan yang terbatas.
Off-Road to Bromo Mount. |
Suhu udara di Gunung Bromo berkisar
antara 3° hingga 20° celcius, namun dapat berada beberapa derajat di bawah nol
selama musim kemarau. Jika pengunjung tidak kuat dengan udara dingin, sebaiknya
membawa jaket, sarung tangan, dan topi atau penutup kepala lainnya. Setelah
matahari terbit cuacanya dengan cepat menjadi cukup panas di sini. Menyaksikan
matahari terbit yang spektakuler dari Gunung Bromo merupakan puncak dari wisata
di Bromo. Untuk melihatnya, kita harus menaiki Gunung Pananjakan yang merupakan
gunung tertinggi di kawasan ini. Medan yang harus dilalui untuk menuju Gunung
Pananjakan merupakan medan yang cukup berat. Untuk menuju kaki Gunung
Pananjakan, kita harus melalui daerah yang menyerupai gurun yang dapat membuat
kita tersesat. Saat harus menaiki Gunung Pananjakan, jalan yang sempit dan
banyak tikungan tajam tentu membutuhkan keterampilan menyetir yang tinggi.
Untuk itu, banyak pengunjung yang memilih menyewa mobil berkemampuan offroad yang dikemudikan oleh masyarakat
sekitar. Sampai di atas, kita dapat melihat pemandangan gunung-gunung yang ada
di kawasan ini. Antara lain: Gunung Bromo, Gunung Batok, atau Gunung Semeru –yang merupakan gunung tertinggi di Pulau
Jawa.
Berkuda di atas lautan pasir, merupakan
pengalaman mengasyikkan. Lautan pasirnya begitu luas, keunikan alam ini hanya
ada di Indonesia. Lautan pasir di Gunung Bromo tersebut akan terlihat semakin
mempesona saat matahari menyapukan sinarnya yang kejinggaan di pagi hari,
terlihat jelas dari Cemorolawang –salah
satu pintu masuk kawasan taman nasional ini. Para pendaki Gunung Semeru,
selalunya meluangkan tour ke beberapa danau yang dingin dan selalu berkabut,
yaitu: Ranu Pani, Ranu Regulo, dan Ranu Kumbolo. Hal tersebut
merupakan sebuah pengalihan fokus perjalanan yang mengesankan.
Dinginnya udara Gunung Bromo. |
Untuk mencapai kaki Gunung Bromo dengan berjalan
kaki, bukanlah hal yang mudah –karena
sinar matahari yang terik, jarak yang jauh, dan debu yang berterbangan dapat
membuat perjalanan semakin berat. Setelah itu, kita harus menaiki anak
tangga yang jumlahnya mencapai 250 atau 300 anak tangga untuk dapat melihat
kawah Gunung Bromo. Sesampainya di puncak, kita dapat melihat kawah Gunung
Bromo yang mengeluarkan asap. Dan bila melayangkan pandangan ke bawah, akan
terlihatlah lautan pasir dengan pura –kuil
Hindu di tengah-tengahnya. Benar-benar pemandangan yang sangat langka dan
luar biasa yang dapat kita nikmati. Para pengunjung menamai lautan pasir
tersebut dengan sebutan: ‘Pasir Berbisik’ –karena
di sanalah syuting film 'Pasir Berbisik' diadakan.
Pura Suci di Gunung Bromo |
Tangga Naik ke Gunung Bromo |
Trio Gunung |
Roro
Anteng dan Joko Seger
Dikisahkan zaman dulu, hidup pasangan
muda suami istri di suatu dusun. Sang istri akhirnya hamil dan melahirkan
seorang bayi perempuan. Anehnya, bayi perempuan ini sewaktu dilahirkan tidaklah
menangis, sehingga kedua orangtuanya memberinya nama: Roro Anteng yang berarti perempuan yang tenang atau diam. Waktupun
berlalu, hingga Roro Anteng tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita.
