Bencana
alam merupakan permasalahan yang tidak dapat diprediksi kapan akan terjadi, dan
kita semua tidak dapat mengelaknya. Setiap terjadi bencana, pasti akan menimbul
kerugian, baik materi maupun kerugian lainnya. Perlu dipahami bahwa baris
terdepan dalam penanggulangan bencana tersebut, adalah masyarakat itu sendiri.
Oleh karenanya, pelibatan masyarakat setempat dalam pelaksanaan penanggulangan
bencana, menjadi sangat penting.
Gunung "Deleng" Sinabung, Tanah Karo - Provinsi Sumatera Utara. |
Deleng
Sinabung
Gunung
Sinabung
–dalam bahasa Karo: Deleng Sinabung, adalah gunung api
di dataran tinggi Karo; Kabupaten Karo; Provinsi Sumatera Utara, hingga kini
belum juga menurunkan aktivitasnya sejak 15 September 2013 lalu. Kondisi gunung
yang memiliki ketinggian 2.460 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu, masih didominasi
gempa hybird. Kondisi tersebut mengindikasikan,
bahwa pertumbuhan kubah lava masih berlangsung. Terdapat lima desa yang
terletak di radius berbahaya sepanjang 3 - 3,5 kilometer, yakni: Sukameriah;
Bekerah; Simacem; Sigarang-garang, dan Sukanalu. Pada pekan lalu, awan panas
Gunung Sinabung mengakibatkan 15 orang tewas. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi (PVMBG), merekomendasikan radius 5 kilometer harus kosong dari
aktivitas penduduk. Hal ini untuk mengantisipasi meluasnya lontaran material
berukuran 3-4 cm yang jaraknya diperkirakan mampu mencapai 4 km. Tercatat 184 pengungsi erupsi Gunung Sinabung, tinggal di
Posko Penampungan di Kabanjahe. Bupati Karo telah menetapkan status
bencana itu sebagai Tanggap Darurat. Banyak kekuatan pemerintah pusat yang ikut
menanggulangi bencana tersebut, mulai dari: BNPB (Badan Nasional Penanggulangan
Bencana); Badan SAR Nasional (Basarnas); Kementerian Sosial; Kementerian
Kesehatan; Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah; hingga Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Pos Penampungan Pengungsi Losd Tanjung Mbelang, Kec. Kuta Buluh; Kab. Karo - Provinsi Sumut. |
Data
dan Fakta
Berdasarkan sejarah letusan gunung di
Indonesia, erupsi Gunung Sinabung tercatat sebagai rekor baru. Dari segi
durasi, erupsi Sinabung tercatat sebagai yang terlama keempat di Indonesia.
Erupsi terlama dipegang tiga gunung api, masing-masing: Gunung Agung di Bali;
Gunung Galunggung di Tasikmalaya Jawa Barat; dan Gunung Bromo di Jawa Timur. Gunung
Agung meletus tahun 1963, dan lamanya hampir setahun. Setelah Gunung Agung,
giliran Gunung Galunggung yang erupsi di tahun 1982 dan hampir setahun juga.
Selanjutnya, Gunung Bromo meletus pada tahun 2010 selama lebih dari tujuh bulan.
Dilihat dari segi dampak, meletusnya
keempat gunung itu jelas banyak sisi negatifnya. Kerusakan terjadi dimana-mana,
terutama di kawasan yang berdekatan dengan gunung yang meletus. Korban jiwa juga,
cukup banyak bergelimpangan. Tak hanya itu, letusan itu juga berdampak pada
aspek sosial dan ekonomi masyarakat. Meski berdampak negatif, erupsi gunung
berapi juga memiliki dampak positif. Salah satu dampak positif itu adalah:
tanah akan menjadi subur usai terkena material erupsi. Material abu dan pasir –hasil erupsi gunung api itu, kaya
kandungan nutrisi yang dibutuhkan tumbuhan.
Media Center Penanganan Bencana Sinabung, Provinsi Sumatera Utara. |
Penanggulangan
Bencana
Wilayah Indonesia yang rentan bencana
alam, seperti: gunung meletus; gempa bumi; tsunami; tanah longsor; dan banjir;
memerlukan kesiapan masyarakatnya dalam mengantisipasi segala bencana yang akan
terjadi tersebut. Kesiapan menghadapi bencana alam, sangat diperlukan. Belajar
pada pengalaman masa lalu, masyarakat harus dilatih serta difasilitasi sarana
dan prasarana untuk mengembangkan kemampuan penanggulangan bencana. Untuk itu,
Kementerian Sosial RI ambil bagian dalam penanganan bencana melalui Pusat
Latihan Taruna Siaga Bencana (Tagana). Kemensos membangun Tagana Center
sebagai pusat pelatihan penanggulangan bencana di kawasan Sentul Bogor, Jawa
Barat. Pusat pelatihan ini, dilengkapi dengan simulasi bencana. Saat ini,
terdapat 29 ribu relawan Tagana yang tersebar di 33 provinsi. Tagana hadir
untuk mengurangi risiko dan menekan dampak bencana terhadap masyarakat. Melalui
Tagana, manajemen penanggulangan bencana juga dilakukan dengan pemberian
dukungan fasilitas kendaraan gerak cepat –mobil
dan perahu serta gudang buffer stock (penyangga). Untuk penyediaan buffer stock, Kemensos
menyimpan dalam banyak gudang-gudang di daerah. Buffer stock yang disediakan, seperti: keperluan sandang, lauk
pauk, logistik, keperluan sehari-hari, hingga keperluan ibu dan anak. Hingga
kini, tercatat: 276 unit mobil RTU (Rescue
Tactical Unit); 117 unit dapur umum lapangan; 105 truk; 87 tangki air; dan
56 kapal cepat yang siap bergerak saat darurat. Dengan demikian, diharapkan masyarakat
akan menjadi lebih mandiri; lebih kuat; lebih sigap; lebih terlatih; dan lebih
siap menghadapi bencana, tanpa bergantung pada pihak lain –terkecuali kondisi khusus. Langkah-langkah pemberdayaan, seperti:
penguatan; pemantapan; dan pelatihan sesuai budaya, kearifan lokal, kemampuan
serta potensi masyarakat itu sendiri, akan menjadi faktor penting dalam mewujudkan
masyarakat yang siap menanggulangi bencana.
Selain itu, Kementerian Sosial RI juga
mengembangkan Program Kampung Siaga Bencana. Dengan program ini, diharapkan
dapat mewujudkan masyarakat yang siap menghadapi dan menanggulangi bencana. Kampung,
akan memiliki SOP (standar operasional prosedur) dalam penanggulangan bencana. Bentuk
bantuan dalam Program Kampung Siaga Bencana ini, bukan lagi dengan model
bantuan sosial, tetapi model yang akan dikembangkan adalah pola bantuan
perlindungan. Pola semacam ini diharapkan akan jauh lebih berkelanjutan,
artinya pola bantuan tidak hanya bersifat temporer. Esensi atau inti sari dari
Program Kampung Siaga Bencana, merupakan pelibatan masyarakat setempat dalam
pelaksanaan penanggulangan bencana atau dikenal dalam istilah lainnya Community Based Disasters Management
(Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat). Karena pada dasarnya, baris
terdepan dalam penanggulangan bencana tersebut adalah masyarakat itu sendiri. Masalah
recovery sosial, harus ditangani
secara fokus dan menjadi standar operasional prosedur dalam penanganan bencana.
Dengan demikian, penanganan korban bencana, tidak hanya sebatas pada masa
tanggap darurat saja, tetapi diperlukan juga kegiatan yang berkesinambungan
hingga seluruh korban dapat pulih kembali dan dapat melaksanakan kemampuan
fungsi sosialnya secara wajar. Untuk itu, diperlukan tenaga pendamping sosial
yang dapat melakukan rangkaian kegiatan pendampingan –baik dimulai dari masa pra bencana hingga kemasa pasca bencana.
Pos Penampungan Pengungsi Losd Tanjung Mbelang, Karo. |
Hikmah
dibalik Musibah
Tidaklah Tuhan menciptakan peristiwa
atau kejadian, sebagai sesuatu yang sia-sia. Manusia dianjurkan untuk merenung
dan mengambil pelajaran dari berbagai macam peristiwa yang terjadi. Manusia
dianjurkan untuk menggunakan potensi yang Tuhan berikan kepadanya, yakni:
penglihatan; pendengaran; hati; serta panca indra yang lainnya, agar
difungsikan untuk merenungkan hikmah dibalik peristiwa.
Bencana apapun yang dipandang buruk oleh
manusia sebetulnya merupakan sunnatullah, semata-mata dimaksudkan untuk
menunjukkan ke-Mahakuasaan Allah. Musibah, sejatinya membuahkan peningkatan
iman seorang mukmin, bertambah baiknya hubungan dengan Allah, serta semakin
sempurnanya kedekatan dirinya dengan-Nya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar