International Buddhist Center
Taman Alam
Lumbini adalah kompleks taman alam yang didalamnya terdapat sebuah pagoda Budha
yang sangat megah. Terletak di Desa Tongkoh, Kecamatan Dolatrayat,
Kabupaten Karo, Sumatera Utara –kurang
lebih berjarak sekitar 55 kilometer dari Kota Medan. Untuk mencapai lokasi
ini dari Bandara Polonia Medan, kita dapat menggunakan moda transfortasi di
simpang pos Jalan Jamin Ginting. Di simpang pos ini, kita jumpai mobil-mobil
angkutan umum rute Medan-Berastagi-Kabanjahe/Barusjahe. Bila kita turun
di Tahura atau Simpang Tongkoh –Simpang
Tongkoh dapat dikenali dengan tugu buah jeruk di tengah pertigaan, maka
tinggal mengikuti saja tanda panahnya dan berjalan kaki sekitar 20 menit.
Sepanjang perjalanan singkat ini, kita akan disuguhi dengan pemandangan tanaman-tanaman
khas daerah dataran tinggi. Hamparan kebun strawberry; kebun jagung; kebun
alpukat; dan kebun bunga, membentang di kiri-kanan jalan. Saat tiba di areal
Taman Alam Lumbini, rasanya seperti sedang berada di Genting Highland Malaysia
dan Myanmar secara bersamaan. Betapa tidak, Genting Highland yang terkenal dengan
self-picking strawberry-nya dan
Myanmar dengan Pagoda
Shwedagon-nya, semuanya ada di Berastagi ini. Tulisan “Petik
Sendiri” di depan kebun, dapat diartikan: “petik dan langsung makan”, ini
Genting Highland banget. Sementara itu, bangunan Pagoda Lumbini ini merupakan
replika dari Pagoda Shwedagon yang ada di Myanmar –pagoda adalah tempat ibadah untuk yang beragama Budha. Jadi, buat
apa jauh-jauh ke sana jika di negara kita sendiri bisa melihat dan merasakannya
di satu tempat dalam waktu yang bersamaan.
Self Picking Strawberry di Berastagi, ngga kalah ama yang di Genting Highland Malaysia. |
Pagoda di Taman Alam Lumbini, Berastagi - Provinsi Sumatera Utara. |
Sebuah menara yang puncaknya berbentuk
bekisar, berdiri di sebelah kiri pagoda. Sementara itu, di bawahnya menjuntai
hiasan sulur berupa gelang-gelang emas sepanjang satu setengah meter. Puncak
pagoda dihiasi dengan puluhan lonceng yang berdentang jika tertiup angin. Untuk
menuju pagoda, kita harus melewati sebuah jembatan gantung –Titi Lumbini sepanjang 20 meter sebagai
sarana penyeberangan dipadu-padankan dengan puluhan lentera yang bergelantungan.
Di dalam pagoda –tepat di tengah-tengah
ruangan, terdapat empat patung Budha yang diletakkan di empat arah mata
angin dan menghadap ke pintu. Jika patung Budha yang di Myanmar bertatahkan
permata, namun patung Budha di Taman Alam Lumbini ini terbuat dari batu marmer.
Patung Budha dari marmer, di dalam Pagoda Taman Alam Lumbini - Berastagi. |
Replika Pagoda Shwedagon Myanmar di Taman Alam Lumbini, Berastagi - Sumut. |
Titi Lumbini, jembatan penyeberangan ke Pagoda Taman Alam Lumbini. |
Replika Pagoda
Shwedagon di Taman Alam Lumbini ini, merupakan replika tertinggi kedua yang
pernah ada diantara replika sejenis yang ada di luar Myanmar. Sementara di
Indonesia, replika tersebut merupakan tertinggi sehingga meraih rekor MURI (Museum
Rekor Indonesia) dengan kategori: Tertinggi di Indonesia –dan merupakan rekor pertama yang tercatat di Indonesia. Bukan hanya
itu saja, Taman Alam Lumbini ini –yang
mempunyai nama internasional: International Buddhist Center
juga meraih rekor MURI dalam kategori: Puja Bakti/Pemberkatan yang dihadiri oleh
Anggota Sangha terbanyak pada saat peresmiannya pada tanggal 30-31 Oktober
2010. Dimana 1.250 anggota Sangha yang hadir, terdiri dari: 100 orang bhikkhu
dari Indonesia; 650 dari Birma/Burma (Myanmar); 400 dari Thailand; dan dari
negara-negara lainnya (20 negara bikkhu, ikut dalam acara Puja Bakti). Dengan
demikian, Taman Alam Lumbini memegang dua rekor MURI, yakni: Pagoda
Tertinggi di Indonesia dan Kebaktian dihadiri Bhiku Terbanyak.
Rekor MURI: Kebaktian dihadiri Bhiku Terbanyak, Taman Alam Lumbini. 30-31 Oktober 2010. |
Meski tidak dikenakan biaya sedikitpun, namun
segala fasilitas umum yang disediakan di sini sangat terawat dan bersih. Mulai
dari fasilitas pelayanan informasi, toilet, taman-taman rekreasi, permainan
anak-anak, dan jembatan gantung sebagai infrastruktur penyeberang di taman,
ditata indah dan disesuaikan dengan suasana hutan alam di sekelilingnya. Hal
demikian menunjukkan bahwa tempat ini dikelola secara profesional, objek wisata
ini patut menjadi contoh bagi objek-objek wisata lainnya di tanah air.
Pohon Bodhi dan kolam pemandian Ratu Mayadevi di Distrik Kapilavastu, Nepal. |
“Lumbi” sendiri merupakan nama suatu
tempat di kaki Pegunungan Himalaya (distrik Kapilavastu –Nepal, dekat perbatasan India), dimana Ratu Mayadevi melahirkan
Pangeran Sidharta Gautama (563 SM). Di distrik Kapilavastu juga terdapat
Puskarini –Kolam Suci, tempat Ratu Mayadevi
mengambil ritual mandi –sesaat sebelum
melahirkan Sidharta Gautama dan Pangeran Sidharta Gautama pun mandi untuk
pertama kalinya. Pada tahun 1997, Lumbini menjadi situs warisan dunia UNESCO.
Ucok Durian di Jalan Iskandar Muda, Medan - Provinsi Sumatera Utara. |
Ucok
Durian
Anda belum ke Medan, bila belum mampir
ke Ucok Durian. Ucok Durian tak lain adalah nama gerai/kedai durian di Jalan
Iskandar Muda, Medan –dekat Pecel Lele
Lela. Gerai ini hanyalah berupa halaman toko beratap langit, dengan kursi
dan meja tertata seadanya. Namun selalu penuh dengan pengunjung, baik masyarakat
Medan ataupun pendatang dari luar kota. Gerai ini awalnya bermula dari
kesederhanaan Bang Ucok sebagai pemilik yang membuatnya disenangi dan
mendatangkan banyak pengunjung, mengingat harga durian yang tidak stabil disebabkan
oleh faktor musim. Selain itu, kita dapat menukar durian yang kurang bagus,
sehingga kepuasan pun terjamin. Berarti: bila rasa buah tidak enak atau tak
sesuai selera, pembeli dipersilakan menukarnya. Bang Ucok sendiri –yang lahir dengan nama Zainal Abidin
tidak mengeluh, durian yang kurang bagus –dan
sudah telanjur dibuka, dijual lagi ke toko yang menjual bahan makanan terbuat
dari durian, seperti: pancake dan kolak durian dengan harga yang lebih murah. Jadi,
tidak ada yang terbuang percuma.
Zainal "Ucok" Abidin |
Sebagai anak lelaki tertua, dia
terdorong untuk mandiri. Hari-harinya diisi dengan bekerja sebagai tukang
angkut di Pasar Pringgan yang hanya berjarak 500 meter dari rumahnya. Di pasar
inilah, dia kerap dipanggil ”Ucok” yang tenar sampai sekarang. Merasa bosan
dengan pekerjaan itu, Bang Ucok menawarkan tenaganya kepada para penjual durian
di sepanjang Jalan Iskandar Muda. Pria berdarah campuran Padang dan Batak
Mandailing ini, berburu sendiri durian ke kampung-kampung di Sidikalang –salah satu sentra durian.
Bang Ucok, lazim membeli durian –dari petani durian sedikit lebih mahal
dari pembeli lain. Dia pun mulai dikenal di kalangan petani durian di seantero
Sumatera Utara. Biasanya, para petani menghubungi Bang Ucok saat pohon
duriannya baru berbunga. Berarti, lima bulan lagi Bang Ucok harus datang
membeli. Dengan pola ini, kedai Bang Ucok tak pernah kosong durian. Pokoknya,
di tangan Bang Ucok, buah durian sepertinya tidak mengenal musim. Di gerai Bang
Ucok, ibarat musim durian berlangsung sepanjang tahun.
***
kompleks yang indah
BalasHapusSetuju...!
BalasHapus