Kecantikannya terkenal di kalangan para jejaka saat itu –tak terkecuali seorang sakti mandraguna bernama Kiai Bima. Kiai Bima mendatangi Roro Anteng untuk melamarnya
disertai ancaman. Lamaran tersebut harus diterima, jika tidak ia akan membuat
dusunnya binasa. Sebenarnya Roro Anteng merasa berat hati menerima lamaran
tersebut. Namun, ia terpaksa menerimanya demi menyelamatkan dusunnya. Dan ia
memiliki sebuah rencana untuk menggagalkan lamaran tersebut. Ya, Roro Anteng
mensyaratkan kepada Kiai Bima jika ingin lamarannya diterima maka harus
membuatkan sebuah danau dalam tempo satu malam. Karena tak ingin kehilangan
Roro Anteng, Kiai Bima menyanggupinya. Berbekal batok kelapa, Kiai Bima mulai
mengeruk tanah untuk dijadikan danau. Dalam waktu singkat, danau sudah tampak
akan selesai. Roro Anteng yang telah bersiasat kemudian meminta orang-orang
dusun untuk memukul-mukul alu supaya hari sudah terdengar pagi dan ayam mulai
berkokok. Kiai Bima segera sadar jika dirinya tidak berhasil menyelesaikan
tantangan dari Roro Anteng, Ia pun tidak bisa memaksakan lamarannya. Hatinya
yang kesal segera membanting batok kelapa yang dipegangnya, kemudian
meninggalkannya. Bekas batok kelapanya kemudian menjadi Gunung Batok –yang terletak
di sebelah Gunung Bromo. Sementara, bekas galiannya menjadi Segara Wedi
–lautan pasir yang bisa dilihat
sampai saat ini. Roro Anteng pun akhirnya bertemu Joko Seger dan menikah. Selama bertahun-tahun menikah mereka belum
juga dikaruniai seorang anakpun. Akhirnya Joko Seger berdoa kepada Sang Pencipta,
jika dikaruniai anak, dia bersedia mengorbankan anaknya itu. Doa Joko Seger
dikabulkan, Roro Anteng dan Joko Seger pun dikaruniai beberapa orang anak.
Waktu berlalu sampai-sampai Joko Seger lupa dengan syarat doanya dulu. Waktu
tidur, Joko Seger mendapat bisikan untuk memenuhi janjinya. Joko Seger
sebenarnya tidak rela mengorbankan salah satu anaknya. Namun, karena jika tidak
dituruti akan terjadi bencana dan lagipula itu adalah janjinya sendiri, maka ia
menyampaikannya kepada anak-anaknya. Salah seorang di antara anak-anak Joko
Seger dan Roro Anteng pun bersedia untuk dikorbankan. Hari H pun tiba, keluarga
Joko Seger menuju kawah Gunung Bromo seraya membawa aneka hasil bumi untuk
sesaji. Salah seorang anak Joko Seger yang dikorbankan juga telah disiapkan.
Bersama sesaji, anak tersebut terjun ke kawah Gunung Bromo. Setelah janji
tersebut dilaksanakan, keluarga Joko Seger pun hidup bahagia di sekitar Gunung
Bromo. Keturunan mereka menamai diri: Tengger
–yang berasal dari nama Roro Anteng dan
Joko Seger.
Danau Ranu Kumbolo |
Kini, Suku Tengger menjadi penduduk asli
yang mendiami Gunung Brahma –Bromo. Setahun
sekali masyarakat Suku Tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada atau Kasodo.
Upacara ini bertempat di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo bagian
Utara dan dilanjutkan ke puncak Gunung Bromo. Upacara diadakan pada tengah
malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan
Kasodo –kesepuluh, biasanya bulan September-November
menurut penanggalan Jawa. Mereka mempersembahkan sesaji berupa: sayuran, ayam,
dan uang yang dibuang ke dalam kawah gunung berapi tersebut untuk
dipersembahkan kepada dewa.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar