Saat
tentara Aceh hendak masuk istana membawa Putri Hijau, mendadak terjadi
keajaiban, Mambang Khayali tiba-tiba berubah menjadi meriam dan menembak
membabi-buta tanpa henti. Karena terus-menerus menembakkan peluru ke arah
pasukan Aceh, maka meriam ini terpecah dua –puntung/buntung.
'Putri Hitam' dengan latar belakang 'Putri Hijau' Kota Medan |
Istana
Maimoon
Merupakan istana kebesaran Kerajaan Deli
Tua yang pembangunannya dilakukan pada masa kekuasaan Sultan Makmun al-Rasyid
Perkasa Alamsyah –sultan Deli IX, terletak
di Jalan Brigadir Jenderal Katamso, Kelurahan Sukaraja (Aur), Kecamatan Medan Baru
(Maimun), Kota Medan, Sumatera Utara (Jl. Sultan Makmun Al Rasyid No. 66 Medan
Sumatera Utara). Nama ‘istana’ ini, diambil dari nama isteri Sultan Deli IX
sendiri yakni: Maimoon (atau Siti Maimunah). Masyarakat sekitar, sering
menamakan istana ini sebagai: Istana
Putri Hijau. Berdasarkan prasasti berbahasa Belanda dan Melayu yang
terdapat pada sekeping marmer di kedua tiang ujung tangga naik, dapat diketahui
bahwa peletakan batu pertama pembangunan Istana Maimoon dilakukan pada tanggal
26 Agustus 1889 oleh Sultan Makmun al Rasyid Perkasa Alamsyah dan mulai ditempati
pada tanggal 18 Mei 1891.
Dari Bandara Internasional Polonia Medan
maupun Pelabuhan Belawan, perlu waktu sekitar 30 menit sampai 1 jam. Luas
istana lebih kurang 2.772 m, dengan halaman yang luasnya mencapai 4 hektar.
Panjang dari depan ke belakang mencapai 75,50 m dengan tinggi bangunan mencapai
14,14 m. Di sebelah Barat istana, mengalir Sungai Deli. Sementara itu, di
sebelah Selatannya terdapat bangunan pertokoan dan pemukiman masyarakat. Di
sebelah Utara dibatasi oleh Jalan Tanjung Medan, sedangkan di depannya adalah
Jalan Brigjen Katamso –yang merupakan
salah satu diantara jalan protokol di Kota Medan. Kira-kira 200 meter di
depan Istana Maimoon, terdapat bangunan Masjid Al-Manshun –dulu berfungsi sebagai masjid kesultanan, namun kini menjadi masjid
untuk masyarakat umum. Masjid ini kemudian lebih dikenal sebagai Masjid
Raya Medan dan merupakan salah satu diantara bangunan masjid yang paling indah
di kawasan ini, yang berasal dari masa kerajaan Islam di Indonesia masa lampau.
Selain Masjid
Raya, di depan Istana Maimoon terdapat juga bangunan lainnya yang memiliki
hubungan sejarah dengan Istana Maimoon –karena
dibangun oleh tokoh yang sama dan pada kurun waktu yang bersamaan pula,
yaitu: Taman Sri Deli.
Istana Maimoon, Medan - Sumatera Utara. |
Bangunan Istana Maimoon, bertingkat dua
–ditopang oleh 43 tiang kayu dan 82 tiang
batu. Arsitektur bangunan merupakan perpaduan antara ciri arsitektur Islam –Moghul/India; Timur-Tengah; Turki,
Eropa –Belanda; Spanyol; Italia, dan Melayu.
Pengaruh arsitektur Belanda tampak pada bentuk pintu dan jendela yang lebar dan
tinggi. Tapi, terdapat beberapa pintu yang menunjukkan pengaruh Spanyol.
Pengaruh Islam tampak pada keberadaaan lengkungan –arcade pada atap.
Tinggi lengkungan tersebut berkisar antara 5 sampai 8 meter. Bentuk lengkungan
ini amat populer di kawasan Timur-Tengah, India dan Turki. Dari luar, istana
yang menghadap ke Timur ini tampak seperti istana raja-raja Moghul. Di bangunan
ini juga terdapat sebuah lampu kristal besar bergaya Eropa, serta ubin pualam –marmer yang didatangkan langsung dari
Eropa. Bangunan istana terdiri dari tiga ruang utama, yaitu: bangunan induk,
sayap kanan dan sayap kiri. Bangunan induk (Balairung) dengan luas 412 m2,
merupakan tempat dimana singgasana kerajaan berada. Singgasana kerajaan
digunakan dalam acara-acara tertentu, seperti penobatan raja, ataupun ketika
menerima sembah sujud keluarga istana pada hari-hari besar Islam. Di dalam
istana, terdapat 30 ruangan dengan desain interior yang unik, perpaduan seni
dari berbagai negeri. Di ruang pertemuan, pengunjung bisa melihat-lihat koleksi
yang dipajang, seperti: foto-foto keluarga sultan, perabot rumah tangga Belanda
kuno, dan berbagai jenis senjata. Di ruang pertemuan ini, masyarakat dapat
bertemu dengan Sultan Deli –dalam
masyarakat Melayu, disebut: Angkat Sembah kepada Sultan.
Balairung, bangunan utama Istana Maimoon. |
Singgasana Sultan di Balairung Istana Maimoon, Medan - Sumut. |
Foto-foto koleksi Sultan di Istana Maimoon |
Indahnya Istana Maimoon si Istana Putri Hijau, Medan - Provinsi Sumatera Utara. |
Jadwal Berkunjung di Istana Maimoon, Kota Medan - Sumut. |
Di sisi kanan istana, terdapat sebuah
bangunan khas Batak Karo –bangunan kecil
beratap ijuk, di dalamnya terdapat ‘meriam buntung’ yang memiliki legenda
tersendiri. Orang Medan menyebut meriam ini dengan sebutan: Meriam Puntung. Arsitek perancang istana ini adalah
seorang tentara KNIL Kapitan Belanda bernama T.H. Van Erp. Sumber lain menyebutkan
perancangnya adalah seorang arsitek berkebangsaan Italia, namun tidak diketahui
namanya secara pasti. Dengan menghabiskan biaya, sebesar Fl. 100.000.
Sejak tahun 1946, Istana ini dihuni oleh
para ahli waris Kesultanan Deli. Dalam waktu-waktu tertentu, di istana ini
sering diadakan pertunjukan musik tradisional Melayu. Biasanya, pertunjukan-pertunjukan
tersebut dihelat dalam rangka memeriahkan pesta perkawinan dan kegiatan
sukacita lainnya. Selain itu, dua kali dalam setahun, Sultan Deli biasanya
mengadakan acara silaturahmi antar keluarga besar istana. Pada setiap malam
Jumat, para keluarga sultan mengadakan acara rawatib adat (semacam
wiridan keluarga).
Sultan
Makmun
Kemegahan Istana Maimoon, tidak lepas
dari perjalanan sejarah Kesultanan Deli di Sumatera Timur. Pada sekitar tahun
1612, Kerajaan Aceh mengutus seorang laksamana bernama Sri Paduka Sultan Gocah
Pahlawan yang bergelar Laksamana Khoja Bintan ke tanah Deli. Gocah Pahlawan
berhasil mengambil alih kekuasaan Kerajaan Haru di Deli Tua pada 1630. Gocah
Pahlawan kemudian menjadi penguasa di daerah taklukan itu mewakili penguasa
Aceh hingga tahun 1653. Pada 1669, Deli melepaskan diri dari Aceh yang semakin
melemah akibat situasi politik internal yang menggerogoti kekuasaan raja. Tak
banyak catatan sejarah yang membicarakan periode awal pisahnya Kerajaan Deli
dari Kerajaan Aceh. Namun, pada tahun 1854, Deli kembali ditaklukkan oleh Aceh
dan Osman Perkasa Alam diangkat sebagai Sultan. Kedudukan Sultan Osman
digantikan oleh Sultan Mahmud Perkasa Alam yang memerintah pada tahun
1861-1873. Kegemilangan Kesultanan Deli mencapai puncaknya ketika dipimpin oleh
putra sulung Sultan Mahmud Perkasa Alam, yaitu: Sultan Makmun al-Rashid Perkasa
Alam –Sultan yang dinobatkan pada usia
muda ini, memerintah dari tahun 1873 sampai tahun 1924.
Sultan Makmun al Rasyid Perkasa Alamsyah dalam Perangko tahun 2006 |
Pada masa pemerintahan beliau,
perdagangan tembakau sudah semakin maju dan kemakmuran Kesultanan Deli mencapai
puncaknya. Beliau memindahkan pusat kerajaan ke Medan dan mendirikan lstana
Maimoon pada tanggal 26 Agustus 1888, yang diresmikan pada tanggal 18 Mei 1891.
Sultan Makmun membangun Masjid Raya Al-Mashun pada tahun 1907 dan
diresmikan pada hari Jumat tanggal 10 September 1909 (25 Syaban 1329 H).
Pada tahun
1906 dibangun sebuah Kantor Kerapatan, yang berfungsi sebagai mahkamah
keadilan bagi pemerintahan Sultan Ma’mun Alrasyid Perkasa Alam Syah –sekarang adalah bekas kantor Bupati Daerah Tingkat
II Deli Serdang, dan diresmikan pada tanggal 5 Mei 1913.
Pada 14 November 1875, sultan mengadakan
perjanjian ‘Acte van Verband’ dengan
Belanda yang diwakili oleh Stoffel Locker de Bruijne –Residen Pesisir Timur Pulau Perca serta disahkan oleh Gubernur
Jenderal Hindia Belanda –van Lansbergen
pada 10 Maret 1976, yaitu: hal ihwal memungut hasil keluar dan masuk. Karena
dianggap berjasa dalam memajukan perkebunan tembakau, Ratu Belanda
menganugerahinya dengan dua Bahdari –Piagam
Penghargaan, yaitu: (1) Commandeur in
de Orde van Oranje Nassau; dan (2) Ridder
in de Orde van de Nederlandsche Leeuw. Selanjutnya, pada tanggal 5
Maret 1885 ditambah lagi perjanjian antara Kerajaan Negeri Deli dengan
Pemerintah Belanda, mengenai: pemungutan cukai keluar-masuk barang, di Padang
Bedagai –Tebing Tinggi Deli.
Legenda Meriam Puntung (Meriam Buntung) di Istana Maimoon, Medan. |
Meriam
Puntung
Di Kerajaan Deli Tua (Kerajaan Timur
Raya), hiduplah seorang putri yang cantik jelita, bernama Putri Hijau. Ia
disebut demikian, karena tubuhnya memancarkan warna hijau. Ia memiliki dua
orang saudara laki-laki, yaitu Mambang Yasid dan Mambang Khayali. Suatu ketika,
datanglah Raja Aceh (Sultan Iskandar Muda ?) meminang Putri Hijau, namun,
pinangan ini ditolak oleh kedua saudaranya. Raja Aceh menjadi marah, lalu
menyerang Kerajaan Deli Tua (Kerajaan Timur Raya). Raja Aceh berhasil
mengalahkan Mambang Yasid –meskipun
Mambang Yasid sudah menjelma sebagai ular naga. Saat tentara Aceh hendak
masuk istana membawa Putri Hijau, mendadak terjadi keajaiban, Mambang Khayali
tiba-tiba berubah menjadi meriam dan menembak membabi-buta tanpa henti. Karena
terus-menerus menembakkan peluru ke arah pasukan Aceh, maka meriam ini terpecah
dua –puntung/buntung. Bagian depannya
ditemukan di daerah Surbakti, di dataran tinggi Karo, dekat Kabanjahe (atau ke
Kampung Sukanalu-Barus Jahe/Tanah Karo). Sementara bagian belakang terlempar ke
Labuhan Deli (Deli Tua/Deli Serdang), kemudian dipindahkan ke halaman Istana
Maimoon. (versi lain, meriam tersebut adalah jelmaan dari Mambang Yazid. Sedangkan
Puteri Hijau dibawa pergi oleh kakaknya yang bernama Mambang Khayali –yang kemudian menjelma jadi ular naga.
Mambang Khayali membawa sang putri ke dalam Laut Cina Selatan dengan dimasukkan
ke dalam peti kaca, saat sang putri akan dibawa oleh Raja Aceh)
Meriam Puntung alias Meriam Buntung di Istana Maimoon, Medan. |
Bangunan khas Batak beratap ijuk –tempat Meriam Puntung disimpan, ukuran ruangannya
sekitar 4x6 meter. Ada semacam altar dengan atap berbentuk rumah Batak dan di
bawahnya dibalut kain hijau. Di balik kain hijau itulah terdapat meriam
puntung/buntung. Di bagian atas meriam, ditabur aneka bunga –masyarakat sekitarnya percaya, meriam keramat
ini membawa berkah. Kalau orang ada kaul atau cita-cita, datang kemari di hari
Senin, Kamis atau Jumat, menaruh bunga-bungaan di atasnya, kaulnya akan
tercapai.
Wallohu’alam…
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar