Peringatan
Hari Anak Nasional dimaksudkan agar seluruh komponen bangsa Indonesia, yaitu
negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orangtua, bersama-sama mewujudkan
kesejahteraan anak dengan menghormati hak-hak anak dan memberikan jaminan
terhadap pemenuhannya tanpa perlakuan diskriminatif. Peringatan Hari Anak
Nasional juga untuk menggugah dan meningkatkan kesadaran seluruh komponen
bangsa Indonesia bahwa anak merupakan generasi penerus cita-cita perjuangan
bangsa, dan oleh karena itu, kepada anak perlu diberikan bekal keimanan;
kepribadian; kecerdasan; keterampilan; jiwa dan semangat kebangsaan; serta
kesegaran jasmani, agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang
berbudi luhur; bersusila; cerdas; dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan
demikian, diperingatinya Hari Anak Nasional tersebut diharapkan akan dapat
meningkatkan peran-serta pemerintah; dunia usaha; masyarakat; keluarga; dan
orangtua, dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak, serta menunjukkan kepada
dunia internasional, bahwa bangsa Indonesia berkomitmen untuk memenuhi hak-hak
anak sesuai dengan Konvensi Hak-hak Anak.
Peringatan Hari Anak Nasional Indonesia, Lapang Gasibu Bandung - Jawa Barat. |
Kesehatan
Anak
Hari Anak Nasional adalah perayaan yang
diselenggarakan pada setiap tanggal 23 Juli di Indonesia, dan bertujuan untuk menghormati
hak-hak anak. Diadopsinya Konvensi Hak Anak, merupakan perubahan radikal dalam
memandang anak. Anak yang semula dipandang sebagai sosok yang layak dilindungi
dan dikasihani sehingga pendekatannya bersifat karitatif –belas-kasihan, telah berubah menjadi sosok manusia yang memiliki
hak-hak tertentu. Anak tetap bisa berperan sesuai usia dan kematangannya, untuk
terlibat atau dilibatkan dalam segala hal yang berpengaruh terhadap kehidupan
anak. Ini merupakan salah satu dari empat prinsip dasar hak anak, prinsip dasar
lainnya, adalah: non-diskriminasi; kepentingan terbaik bagi anak; serta hak
hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan.
Mengingat partisipasi anak bukan
semata-mata menghadirkan anak saja, melainkan bagaimana bisa terbangun
partisipasi yang bermakna, maka telah dikembangkan berbagai instrumen dan
metode untuk mencapai partisipasi tersebut. Ini untuk menghindari terjadinya
manipulasi, dekorasi ataupun tokenisme. Kalau anak-anak merasakan persahabatan
dalam kehidupannya, mereka akan belajar bahwa dunia ini tempat tinggal yang
menyenangkan.
Suatu bangsa akan maju, apabila generasi
penggantinya lebih baik dari generasi yang digantikannya. Masa depan dunia yang
lebih baik, memerlukan dukungan antara lain: kesehatan; mental; dan keamanan anak-anak. Beberapa
masalah kesehatan anak yang utama di Indonesia berdasarkan data statistik yang
dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Dunia –World
Health Organization tahun 2011 yakni: Pertama: terkait prevalensi gizi
kurang –underweight di Indonesia
antara tahun 2000 sampai 2009 mencapai 19,6 %. Pencapaian ini sudah cukup baik,
bila dibandingkan dengan pencapaian pada kurun waktu 1990-1999 yang mencapai
22,8 %. Pada tahun 2015, diharapkan Indonesia akan mencapai target sebesar 15,5
%. Kedua: terkait masalah kasus gizi buruk –malnutrisi,
tidak dapat dianggap remeh. Malnutrisi merupakan salah satu dari penyebab
mendasar kematian pada anak –khususnya di
bawah usia 5 tahun, dan berkontribusi sebesar 35 %. Malnutrisi juga,
dianggap berhubungan dengan penyebab kematian anak di bawah usia 5 tahun
lainnya. Ketiga: kesenjangan kesehatan –health
inequities, tidak hanya malnutrisi dan tingkat kematian anak yang menjadi
masalah utama kesehatan anak di Indonesia, namun kesenjangan kesehatan beberapa
golongan masyarakat di Indonesia juga berpengaruh besar. Dalam hal tingkat
mortalitas anak Indonesia di bawah usia 5 tahun, terdapat kesenjangan antara
masyarakat yang tinggal di pedesaaan dan perkotaan –rasio 1,6; golongan ekonomi rendah dan tinggi –rasio 2,4; serta pendidikan ibu yang rendah dan tinggi –rasio 2,5.
