Perlindungan anak merupakan isu pembangunan lintas program (cross-cutting issues), sehingga perlu adanya kebijakan yang mengintegrasikan berbagai program pembangunan yang berhubungan dengan anak di Kabupaten/Kota. Kebijakan Kota Layak Anak (KLA) merupakan suatu kebijakan untuk mengintegrasikan berbagai sumber daya pembangunan dan pengintegrasian berbagai kebijakan perlindungan anak yang sudah ada di Kabupaten/Kota secara terencana dan menyeluruh untuk memenuhi hak anak.
Kabupaten/Kota
Layak Anak
Kota Layak Anak merupakan istilah yang
diperkenalkan pertama kali oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan tahun
2005 melalui Kebijakan Kota Layak Anak. Karena alasan untuk mengakomodasi
pemerintahan kabupaten, belakangan istilah Kota Layak Anak menjadi Kabupaten
atau Kota Layak Anak dan kemudian disingkat menjadi KLA. Komitmen ini diperkuat
lagi dengan lahirnya Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak. Puncaknya adalah pada Kabinet Indonesia bersatu jilid kedua,
Presiden memberikan perhatian secara khusus pada masalah anak dengan merubah
nama Kementerian Pemberdayaan Perempuan menjadi Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak. Dalam kebijakan tersebut digambarkan
bahwa KLA merupakan upaya pemerintahan Kabupaten atau Kota untuk mempercepat
implementasi Konvensi Hak Anak (KHA) dari kerangka hukum kedalam definisi,
strategi, dan intervensi pembangunan seperti kebijakan, institusi, dan program
yang layak anak.
Dalam upaya terwujudnya Kota atau
Kabupaten Layak Anak, tidaklah serta merta. Telah dilakukan langkah-langkah,
diantaranya: menuju Kota Layak Anak, Pemenuhan Hak Anak dan Prestasi-Prestasi.
Langkah-langkah yang dimaksud pada
menuju Kota Layak Anak, mulai dari: penyusunan database anak; pembentukan gugus
tugas Kota Layak Anak; revitalisasi forum anak; penyusunan Rencana Aksi Daerah
(RAD); perlindungan anak; dan sosialisasi Kota Layak Anak di sejumlah wilayah
terkait. Disamping itu juga, dilakukan pembentukan gugus tugas kecamatan ramah
anak, kampung ramah anak dan sekolah ramah anak. Bukan hanya itu saja,
melainkan juga studi banding Kota Layak Anak dalam rangka penyusunan Peraturan
Daerah inisiatif perlindungan anak hingga penyusunan dan pengesahan Peraturan
Daerah Kota Layak Anak atau Peraturan Daerah inisiatif sebagai wujud komitmen
politis DPRD dan KLA. Sementara untuk Pemenuhan Hak Anak sendiri yaitu
pemenuhan hak cluster I berupa hak sipil dan kebebasan (hak identitas; hak
perlindungan; hak berekspresi dan mengeluarkan pendapat; hak berorganisasi dan
berkumpul secara damai; hak informasi yang layak; hak bebas dari penyiksaan dan
penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia),
hak cluster II berupa lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif (bimbingan
dan tanggung jawab orang tua; anak yang terpisah dari orang tua; dan pemindahan
anak secara illegal), hak cluster III berupa kesehatan dasar dan kesejahteraan
(jaminan kesejahteraan sosial dan kesehatan), hak cluster IV berupa pendidikan,
pemanfaatan waktu luang dan kegiatan seni budaya, dan hak cluster V berupa
perlindungan khusus (jaminan akses perlindungan). Sedangkan untuk
Prestasi-Prestasi, melalui prestasi bidang pemerintahan, olimpiade sains dan
bidang pelayanan.
Indikator
Kabupaten/Kota Layak Anak
Suatu kabupaten/kota dapat disebut layak
anak, apabila setidaknya memenuhi 31 (tiga puluh satu) Indikator Kabupaten/Kota
Layak Anak (KLA).
Indikator KLA dikembangkan mengacu pada
Konvensi Hak Anak (KHA) dan peraturan perundang-undangan terkait anak.
1.
Adanya
peraturan perundang-undangan dan kebijakan untuk pemenuhan hak anak.
Peraturan
perundang-undangan yang dimaksud terutama adalah peraturan daerah (Perda). Substansi
Perda tersebut mencakup pemenuhan hak anak berdasarkan Konvensi Hak Anak (KHA)
mencakup 5 (lima) klaster, yaitu: (a) hak sipil dan kebebasan; (b) lingkungan
keluarga dan pengasuhan alternatif; (c) kesehatan dasar dan kesejahteraan; (d)
pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan seni dan budaya; dan (e) perlindungan
khusus. Perda tersebut dapat terdiri dari satu Perda yang mencakup 5 klaster
atau berbagai Perda yang merupakan penjabaran dari masing-masing klaster tertentu.
Selain Perda, peraturan perundang-undangan lainnya adalah Peraturan Gubernur,
Peraturan Bupati/Walikota, dan/atau Peraturan Kepala Desa/setingkat. Kebijakan
yang dimaksud antara lain (namun tidak terbatas) berupa Keputusan, Instruksi,
dan/atau Edaran.
Sumber data:
Sekretaris Daerah, Biro Hukum, dan SKPD terkait.
2.
Persentase
anggaran untuk pemenuhan hak anak, termasuk anggaran untuk penguatan
kelembagaan.
Tersedianya
anggaran untuk pemenuhan hak anak, termasuk anggaran untuk penguatan
kelembagaan di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan lembaga terkait,
serta jumlah alokasi anggaran pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya.
Sumber data:
Bappeda dan SKPD terkait.
3.
Jumlah
peraturan perundang-undangan, kebijakan, program dan kegiatan yang mendapatkan
masukan dari Forum Anak dan kelompok anak lainnya.
Jumlah peraturan
perundangan-undangan, kebijakan, program dan kegiatan yang mendapatkan masukan
dari Forum Anak dan kelompok anak lainnya, masukan anak yang diterima untuk
ditindaklanjuti, serta jumlah anak dan kelompok anak yang terlibat di dalamnya.
Sumber data: Bappeda,
Badan PP dan Perlindungan Anak, dan Forum Anak.
4.
Tersedia
sumber daya manusia (SDM) terlatih KHA dan mampu menerapkan hak anak kedalam
kebijakan, program dan kegiatan.
Jumlah SDM
meliputi antara lain: tenaga pendidik dan kependidikan, tenaga kesehatan,
pekerja sosial, dan aparat penegak hukum, yang telah mengikuti pelatihan KHA. Pelatihan
yang dimaksud adalah yang memenuhi standar materi, pendalaman masalah dan
penanganan isu anak berdasarkan KHA. Tenaga/petugas pemberi layanan atau yang bekerja
dengan anak perlu mendapatkan pelatihan tentang hak anak. Pelatihan ini dapat diselenggarakan
oleh lembaga pelatihan yang memiliki kompetensi di bidang hak anak. Melalui
pelatihan ini diharapkan tenaga/petugas pemberi layanan mampu melayani dan mendampingi
anak dengan memperhatikan kepentingan terbaik anak, tidak diskriminatif, dan
memperhatikan pendapat anak. Pelatihan dimaksud tidak termasuk kegiatan
Sosialisasi tentang KHA, KLA, dan UUPA.
Sumber data:
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, SKPD terkait, dan
organisasi kemasyarakatan di bidang hak anak.
5.
Tersedia
data anak terpilah menurut jenis kelamin, umur, dan kecamatan.
Unsur utama
pengembangan KLA adalah data. Data KLA dipastikan telah terpilah menurut jenis
kelamin, umur, dan wilayah kecamatan. Data sangat bermanfaat bagi
kabupaten/kota dalam perencanaan pemenuhan hak dan pembangunan anak secara
luas. Dengan dimilikinya data anak, besaran masalah anak diketahui, sehingga
dapat disusun kebijakan/program/kegiatan yang tepat untuk mengatasi masalah
anak tersebut.
Sumber data:
BPS, SKPD, dan PKK melalui Dasawisma, dan lain-lain termasuk data dari Perguruan
Tinggi.
6.
Keterlibatan
lembaga masyarakat dalam pemenuhan hak anak.
Keterlibatan
masyarakat dapat berbentuk pemberdayaan keluarga/masyarakat sekitar, program
bersama, penyediaan fasilitas, penyediaan layanan tumbuh kembang dan perlindungan
anak, dan/atau penyediaan dana. Sebagai contoh: layanan anak terlantar,
penyediaan tempat penitipan anak, taman bermain, pusat informasi anak, lembaga
layanan pendidikan, lembaga layanan kesehatan, lembaga bantuan hukum, rumah
aman, lembaga penyediaan alat bantu bagi anak berkebutuhan khusus, atau pusat
pengembangan kreativitas, seni dan budaya.
Yang dimaksud
dengan lembaga masyarakat adalah sesuai dengan Peraturan Menteri Pemberdayaan
Perempuan Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Lembaga
Masyarakat. Yang termasuk lembaga masyarakat adalah organisasi profesi,
organisasi swasta, organisasi sosial, organisasi politik, organisasi media masa,
organisasi keagamaan, LSM.
Sumber data:
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan lembaga layanan bersangkutan.
7.
Keterlibatan
dunia usaha dalam pemenuhan hak anak.
Keterlibatan
dunia usaha dapat berbentuk kebijakan, produk yang memenuhi syarat layak anak,
pemberdayaan keluarga/masyarakat sekitar, penyediaan fasilitas, penyediaan
layanan dalam tumbuh kembang dan perlindungan anak, dan/atau dana. Contoh:
kebijakan pencegahan penggunaan tenaga kerja anak; produksi makanan yang aman,
bermutu dan bergizi; serta penyediaan tempat penitipan anak, ruang bermain,
pojok ASI, taman bermain, pusat informasi, atau Telepon Sahabat Anak (TESA).
Sumber data:
Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Perdagangan, Dinas Perindustrian,
Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Dinas Sosial, dan Dinas Tenaga
Kerja.
8.
Persentase
anak yang teregistrasi dan mendapatkan Kutipan Akta Kelahiran.
Catatan: sudah
ada Keputusan MK yang menyatakan anak di luar nikah bisa mencantumkan nama ayahnya,
dengan syarat: dibuktikan dengan saksi dan alat bukti. Sudah ada MoU antar 8
Kementerian, apakah MoU tersebut telah diterapkan dalam kebijakan/program di
daerah.
Pemberian
Kutipan Akta Kelahiran anak (0-18 tahun) sudah dibebaskan dari bea (gratis). Bebas
bea di sini adalah mulai dari saat pelaporan hingga diberikannya Kutipan Akta Kelahiran.
Tidak diperkenankan pembayaran sekecil apapun mulai dari pengambilan formulir,
pengisian, pencatatan dalam buku register hingga diberikannya Kutipan Akta
Kelahiran tersebut ke tangan yang berhak. Yang dimaksud dengan komponen biaya
adalah termasuk administrasi, biaya cetak, retribusi, meterai, denda, pungutan
ataupun biaya lain yang dimintakan kepada pelapor/penerima Akta.
Jumlah anak usia
0-18 tahun yang dimaksud adalah jumlah dari seluruh anak yang baru lahir hingga
anak berusia 18 tahun, termasuk anak yang berkebutuhan khusus (ABK) dan anak
dari kelompok rentan administrasi kependudukan lainnya. Untuk memastikan data yang
diperoleh akurat dan menggunakan patokan yang sama, maka penentuan usia anak untuk
tahun berjalan akan menggunakan data per tanggal 1 Januari pada tahun berjalan.
Dengan demikian, anak yang sudah lewat usia 18 tahun pada tanggal 1 Januari
tahun berjalan sudah tidak dimasukkan lagi dalam data jumlah anak. Apabila
daerah memiliki tanggal pendataan yang lebih baru (up to date) pada tahun berjalan, diharapkan untuk mencantumkan
tanggal dilakukannya pendataan pada tahun berjalan tersebut.
Jumlah anak yang
tercatat dan memiliki Akta adalah jumlah dari seluruh anak umur 0-18 tahun per
tanggal 1 Januari tahun berjalan yang sudah dicatatkan dalam buku register akta
yang resmi dan sekaligus sudah diberikan Kutipan Akta Kelahirannya. Anak yang
baru dicatatkan namun belum dibuatkan Akte Kelahirannya, atau yang sudah
dibuatkan Kutipan Akta Kelahiran namun belum dimasukkan ke dalam buku register,
keduanya tidak boleh dimasukkan dalam data. Pastikan bahwa ABK dan anak dari
kelompok rentan administrasi kependudukan lainnya juga tercakup dalam data.
Yang dimaksud
dengan data terpilah adalah diadakan penghitungan terpisah untuk jumlah anak
laki-laki dan jumlah anak perempuan. Data anak juga dikelompokkan berdasarkan kelompok
umur per satu tahun. Jelaskan pada usia berapa pada umumnya anak itu dicatatkan.
Yang dimaksud
dengan upaya peningkatan cakupan adalah segala kebijakan, strategi, program dan
kegiatan yang dilakukan daerah dalam dua tahun terakhir dalam upaya peningkatan
cakupan registrasi dan kepemilikan Akta Kelahiran hingga mencapai target 100%.
Sertakan penjelasan alokasi anggaran dan sumber pendanaan yang dipakai, tenaga yang
dilibatkan, jumlah kelompok sasaran yang dituju dan tingkat keberhasilannya.
Jelaskan upaya
nyata yang sudah dilakukan antara lain: sosialisasi baik kepada warga maupun
aparat pemerintahan daerah; koordinasi dengan berbagai organisasi/lembaga kemasyarakatan
dalam berbagai bentuk dan profesi; adanya layanan bagi anak terlantar, panti
atau dari kelompok rentan administrasi kependudukan lainnya; mendekatkan
layanan hingga menjangkau setiap kelurahan/desa; kerjasama dengan komunitas
warga (misalnya RT/RW/dusun); apakah dimungkinkan pengurusan kolektif; apakah
ada upaya mengantisipasi masalah penetapan pengadilan negeri; adanya
dispensasi; cara mengatasi penggantian biaya cetak blanko dan meterai pada Akta
dan Kutipan Akta; apa saja upaya peningkatan kapasitas petugas pencatatan sipil
yang sudah dilakukan; bagaimana cara memadukan dengan program lain yang sedang
berjalan (misalnya: dasa wisma, PKK, PAUD dan sebagainya); dan bagaimana
memastikan penyampaian kebijakan dari tingkat nasional hingga ke tingkat
terbawah. Apabila ada upaya-upaya lain yang bisa dijelaskan, sangat diharapkan.
Sumber data:
Sekretariat Daerah, Biro Hukum Pemda, Biro Tata Pemerintahan, Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Badan Pusat Statistik Daerah.
9.
Tersedia
fasilitas informasi layak anak.
Fasilitas dapat
berupa: pojok baca, taman cerdas, perpustakaan, layanan informasi daerah, dan
sebagainya, yang menyediakan informasi sesuai kebutuhan dan usia anak, termasuk
informasi penanggulangan bencana. Fasilitas yang didata hanya yang memenuhi
kriteria layak anak, yaitu bebas pelanggaran hak anak/bahan berbahaya misalnya:
kekerasan, diskriminasi, rasialisme, ancaman, kevulgaran, kecabulan, atau
ekspose data/diri pribadi anak. Bahan informasi yang disediakan sudah diperiksa
dan ada pemantauan rutin. Akses diperoleh tanpa mengeluarkan biaya/bebas bea
untuk setiap pelayanan reguler seperti kartu anggota atau langganan
penggunaan/peminjaman; penyebaran lokasi merata menjangkau setiap pelosok; sudah
memperhatikan kebutuhan anak, termasuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dan anak
dari kelompok rentan lainnya seperti kelompok miskin, minoritas, korban
bencana, atau terasing. Di luar kriteria tersebut, tidak dimasukkan kedalam
data.
Sumber informasi
layak anak dikelompokkan kedalam enam kategori: Penyiaran, Buku, Terbitan
Berkala, Internet, Video, dan Bahan Lainnya.
a.
Penyiaran
Radio dan
Televisi (baik internasional, nasional ataupun lokal). Apakah tersedia siaran
radio atau televisi di daerah tersebut (baik melalui udara terbuka, satelit
ataupun kabel). Apakah menjangkau seluruh wilayah atau hanya sebagian
masyarakat.
Sumber data:
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah, dan Dinas Komunikasi dan Informasi.
b.
Buku
Yang dimaksud
buku di sini adalah yang disediakan melalui perpustakaan, perpustakaan keliling
atau taman/pojok baca layak anak. Toko buku tidak dimasukkan ke dalam pendataan.
Apabila perpustakaan dan sejenisnya itu ternyata diperuntukkan bagi orang
dewasa atau mencampurkan koleksi dewasa dengan anak tanpa pemisahan, maka tidak
digolongkan layak anak. Jumlah koleksi yang layak anak juga harus memadai
sesuai kategorinya, dapat dikategorikan sesuai dengan usia anak/tingkat sekolah.
Rasio kecukupan judul dan jumlah buku yang tinggi sangat diharapkan. Harap
dijelaskan perkembangan judul buku dan jumlah buku yang ditampung. Perpustakaan
memasukkan kategori perpustakaan daerah, perpustakaan sekolah atau perpustakaan
swasta (termasuk perpustakaan khusus dari pusat kebudayaan) yang memberikan
akses kepada anak secara luas. Apabila ada tambahan fasilitas seperti layanan internet,
multimedia, museum koleksi atau laboratorium untuk peragaan, dicantumkan sebagai
satu unit perpustakaan tunggal. Apabila lebih dominan penyediaan layanan di
luar buku/terbitan, tempat tersebut diklasifikasikan sebagai “Bentuk Lainnya”. Apabila untuk mengaksesnya
harus mengeluarkan biaya yang tidak terjangkau anak pada umumnya di daerah,
maka perpustakaan seperti itu tidak dimasukkan dalam pendataan. Perpustakaan
keliling harus bergerak secara rutin mengikuti jadual tertentu yang menjangkau
pelosok-pelosok. Rasio buku bisa disesuaikan dengan tetap memperhatikan kriteria
layak anak dan mempertimbangkan kategori usia anak dan pengembangan bakat,
minat dan kemampuannya. Taman/pojok baca lebih dimaksudkan sebagai tempat membaca,
dengan sediaan jumlah dan judul buku relatif terbatas. Fasilitas yang dihitung
hanya yang memenuhi syarat minimal tempat membaca yang nyaman dan tersedia buku
anak. Apabila tempat ini disediakan oleh swasta, pastikan bahwa fasilitas
tersebut bebas bea dan tidak memaksa anak untuk membeli atau membayar sesuatu
untuk mengaksesnya (misalnya pada kafe buku, kantor tiket angkutan, dan
sebagainya).
Sumber data: Kantor
Arsip Daerah, Perpustakaan Daerah, dan Dinas Komunikasi dan Informasi.
c.
Terbitan
Berkala
Terbitan berkala
dan sejenis yang bersifat publik (diperjualbelikan secara bebas), maka yang didata
hanya yang tersedia dalam bentuk akses gratis publik dengan media tertentu
(papan/dinding surat kabar reguler, pusat dokumentasi terbitan dan sejenisnya
yang memang disediakan untuk publik). Jumlah media inilah yang dihitung dalam
pendataan. Apabila terbitan berkala tersebut berbentuk layanan umum dalam
sebuah perpustakaan, dimasukkan dalam kategori “Buku” dan disatukan dengan perpustakaan induknya untuk menghindari
penghitungan ganda.
Sumber data:
Kantor Arsip Daerah, Perpustakaan Daerah, Dinas Komunikasi dan Informasi, Dinas
Perindustrian, Dinas Perdagangan, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pendidikan.
d.
Internet
Baik dalam
bentuk web, internet, layanan informasi publik, dan sebagainya. Pendataan hanya
dilakukan bagi layanan internet gratis yang disediakan pemerintah daerah
(melalui SKPD atau unit), baik melalui unit dampingan (misalnya pada PAUD atau
BKB/BKR dan sejenisnya) atau pada lokasi kantor lembaga publik, yang
menyediakan layanan kepada anak (atau setidaknya memberikan alokasi waktu
tertentu bagi anak) dengan melakukan pemantauan terhadap informasi yang layak
anak yang bisa dibuka melalui layanan internet tersebut. Layanan provider telekomunikasi
bergerak (HP), tidak dimasukkan pendataan. Apabila fasilitas layanan tersebut
tergabung dalam perpustakaan/perpustakaan keliling, tidak dimasukkan dalam
kategori ini, namun berada dalam kategori “Buku”,
sesuai jenis perpustakaan/perpustakaan keliling yang melayaninya. Warung
internet swasta, tidak dimasukkan di sini.
Sumber data:
Dinas Komunikasi dan Informasi, Dinas Perdagangan, Dinas Perijinan, Dinas Pendidikan,
dan Dinas Sosial.
e.
Video
(termasuk audio)
Dalam berbagai
bentuk dan jenisnya seperti VHS, Beta, VCD, DVD, Blue-ray dan media penyimpanan
audio-video lainnya. Yang didata adalah jumlah lembaga yang menyediakan layanan
pemutaran/peminjaman multimedia. Apabila fasilitas layanan multimedia tersebut tergabung
dalam perpustakaan/perpustakaan keliling, tidak dimasukkan dalam kategori ini,
namun dalam kategori “Buku” sesuai
jenis perpustakaan yang melayaninya. Penyewaan dan penjualan video swasta tidak
dimasukkan di sini.
Sumber data:
Dinas Komunikasi dan/atau Informasi, Dinas Perdagangan, dan Dinas Perijinan.
f.
Bentuk
Lainnya
Permainan
elektronik, edutainment dan interaktif seperti pada taman cerdas, taman teknologi,
museum, laboratorium publik, pusat budaya, pusat informasi dan sebagainya. Pendataannya
dilakukan berdasarkan jumlah lembaga yang menyediakan layanan tersebut lebih
dominan dibandingkan fasilitas lainnya di atas (siaran, buku, internet,
multimedia). Rental permainan elektronik tidak dimasukkan di sini, meskipun
tetap dilakukan pengawasan oleh pemerintah daerah. Pendataan Museum, hanya
untuk yang memiliki akses anak secara bebas bea atau setidaknya biaya masuk yang
ringan. Arsip daerah yang terbuka kepada publik (termasuk yang mengoleksi
barang cetakan yang bisa diklasifikasikan judulnya), dimasukkan sebagai bagian
kategori “Buku”. Taman cerdas, rumah
pintar, pusat kreatifitas, taman teknologi, pusat kebudayaan, laboratorium
publik dan sejenisnya yang dikembangkan bukan semata sebagai tempat penyediaan
informasi bagi anak, namun untuk digunakan sebagai pengembangan kreativitas anak,
harap dimasukkan kedalam Kluster IV Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang dan Kegiatan
Seni dan Budaya.
Sumber data:
Dinas Komunikasi dan Informasi, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Pendidikan,
Dinas Arsip dan/atau Perpustakaan Daerah.
Perlu dijelaskan
apakah ada kendala yang menghalangi terpenuhinya akses bagi anak berkebutuhan
khusus (ABK) atau anak-anak dari kelompok rentan lainnya (misalnya dari kelompok
miskin, minoritas, korban bencana, terasing dan sebagainya) baik dalam bentuk fasilitas
gedung/sarana/prasarana maupun juga dari sisi materi/tulisan/bahasa. Setiap
kelembagaan/fasilitas yang disebutkan di atas menyediakan daftar hadir atau
kartu anggota.
10.
Jumlah
kelompok anak, termasuk Forum Anak, yang ada di kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan.
Yang dimaksudkan
dengan kelompok anak adalah perkumpulan yang beranggotakan anak atas inisiatif
dan dikelola oleh anak itu sendiri, untuk mengembangkan bakat, minat dan kemampuan.
Kelompok anak bisa beragam bentuk, yang pada khususnya merupakan wadah kegiatan
atau partisipasi.
Yang dimaksudkan
dengan Forum Anak adalah wadah partisipasi anak di tingkat kabupaten/kota, yang
berperan memberikan masukan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan
dan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan pemenuhan hak anak. Keanggotaan
Forum Anak terdiri dari perwakilan anak-anak dari tingkat kecamatan yang
mewakili semua kelompok anak, berdasarkan minat, bakat dan/atau kemampuan,
laki-laki dan perempuan, tanpa diskriminasi, termasuk anak berkebutuhan khusus,
anak minoritas dan adat.
Sumber data:
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana, dan SKPD terkait.
11.
Persentase
usia perkawinan pertama di bawah 18 tahun.
Untuk mengurangi
pernikahan usia anak, pemerintah daerah dapat melakukan upaya antara lain dalam
bentuk: sosialisasi, advokasi, pemberian konsultasi pra-pernikahan, dan/atau sanksi
terhadap pelaku pelanggaran (orangtua, pemuka agama dan pejabat publik yang menikahkan).
Sumber data:
Kantor Kementerian Agama, Pengadilan Agama, Pengadilan Negeri, dan Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
12.
Tersedia
lembaga konsultasi bagi orang tua/keluarga tentang pengasuhan dan perawatan anak.
Lembaga yang
dimaksud adalah yang memberikan layanan bagi orang tua/keluarga, misalnya: Bina
Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR), Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), pos curhat, lembaga konsultasi keluarga,
dan sebagainya.
Sumber data:
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana, PKK.
13.
Sebagai
alternatif terakhir dalam pengasuhan anak tersedia lembaga kesejahteraan sosial
anak (LKSA) yang memenuhi persyaratan.
Lembaga
Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) adalah lembaga yang menyediakan layanan anak
di luar asuhan keluarga, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun masyarakat.
Pengasuhan anak pada prinsipnya berada di keluarga, dengan demikian keberadaan
LKSA merupakan tempat pengasuhan anak yang bersifat “sementara” sampai ditemukan keluarga yang bisa mengasuh anak.
Sumber data:
Dinas Sosial
14.
Angka
Kematian Bayi (AKB).
Angka Kematian
Bayi (Infant Mortality Rate) adalah angka perhitungan dari jumlah kematian bayi
kurang dari satu tahun untuk setiap seribu kelahiran hidup yang terdapat di
suatu wilayah persatu tahun berjalan.
Sumber data:
Dinas Kesehatan.
15.
Prevalensi
kekurangan gizi pada balita.
Mekanisme
penanganan gizi kurang dilakukan melalui upaya pencegahan dan penanggulangan,
antara lain melalui: penyuluhan gizi, penjaringan kasus, optimalisasi potensi
pangan lokal dan pemberian makanan tambahan.
Sumber data:
Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, dan Dinas Perikanan.
16.
Persentase
ASI eksklusif
Yang dimaksud
ASI eksklusif adalah memberikan ASI saja kepada bayi, tanpa makanan lain, sampai
bayi mencapai usia 6 bulan. Termasuk penegasan larangan pengiklanan susu formula
dan pembatasan pemberian rekomendasi bagi pemberian susu formula.
Sumber data:
Dinas Kesehatan, dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana.
17.
Jumlah
Pojok ASI.
Pojok ASI dan
fasilitas menyusui yang dimaksud harus memenuhi persyaratan: ada ruangan
tertutup, wastafel (tempat cuci tangan), lemari es, meja bayi, dan kursi untuk
tempat duduk ibu yang menyusui/memerah ASI. Pojok ASI dan fasilitas menyusui
terutama disediakan di tempat kerja (instansi pemerintah dan swasta), di tempat
umum (pusat perbelanjaan, stasiun, bandara, dll) dan tempat layanan publik
lainnya. Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu
Eksklusif.
Sumber data:
Dinas Kesehatan, dan Badan Pemberdayaan Perempuan.
18.
Persentase
imunisasi dasar lengkap.
Yang disebut
Imunisasi Dasar Lengkap adalah BCG 1 kali, DPT 3 kali, HB 3 kali, Polio 4 kali,
dan Campak 1 kali.
Sumber data:
Dinas Kesehatan
19.
Jumlah
lembaga yang memberikan pelayanan kesehatan reproduksi dan mental.
Contoh lembaga
yang memberikan pelayanan kesehatan reproduksi dan mental adalah Pusat
Informasi Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIKKRR), Pusat Konsultasi
Psikologi, dan Pusat Rehabilitasi Ketergantungan Narkoba.
Sumber data:
BKKBN, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan BNN.
20.
Jumlah
anak dari keluarga miskin yang memperoleh akses peningkatan kesejahteraan.
Contoh program
pengentasan kemiskinan adalah Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Jaminan
Persalinan (Jampersal), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri, Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sehat, dan lain-lain.
Sumber data:
Badan Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja, dan Dinas
Kesehatan.
21.
Persentase
rumah tangga dengan akses air bersih.
Rumah tangga
yang memiliki akses air bersih yang dimaksud adalah yang melalui jaringan pipa
dan/atau non pipa yang dilaporkan oleh Puskesmas. Air bersih merupakan air yang
layak untuk diolah menjadi air minum.
Sumber data:
Dinas Pekerjaan Umum.
22.
Tersedia
kawasan tanpa rokok.
Kawasan tanpa
rokok, adalah suatu ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan
merokok, menjual, mengiklankan dan/atau mempromosikan produk tembakau. Kawasan
tanpa rokok ditetapkan di gedung pemerintahan, fasilitas pelayanan kesehatan,
tempat proses belajar mengajar (pendidikan), tempat anak bermain, tempat
ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang
ditetapkan (oleh Pemerintah Daerah). Kawasan tanpa rokok dikembangkan di
wilayah yang terdapat anak, PP No.109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang
Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Sumber data:
Badan Lingkungan Hidup, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan,
dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana.
23.
Angka
partisipasi pendidikan anak usia dini.
Pendidikan anak
usia dini (PAUD) adalah pendidikan bagi anak usia pra sekolah (0-6 tahun),
dalam bentuk pendidikan formal, nonformal, dan informal. Angka partisipasi PAUD
yang dimaksud adalah angka partisipasi kasar (APK) PAUD dan angka partisipasi
murni (APM) PAUD.
Sumber data:
Dinas Pendidikan, dan HIMPAUDI.
24.
Persentase
wajib belajar pendidikan 12 tahun.
Data pendidikan
dapat menggunakan data angka partisipasi sekolah (APS), angka partisipasi kasar
(APK) dan/atau angka partisipasi murni (APM).
Sumber data:
Dinas Pendidikan
25.
Persentase
sekolah ramah Anak.
Angka persentase
dihitung dari jumlah sekolah yang memenuhi kriteria sekolah ramah anak
dibandingkan dengan jumlah sekolah. Sekolah ramah anak adalah sekolah yang
mampu menjamin pemenuhan hak anak dalam proses belajar mengajar, aman, nyaman,
bebas dari kekerasan dan diskriminasi, serta menciptakan ruang bagi anak untuk
belajar berinteraksi, berpartisipasi, bekerja sama, menghargai keberagaman,
toleransi dan perdamaian. Persyaratan minimal sekolah ramah anak, antara lain adalah:
(1) mempunyai kebijakan anti kekerasan (sesama siswa, tenaga pendidik dan
kependidikan, termasuk pegawai sekolah lainnya); (2) memiliki program Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS); (3) lingkungan sekolah yang bersih dan sehat; (4) menerapkan
Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS); (5) sekolah yang sadar dan ramah lingkungan
Adiwiyata; (6) memiliki Warung/Kantin Kejujuran; (7) siswa terlibat/dilibatkan
dalam pembuatan kebijakan sekolah; dan (8) Guru terlatih KHA.
Sumber data:
Dinas Pendidikan, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Kesehatan, dan Badan
Pemberdayaan Perempuan.
26.
Jumlah
sekolah yang memiliki program, sarana dan prasarana perjalanan anak ke dan dari
sekolah.
Sekolah yang
memiliki program yang diarahkan pada penciptaan keamanan dan keselamatan
perjalanan anak ke dan dari sekolah. Dalam program ini ditandai oleh adanya
pelatihan, penyediaan rambu lalu-lintas, zona selamat sekolah, dan penyedian
sarana dan prasarana perjalanan anak ke dan dari sekolah. Program ini disusun
bersama antara Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan dan Kepolisian. Program,
sarana dan prasarana perjalanan anak ke dan dari sekolah, antara lain meliputi:
(1) pendidikan tentang tertib berlalu lintas (termasuk makna marka dan rambu);
(2) pengadaan taman lalu lintas; (3) Zona Selamat Sekolah (rambu dan marka);
(4) Patroli Keamanan Sekolah; (5) infrastruktur perjalanan anak (pedestrian,
jembatan penyeberangan, naungan/ tempat berteduh, garis penyeberangan, tersedia
fasilitas rekreatif dan edukatif, dll.); (6) pengaturan parkir kendaraan; (7) petugas
keamanan; dan (8) alat keselamatan sesuai moda transportasi (helm, pelampung,
dll).
Sumber data:
Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan, Kepolisian, dan Badan Pemberdayaan
Perempuan dan Keluarga Berencana.
27.
Tersedia
fasilitas untuk kegiatan kreatif dan rekreatif yang ramah anak, di luar
sekolah, yang dapat diakses semua anak.
Yang dimaksud
dengan fasilitas kreatif dan rekreatif adalah sarana dan prasarana yang
disediakan untuk mengembangkan minat bakat anak, memanfaatkan waktu luang serta
menjadi media ekspresi yang berada di luar sekolah, baik yang disediakan oleh
pemerintah, masyarakat maupun dunia usaha. Contohnya adalah sanggar, kegiatan
seni budaya, taman kota, taman cerdas, taman teknologi, museum, pedestrian, dan
fasilitas olah raga. Yang dimaksud dengan event/kegiatan/pertunjukan
kreatifitas anak, antara lain Jambore Anak atau Lomba Kreativitas Anak.
Sumber data:
Dinas Kebudayaan, Dinas Pariwisata, Dinas Pertamanan, Dinas Olah Raga, Badan
Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana, dan Kelompok Anak.
28.
Persentase
anak yang memerlukan perlindungan khusus yang memperoleh pelayanan.
Yang dimaksud
anak yang membutuhkan perlindungan khusus (AMPK) adalah anak yang berada dalam
situasi darurat (anak yang menjadi pengungsi, anak korban kerusuhan, anak
korban bencana alam, anak dalam situasi konflik bersenjata), anak yang
berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak
tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak
yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya, anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban
kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak
korban perlakuan salah dan penelantaran. Jenis pelayanan yang diberikan bagi
AMPK adalah bantuan medis, psikologis dan psikososial, hukum (medikolegal),
konsultasi, rehabilitasi, sarana dan prasarana penunjang bagi anak berkebutuhan
khusus, pendidikan khusus, pemulangan, dan reintegrasi sosial.
Yang dimaksud
anak korban kekerasan adalah anak yang mengalami kekerasan fisik, psikis,
seksual, penelantaran, eksploitasi dan/atau kekerasan lainnya sebagaimana
dijelaskan dalam Standar Pelayanan Minimal Bidang Layanan Terpadu bagi
Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. Contoh: anak korban perdagangan orang dan
anak korban kekerasan dalam rumah tangga. Program/kegiatan pencegahan yang
difokuskan pada deteksi dini tindak kekerasan terutama berbasis keluarga dan
masyarakat.
Yang dimaksud
dengan lembaga penyedia layanan antara lain adalah Hotline Pengaduan, Pusat
Pelayanan Terpadu (PPT), Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan
Anak (P2TP2A), Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA), sarana layanan
kesehatan, Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA), Rumah Aman, Lembaga Bantuan
Hukum, dll.
Sumber data:
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan lembaga layanan
bersangkutan.
29.
Persentase
kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) yang diselesaikan dengan pendekatan
keadilan restoratif (restorative justice).
Anak Berhadapan
dengan Hukum (ABH) adalah anak yang disangka melakukan tindak pidana. Pendekatan
keadilan restoratif memprioritaskan diversi (menghindarkan anak dari proses
pengadilan), sehingga selesai pada tingkat kepolisian. Mekanisme diversi adalah
mekanisme pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke
proses di luar pengadilan anak.
Sumber data:
Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Dinas
Sosial, dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana
30.
Adanya
mekanisme penanggulangan bencana yang memperhatikan kepentingan anak.
Sumber data:
Badan Penanggulangan Bencana Daerah, dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan
Keluarga Berencana.
31.
Persentase
anak yang dibebaskan dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak.
Yang dimaksud
dengan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak adalah: (1) segala bentuk
perbudakan atau pratik sejenis perbudakan, seperti: penjualan dan perdagangan
anak, kerja ijon dan perhambaan serta kerja paksa atau wajib kerja, termasuk
perekrutan anak secara paksa untuk dilibatkan dalam konflik bersenjata; (2)
pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran, untuk produksi
pornografi atau untuk pertunjukan porno; (3) pemanfaatan, penyediaan atau
penawaran anak untuk kegiatan berbahaya, khususnya untuk produksi dan
perdagangan obat-obatan sebagaimana diatur dalam perjanjian internasional yang
relevan; dan (4) pekerjaan yang sifatnya atau berdasarkan lingkungannya dapat
membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak.
Program
pencegahan agar anak-anak tidak bekerja, antara lain berupa: pemberdayaan
ekonomi keluarga, pencegahan perkawinan usia anak, dan advokasi ke dunia usaha dan
masyarakat untuk tidak mempekerjakan anak.
Program
penanganan antara lain melalui Program Penarikan Pekerja Anak dan Program
Pelatihan Keterampilan Anak.
Sumber data:
Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Sosial, dan Kepolisian.
Sumber data
Badan PP dan KB diubah menjadi Badan PP dan PA.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar