Cinta
tragis pemuda Suta seorang Batur –pembantu, yang menjalin asmara dengan
Radennya yang ningrat, yakni: Putri Adipati. Keduanya benar-benar merasa saling
jatuh hati, dan berencana meningkatkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan.
Namun, tidak mendapat restu dari ayahanda sang putri dengan alasan berbeda
derajat dan martabat diantara mereka. Cinta terlarang dan tragis mereka
akhirnya diabadikan menjadi nama suatu tempat, yaitu: Baturraden.
Rarasing Rasa Wiwaraning Praja, bahwa:
rasa yang serasi dari masyarakat merupakan pintu gerbang untuk memasuki daerah
atau negara yang dicita-citakan. Keberadaan Kabupaten Banyumas tidak terlepas
dari pendirinya, yaitu: Raden Joko Kahiman –yang
kemudian menjadi Bupati pertama dikenal dengan julukan atau gelar: Adipati
Marapat (Adipati Mrapat). Raden Joko Kahiman adalah putra Raden Banyaksasro
dengan ibu dari Pasir Luhur. Sementara itu, Raden Banyaksosro adalah putra
Raden Baribin –seorang pangeran Majapahit
yang karena suatu kesalahan maka menghindar ke Pajajaran dan akhirnya
dijodohkan dengan Dyah Ayu Ratu Pamekas (putri Raja Pajajaran). Sedangkan
Nyi Banyaksosro –ibu dari Raden Joko
Kahiman adalah putri Adipati Banyak Galeh (Mangkubumi II) dari Pasir Luhur.
Semenjak kecil, Raden Joko Kahiman diasuh oleh Kyai Sambarta dengan Nyai
Ngaisah –putri bungsu Raden Baribin.
Lokawisata Baturraden, Kabupaten Banyumas - Provinsi Jawa Tengah. |
Lokawisata
Baturraden
Baturraden –yang terletak di Kecamatan Baturraden adalah sebuah obyek wisata di
pinggang Gunung Slamet –kurang lebih
3.432 meter dpl, berjarak sekitar 14 kilometer sebelah Utara Purwokerto –ibukota Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Lokawisata ini dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun umum.
Bila menggunakan kendaraan umum, kita dapat naik angkutan kota dari terminal di
Purwokerto dan turun di terminal lokawisata Baturraden. Baturraden merupakan
kompleks wisata yang sangat luas dimana kita bisa menikmati pemandangan indah
lereng Gunung Slamet atau melepaskan pandangan ke arah Kota Purwokerto dan
Pulau Nusa Kambangan. Kita juga dapat bermain di kolam renang, air terjun, atau
bahkan berjalan kaki ke sumber air panas
–sumber air panas bersulfur Pancuran Telu,
dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Batu andesit
raksasa, banyak ditemui di Lokawisata Baturraden. Hal ini menunjukkan adanya kegiatan
vulkanik dimasa lalu dari Gunung Slamet.
Batu andesit di Lokawisata Baturraden, Kabupaten Banyumas. |
Di tempat wisata ini, kita juga dapat
menikmati sensasi terapi ikan. Duduk santai, kedua kaki dicelupkan kedalam
kolam dan seketika ikan-ikan mengerumuni dan menggigit bagian kaki yang
dicelupkan. Efek dari terapi ikan ini yaitu saat kita selesai melakukan terapi,
badan kita akan lebih terasa ringan. Konon dengan terapi ikan ini, dapat memperlancar
aliran darah dan membuka kembali sel-sel kulit kaki yang sudah mati.
Sebuah
air terjun cantik di Desa Ketenger yang terletak 3 km dari pusat Baturraden –bernama: Curug Gede, turut mempercantik
panorama Baturraden. Ada juga yang dinamakan Telaga Sunyi, terletak di sebelah
Timur dan berjarak sekitar 3,5 km dari Baturraden. Telaga ini terbilang indah,
airnya jernih dan dingin.
Air terjun - Curug, di Lokawisata Baturraden. |
Kita
juga dapat mengunjungi Taman
Bitanin (Botani) yang memiliki beragam tanaman dan bunga langka, di antaranya: keladi
tikus; antarium lipstick; bunga Havana; brimulia; widoro laut; daun dewa; dan
palem paris, yang tak hanya dipamerkan saja, tapi juga dijual sebagai souvenir.
Wisata
Pendidikan Wanasuka Baturraden –Taman
Kaloka Widya Mandala, merupakan kebun binatang sekaligus
sebagai wisata pendidikan, menghadirkan
sejumlah binatang yang didatangkan dari dalam negeri maupun luar negeri. Di
komplek wisata ini juga terdapat Museum Satwa Langka yang berisi binatang,
seperti: beruang madu; harimau Sumatera; dan macan dahan.
Di
samping obyek wisata yang sangat beragam, kawasan Baturraden ini juga diwarnai
dengan fasilitas seni dan budaya. Ada Kenthongan –dengan ‘kenthong’ berupa potongan bambu yang diberi lubang di sisinya
secara memanjang, merupakan kesenian musik khas Banyumas. Juga ada Grebeg Syura,
yang diadakan setiap bulan pertama dalam kalendar tahun Islam. Pertunjukan
musik Calung –alat musik yang terbuat
dari potongan bambu dan tari tradisional Lengger –tarian yang dimainkan oleh dua orang perempuan atau lebih dan diiringi
dengan Calung, memperkaya budaya daerah Baturraden. Tarian tradisional
Banyumas lainnya, seperti: Ebeg –dengan
ciri khasnya menggunakan Kuda Kepang, tidak kalah menariknya untuk
disaksikan. Selain itu, pertunjukan bernuansa mistis pun ada, seperti: Kuda
Lumping serta Sadranan sebagai upacara mengunjungi situs suci –biasanya kuburan, yang juga disebut Kenduren
oleh masyarakat sekitar.
Asal Nama Baturraden
Ada tiga versi berbeda tentang asal
muasal nama Baturraden.
PERTAMA. Alkisah pada
jaman dahulukala, disebuah kadipaten hiduplah seorang Batur (pembantu) yang
bernama Suta. Ia menjalin asmara dengan Radennya, yakni: Putri Adipati. Namun
tidak mendapat restu dari Sang Adipati –ayahanda
putri. Karena hubungan mereka tidak disetujui, akhirnya mereka berdua ‘putus
hubungan’ di sebuah hutan, yang kemudian dinamakan Baturraden.
KEDUA. Suta adalah seorang Batur (abdi kadipaten) yang baik hati.
Pada suatu hari, Suta sedang berjalan-jalan di wilayah kadipaten. Dia mendengar
suara perempuan sedang menjerit-jerit ketakutan. Suta segera bergegas berlari
ke arah sumber suara, dan ketika sampai, di salah satu dahan pohon ternyata ada
seekor ular besar dan didekatnya ada Raden-nya (putri adipati) yang ketakutan
melihat ular tersebut. Setelah dipukul beberapa kali dengan sebatang kayu, akhirnya
ular itu roboh ke tanah dan tidak bergerak lagi. Melihat kejadian itu, putri
adipati merasa senang dan kagum terhadap keberaniannya. Dan tanpa disadarinya,
di hati sang putri timbul perasaan suka. Setelah kejadian itu, mereka menjadi
akrab dan sering bertemu. Dari seringnya mereka bertemu, telah menumbuhkan
bibit-bibit cinta diantara keduanya. Kanjeng Adipati yang mendengar berita
bahwa putrinya menyukai Suta, menjadi murka. Suta kemudian dimasukkan kedalam
penjara bawah tanah. Putri Adipati, lalu menemui abdi kepercayaan dan
memaksanya untuk mengeluarkan Suta dari dalam penjara bawah tanah. Setelah
berhasil keluar dari penjara, putri dan Suta melarikan diri keluar kadipaten.
Mereka lalu menikah dan tinggal di sebuah desa kecil. Kini, desa itu disebut Desa
Baturaden –asal kata dari ‘Batur’ yang
artinya: abdi, dan ‘Raden’ yang menunjukkan keturunan ningrat (adipati).
KETIGA. Syech Maulana Maghribi adalah penyebar agama Islam yang secara kebetulan beliau juga seorang pangeran dari negeri Rum -Turki. Suatu hari -saat fajar menyingsing setelah melaksanakan sholat Subuh, Syech Maulana melihat cahaya misterius yang mencuat di angkasa. Sang pangeran ingin mengetahui dari arah mana cahaya misterius itu datang, dan apa arti pertanda itu. Kemudian beliau memutuskan untuk menyelidikinya dengan ditemani pengikutnya yang sangat setia, bernama: Haji Datuk, serta ratusan pengawal. Mereka berlayar menuju arah cahaya misterius itu. Setelah kapal yang ditumpanginya sampai di Pantai Gresik, tiba-tiba cahaya tersebut muncul di sebelah Barat. Pangeran beserta pengawalnya, kemudian pergi berlayar ke arah Barat mengikuti cahaya tersebut hingga sampailah di Pantai Pemalang. Di sini, Syech Maulana menyuruh hulu balangnya untuk pulang ke Turki. Sementara itu, beliau melanjutkan perjalanannya ditemani Haji Datuk dengan berjalan kaki ke arah Selatan sambil menyebarkan agama Islam. Ketika melewati daerah Banjar Cahyana, tiba-tiba beliau menderita penyakit gatal disekujur tubuhnya. Penyakit gatalnya, sulit disembuhkan. Pada sustu malam setelah menjalankan sholat Tahajjud, pangeran mendapat ilham untuk pergi ke Gunung Gora. Setibanya di lereng Gunung Gora, beliau meminta Haji Datuk untuk meninggalkannya sendirian dan menunggu di suatu tempat yang
mengeluarkan kepulan asap. Ternyata di situ ada sumber air panas yang mempunyai
tujuh buah pancuran. Syech Maulana memutuskan tinggal di sini untuk berobat
dengan mandi secara teratur di sumber air panas yang memiliki tujuh buah mata
air. Akhirnya, penyakit yang dideritanya sembuh total. Syech Maulana memberi
nama tempat ini menjadi Pancuran Tujuh. Penduduk sekitar menyebut Syech Maulana
dengan nama mbah Atas Angin –karena
datang dari negeri yang jauh. Kemudian Syech Maulana Maghribi memberi gelar
kepada Haji Datuk dengan sebutan Rusuludi –dalam
bahasa Jawa, berarti: Batur kang Adi (Abdi yang setia). Desa itu kemudian dikenal
dengan sebutan: Baturadi, yang lama-kelamaan menjadi Baturaden yang dalam
penulisannya menggunakan satu ‘R’ yaitu: Baturaden. Karena Syech Maulana
mendapat kesembuhan penyakit gatal dan keselamatan di lereng Gunung Gora, maka
beliau mengganti namanya menjadi Gunung Slamet.
Melihat nama Baturraden yang
penulisannya menggunakan dua ‘R’, serta kepercayaan masyarakat sekitar tentang
mitos biasanya dua minggu sesudah datang bersama pasangan ke Baturaden,
kebanyakan dari mereka ‘putus cinta’. Maka, sepertinya versi PERTAMA yang
paling banyak digunakan sebagai 'rujukan' asal nama: Baturraden.
Wallahu’alam…
***