Dari ketiga masalah kesehatan anak yang
utama di Indonesia tersebut, dapat kita analisis beberapa indikator utama yang
menjadi kendala terkait kesehatan anak di Indonesia, yakni: pada sistem
pelayanan kesehatan anak di Indonesia yang belum maksimal tercapai. Hal ini dapat
ditandai dengan adanya indikasi, Pertama: tidak meratanya distribusi dokter
anak, serta minimnya jumlah dokter anak di Indonesia. Dari 2.700 dokter anak
se-Indonesia, 700 diantaranya ada di Jakata. Idealnya, satu dokter anak
menangani kurang lebih 10.000 anak. Saat ini, Indonesia membutuhkan sekitar
8.000 dokter spesialis anak. Daerah dengan sebaran dokter spesialis anak
terbanyak adalah: Jakarta –670 orang;
Jawa Barat –312 orang; Jawa Timur –283 orang; Jawa Tengah –222 orang; dan Sumatera Utara –142 orang. Adapun daerah lain, seperti
Jambi dan Kalimantan Barat, jumlah dokter anaknya hanya belasan orang –data IDAI, Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Kedua: Kemampuan institusi pendidikan di Indonesia untuk meluluskan dokter
spesialis anak, masih minim –sekitar 100-150
orang per tahun. Ketiga: infrastruktur yang tidak memadai, juga menjadi
salah satu kendala belum tercapainya pelayanan kesehatan anak di Indonesia –membuat hampir semua lulusan dokter,
mengincar kota-kota besar dengan penghasilan yang lebih besar. Keempat: Badan
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia –PPSDM Kemenkes mengakui, masih belum berhasil menerapkan strategi –roadmap penyerapan dan pendistribusian
tenaga kesehatan hingga ke seluruh pelosok tanah air. Sistem rujukan, belum
berjalan sebagaimana mestinya.
Sebenarnya ada dua solusi upaya evaluasi
dan perbaikan dari permasalah tersebut, Pertama: mengingat kekurangan dokter
anak di Indonesia, maka mutlak diperlukan penguatan kerjasama antartenaga
kesehatan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak; yakni antara
dokter spesialis anak dengan dokter umum, bidan, dan perawat. Kunci
keberhasilan kerjasama tersebut ada pada keseriusan regulasi dari pemerintah
dan kesiapan paratenaga kesehatan melepas ego sektoral. Sekarang sudah cukup
banyak tenaga perawat spesialis anak dan maternitas, begitupun lulusan diploma
kebidanan terus bertambah dari tahun ke tahun. Namun, pemanfaatan dan
distribusi kedua profesi tersebut belum optimal guna menunjang pelayanan kesehatan
anak di Indonesia. Belum lagi tugas optimalisasi tenaga dokter umum agar
berkolaborasi dalam kesehatan anak, praktis masih terhambat masalah distribusi
dan pengaturannya di lapangan. Kedua: secara konsisten Komisi IX DPR harus
terus mengawasi pelaksanaan program-program Kementerian Kesehatan yang
berhubungan dengan kesehatan anak, seperti: Jaminan Persalinan –Jampersal, Bantuan Operasional Kesehatan
–BOK, Pengadaan Fasilitas Imunisasi,
dan Pemberian Makanan Tambahan. Termasuk menyetujui dan mengawasi penggunaan
anggaran program-program tersebut, yang alokasinya meningkat untuk tahun 2012 –anggaran kesehatan untuk tahun 2012 naik
sebesar 1,99 persen, dengan begitu, total dana untuk kesehatan, sekitar 2,3
persen dari total APBN. Bilamana program-program tersebut terlaksana dengan
baik, seharusnya pelayanan kesehatan anak Indonesia pun semakin membaik, mulai
dari pelayanan persalinan hingga tumbuh-kembang anak.
Kemajuan suatu bangsa dipengaruhi dan
ditentukan oleh tingkat kesehatan masyarakat dimana salah satu indikator
tingkat kesehatan tersebut ditentukan oleh status gizi. Status gizi seseorang
dikatakan baik, apabila terdapat keseimbangan dan keserasian antara
perkembangan fisik dan perkembangan mental orang tersebut. Memasuki era
globalisasi, diperlukan anak Indonesia sebagai generasi penerus bangsa yang
berkualitas, agar mampu bersaing dengan negara lain. Kesehatan dan gizi
merupakan faktor penting, karena secara langsung berpengaruh terhadap kualitas
sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia, ditentukan oleh kecukupan
zat gizi yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi sejak bayi.
Anak-anak Indonesia |
Napak-Tilas
Hari Anak
Berbagai negara memperingati Hari Anak
ini, dengan beragam aksi yang didedikasikan dalam beraneka bentuk, untuk dan
oleh anak. Hari peringatan ini ditujukan sebagai "Hari Internasional
untuk Perlindungan Anak", yang telah dirayakan sejak tahun 1950-an. Perayaan
ini bertujuan menghormati hak-hak anak –seperti hak mendapat pendidikan yang layak dan kasih sayang di
seluruh dunia. Sebenarnya, tanggal 23 April adalah asal mula peringatan
Hari Anak Sedunia yang muncul dari Turki. Ide Hari Anak ini lahir pada 23 April
1920, yang kemudian dibahas dalam konferensi dunia di Swiss pada tahun 1925.
Salah satu misinya, adalah: “melindungi
hak hidup anak-anak dalam masa perang dunia”. Adalah Eglantyne Jebb –seorang aktivis perempuan, yang kemudian
mendirikan Save the Children, untuk pertama kalinya merumuskan pernyataan
tentang “Hak Anak” pada tahun 1923 –yang
kemudian disahkan sebagai Deklarasi Hak Anak oleh Liga Bangsa-Bangsa pada tahun
1924. Kesepakatan tanggal 1 Juni sebagai Hari Anak Internasional ini,
merupakan hasil konvensi International
Women Democratic Federation yang diadakan di Moskow pada tahun 1949 yang
dihadiri oleh perwakilan 51 negara. Pada pertemuan tersebut, dibicarakan
persoalan anak-anak sedunia dalam kelangsungan hidup mereka. Selanjutnya, peserta
konvensi memutuskan untuk secara resmi menghormati hak anak, mulai dari hak
hidup, pendidikan dan kesehatan. Untuk pertama kalinya, 51 negara
memperingati Hari Anak Internasional tersebut pada tahun 1950. Sedangkan,
Organisasi
anak di bawah PBB, yaitu UNICEF, untuk pertama kali menyelenggarakan peringatan
Hari Anak se-Dunia pada bulan Oktober tahun 1953. Pada 20 November 1959,
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengesahkan Deklarasi Hak-hak Anak –yang pada akhirnya diadopsi menjadi Konvensi
Hak Anak pada hari yang sama di tahun 1989 melalui resolusi PBB Nomor 44/25
pada tanggal 20 November 1989. Tanggal 14 Desember 1954, Majelis Umum
PBB lewat sebuah resolusi mengumumkan: “satu
hari tertentu dalam setahun, sebagai: Hari Anak se-Dunia”. Jadi, tanggal 20
yang dipilih adalah hasil pemilihan acak. Meskipun demikian, 20 November akhirnya
dikenal sebagai Hari Anak Universal.
Pada tahun 2002, pada spesial Session
ke-27 dalam Sidang Majelis Umum PBB mengenai Special Session on Children, untuk pertama kalinya anak-anak
dilibatkan dalam pertemuan internasional ini. Sekitar 400 anak dari seluruh
dunia dihadirkan, untuk mendiskusikan masalah-masalah dan harapan-harapan
mereka. Hasil diskusi dirumuskan dalam sebuah pernyataan “Dunia yang Layak bagi
Anak” yang dibacakan oleh Gabriela Azurduy Arreta dari Bolivia dan Audrey
Chenynut dari Monaco –mewakili delegasi
anak pada pembukaan Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Special Session
untuk anak, 8 Mei 2002. Berdasarkan hasil Sidang Umum PBB tersebut,
Indonesia telah mengadopsinya ke dalam kebijakan mengenai Program Nasional bagi
Anak Indonesia (PNBAI) 2015.
Di Indonesia, Hari Anak diperingati
setiap 23 Juli sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 1984 tanggal 19 Juli 1984, dengan apa yang disebut sebagai: Hari Anak
Nasional (HAN). HAN yang digagas oleh mantan Presiden RI, Soeharto, entah
kebetulan atau kesengajaan, merupakan tanggal lahir dari Bambang Triadmojo –yang merupakan putra Soeharto. Pada
awalnya, peringatan Hari Anak Nasional di Indonesia muncul dari gagasan dalam
mewujudkan kesejahteraan bagi kaum anak. Tetapi kemudian berkembang sesuai
dengan apa yang tertuang dan telah ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, memberikan perlindungan kepada anak-anak
Indonesia, memberikan jaminan keamanan, hak mendapatkan kesehatan, melindungi
anak selaku konsumen dari makanan dan minuman yang membahayakan kesehatan anak,
dari tayangan yang merusak ranah fikir anak, serta mengupayakan perlindungan
tersebut sekaligus mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan
terhadap pemenuhan hak-haknya dan perlakuan tanpa adanya diskriminasi. Peringatan
HAN, sudah dimulai sejak tahun 1986.
Sejak tahun 2001, ada warna baru yang menyertai
peringatan HAN. Pada tahun tersebut, untuk pertama kalinya dilangsungkan
Kongres Anak Indonesia –biasanya
diselenggarakan sebelum tanggal 23 dan berakhir setelah tanggal 23, yang
diikuti oleh perwakilan anak dari seluruh provinsi yang ada. Pada peringatan
HAN, akan dikirim wakil untuk membacakan hasil rumusan dari serangkaian diskusi
yang dilangsungkan, yang disebut dengan: “Suara Anak Indonesia”. Sejak itu,
menjadi tradisi dalam peringatan HAN, ada pembacaan Suara Anak Indonesia yang
dibacakan oleh wakil anak peserta kongres di hadapan presiden. Substansi dari
pembacaan SAI, adalah: anak-anak menyampaikan aspirasinya kepada pemimpin
nasional –dalam hal ini, presiden.
Tradisi membacakan dokumen SAI di hadapan presiden saat peringatan Hari Anak Nasional,
telah dimulai sejak tahun 2001 saat dilangsungkannya Kongres Anak Indonesia
Pertama.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar