Meningkatkan Wawasan Dengan Berbagi Pengetahuan

Senin, 10 Maret 2014

ada Putri Hijau di Istana Maimoon



Saat tentara Aceh hendak masuk istana membawa Putri Hijau, mendadak terjadi keajaiban, Mambang Khayali tiba-tiba berubah menjadi meriam dan menembak membabi-buta tanpa henti. Karena terus-menerus menembakkan peluru ke arah pasukan Aceh, maka meriam ini terpecah dua –puntung/buntung.
'Putri Hitam' dengan latar belakang 'Putri Hijau' Kota Medan

Istana Maimoon
Merupakan istana kebesaran Kerajaan Deli Tua yang pembangunannya dilakukan pada masa kekuasaan Sultan Makmun al-Rasyid Perkasa Alamsyah –sultan Deli IX, terletak di Jalan Brigadir Jenderal Katamso, Kelurahan Sukaraja (Aur), Kecamatan Medan Baru (Maimun), Kota Medan, Sumatera Utara (Jl. Sultan Makmun Al Rasyid No. 66 Medan Sumatera Utara). Nama ‘istana’ ini, diambil dari nama isteri Sultan Deli IX sendiri yakni: Maimoon (atau Siti Maimunah). Masyarakat sekitar, sering menamakan istana ini sebagai: Istana Putri Hijau. Berdasarkan prasasti berbahasa Belanda dan Melayu yang terdapat pada sekeping marmer di kedua tiang ujung tangga naik, dapat diketahui bahwa peletakan batu pertama pembangunan Istana Maimoon dilakukan pada tanggal 26 Agustus 1889 oleh Sultan Makmun al Rasyid Perkasa Alamsyah dan mulai ditempati pada tanggal 18 Mei 1891.
Dari Bandara Internasional Polonia Medan maupun Pelabuhan Belawan, perlu waktu sekitar 30 menit sampai 1 jam. Luas istana lebih kurang 2.772 m, dengan halaman yang luasnya mencapai 4 hektar. Panjang dari depan ke belakang mencapai 75,50 m dengan tinggi bangunan mencapai 14,14 m. Di sebelah Barat istana, mengalir Sungai Deli. Sementara itu, di sebelah Selatannya terdapat bangunan pertokoan dan pemukiman masyarakat. Di sebelah Utara dibatasi oleh Jalan Tanjung Medan, sedangkan di depannya adalah Jalan Brigjen Katamso –yang merupakan salah satu diantara jalan protokol di Kota Medan. Kira-kira 200 meter di depan Istana Maimoon, terdapat bangunan Masjid Al-Manshun –dulu berfungsi sebagai masjid kesultanan, namun kini menjadi masjid untuk masyarakat umum. Masjid ini kemudian lebih dikenal sebagai Masjid Raya Medan dan merupakan salah satu diantara bangunan masjid yang paling indah di kawasan ini, yang berasal dari masa kerajaan Islam di Indonesia masa lampau. Selain Masjid Raya, di depan Istana Maimoon terdapat juga bangunan lainnya yang memiliki hubungan sejarah dengan Istana Maimoon –karena dibangun oleh tokoh yang sama dan pada kurun waktu yang bersamaan pula, yaitu: Taman Sri Deli.
Istana Maimoon, Medan - Sumatera Utara.
Bangunan Istana Maimoon, bertingkat dua –ditopang oleh 43 tiang kayu dan 82 tiang batu. Arsitektur bangunan merupakan perpaduan antara ciri arsitektur IslamMoghul/India; Timur-Tengah; Turki, EropaBelanda; Spanyol; Italia, dan Melayu. Pengaruh arsitektur Belanda tampak pada bentuk pintu dan jendela yang lebar dan tinggi. Tapi, terdapat beberapa pintu yang menunjukkan pengaruh Spanyol. Pengaruh Islam tampak pada keberadaaan lengkungan –arcade pada atap. Tinggi lengkungan tersebut berkisar antara 5 sampai 8 meter. Bentuk lengkungan ini amat populer di kawasan Timur-Tengah, India dan Turki. Dari luar, istana yang menghadap ke Timur ini tampak seperti istana raja-raja Moghul. Di bangunan ini juga terdapat sebuah lampu kristal besar bergaya Eropa, serta ubin pualam –marmer yang didatangkan langsung dari Eropa. Bangunan istana terdiri dari tiga ruang utama, yaitu: bangunan induk, sayap kanan dan sayap kiri. Bangunan induk (Balairung) dengan luas 412 m2, merupakan tempat dimana singgasana kerajaan berada. Singgasana kerajaan digunakan dalam acara-acara tertentu, seperti penobatan raja, ataupun ketika menerima sembah sujud keluarga istana pada hari-hari besar Islam. Di dalam istana, terdapat 30 ruangan dengan desain interior yang unik, perpaduan seni dari berbagai negeri. Di ruang pertemuan, pengunjung bisa melihat-lihat koleksi yang dipajang, seperti: foto-foto keluarga sultan, perabot rumah tangga Belanda kuno, dan berbagai jenis senjata. Di ruang pertemuan ini, masyarakat dapat bertemu dengan Sultan Deli –dalam masyarakat Melayu, disebut: Angkat Sembah kepada Sultan.
Balairung, bangunan utama Istana Maimoon.
Singgasana Sultan di Balairung Istana Maimoon, Medan - Sumut.
Foto-foto koleksi Sultan di Istana Maimoon
Indahnya Istana Maimoon si Istana Putri Hijau, Medan - Provinsi Sumatera Utara.
Jadwal Berkunjung di Istana Maimoon, Kota Medan - Sumut.
Di sisi kanan istana, terdapat sebuah bangunan khas Batak Karo –bangunan kecil beratap ijuk, di dalamnya terdapat ‘meriam buntung’ yang memiliki legenda tersendiri. Orang Medan menyebut meriam ini dengan sebutan: Meriam Puntung. Arsitek perancang istana ini adalah seorang tentara KNIL Kapitan Belanda bernama T.H. Van Erp. Sumber lain menyebutkan perancangnya adalah seorang arsitek berkebangsaan Italia, namun tidak diketahui namanya secara pasti. Dengan menghabiskan biaya, sebesar Fl. 100.000.
Sejak tahun 1946, Istana ini dihuni oleh para ahli waris Kesultanan Deli. Dalam waktu-waktu tertentu, di istana ini sering diadakan pertunjukan musik tradisional Melayu. Biasanya, pertunjukan-pertunjukan tersebut dihelat dalam rangka memeriahkan pesta perkawinan dan kegiatan sukacita lainnya. Selain itu, dua kali dalam setahun, Sultan Deli biasanya mengadakan acara silaturahmi antar keluarga besar istana. Pada setiap malam Jumat, para keluarga sultan mengadakan acara rawatib adat (semacam wiridan keluarga).

Sultan Makmun
Kemegahan Istana Maimoon, tidak lepas dari perjalanan sejarah Kesultanan Deli di Sumatera Timur. Pada sekitar tahun 1612, Kerajaan Aceh mengutus seorang laksamana bernama Sri Paduka Sultan Gocah Pahlawan yang bergelar Laksamana Khoja Bintan ke tanah Deli. Gocah Pahlawan berhasil mengambil alih kekuasaan Kerajaan Haru di Deli Tua pada 1630. Gocah Pahlawan kemudian menjadi penguasa di daerah taklukan itu mewakili penguasa Aceh hingga tahun 1653. Pada 1669, Deli melepaskan diri dari Aceh yang semakin melemah akibat situasi politik internal yang menggerogoti kekuasaan raja. Tak banyak catatan sejarah yang membicarakan periode awal pisahnya Kerajaan Deli dari Kerajaan Aceh. Namun, pada tahun 1854, Deli kembali ditaklukkan oleh Aceh dan Osman Perkasa Alam diangkat sebagai Sultan. Kedudukan Sultan Osman digantikan oleh Sultan Mahmud Perkasa Alam yang memerintah pada tahun 1861-1873. Kegemilangan Kesultanan Deli mencapai puncaknya ketika dipimpin oleh putra sulung Sultan Mahmud Perkasa Alam, yaitu: Sultan Makmun al-Rashid Perkasa Alam –Sultan yang dinobatkan pada usia muda ini, memerintah dari tahun 1873 sampai tahun 1924.
Sultan Makmun al Rasyid Perkasa Alamsyah dalam Perangko tahun 2006
Pada masa pemerintahan beliau, perdagangan tembakau sudah semakin maju dan kemakmuran Kesultanan Deli mencapai puncaknya. Beliau memindahkan pusat kerajaan ke Medan dan mendirikan lstana Maimoon pada tanggal 26 Agustus 1888, yang diresmikan pada tanggal 18 Mei 1891.  Sultan Makmun membangun Masjid Raya Al-Mashun pada tahun 1907 dan diresmikan pada hari Jumat tanggal 10 September 1909 (25 Syaban 1329 H). Pada tahun 1906  dibangun sebuah Kantor Kerapatan, yang berfungsi sebagai mahkamah keadilan bagi pemerintahan Sultan Ma’mun Alrasyid Perkasa Alam Syah –sekarang adalah bekas kantor Bupati Daerah Tingkat II Deli Serdang, dan diresmikan pada tanggal 5 Mei 1913.
Pada 14 November 1875, sultan mengadakan perjanjian ‘Acte van Verband’ dengan Belanda yang diwakili oleh Stoffel Locker de Bruijne –Residen Pesisir Timur Pulau Perca serta disahkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda –van Lansbergen pada 10 Maret 1976, yaitu: hal ihwal memungut hasil keluar dan masuk. Karena dianggap berjasa dalam memajukan perkebunan tembakau, Ratu Belanda menganugerahinya dengan dua Bahdari –Piagam Penghargaan, yaitu: (1) Commandeur in de Orde van Oranje Nassau; dan (2) Ridder in de Orde van de Nederlandsche Leeuw. Selanjutnya, pada tanggal 5 Maret 1885 ditambah lagi perjanjian antara Kerajaan Negeri Deli dengan Pemerintah Belanda, mengenai: pemungutan cukai keluar-masuk barang, di Padang Bedagai –Tebing Tinggi Deli.
Legenda Meriam Puntung (Meriam Buntung) di Istana Maimoon, Medan.

Meriam Puntung
Di Kerajaan Deli Tua (Kerajaan Timur Raya), hiduplah seorang putri yang cantik jelita, bernama Putri Hijau. Ia disebut demikian, karena tubuhnya memancarkan warna hijau. Ia memiliki dua orang saudara laki-laki, yaitu Mambang Yasid dan Mambang Khayali. Suatu ketika, datanglah Raja Aceh (Sultan Iskandar Muda ?) meminang Putri Hijau, namun, pinangan ini ditolak oleh kedua saudaranya. Raja Aceh menjadi marah, lalu menyerang Kerajaan Deli Tua (Kerajaan Timur Raya). Raja Aceh berhasil mengalahkan Mambang Yasid –meskipun Mambang Yasid sudah menjelma sebagai ular naga. Saat tentara Aceh hendak masuk istana membawa Putri Hijau, mendadak terjadi keajaiban, Mambang Khayali tiba-tiba berubah menjadi meriam dan menembak membabi-buta tanpa henti. Karena terus-menerus menembakkan peluru ke arah pasukan Aceh, maka meriam ini terpecah dua –puntung/buntung. Bagian depannya ditemukan di daerah Surbakti, di dataran tinggi Karo, dekat Kabanjahe (atau ke Kampung Sukanalu-Barus Jahe/Tanah Karo). Sementara bagian belakang terlempar ke Labuhan Deli (Deli Tua/Deli Serdang), kemudian dipindahkan ke halaman Istana Maimoon. (versi lain, meriam tersebut adalah jelmaan dari Mambang Yazid. Sedangkan Puteri Hijau dibawa pergi oleh kakaknya yang bernama Mambang Khayali –yang kemudian menjelma jadi ular naga. Mambang Khayali membawa sang putri ke dalam Laut Cina Selatan dengan dimasukkan ke dalam peti kaca, saat sang putri akan dibawa oleh Raja Aceh)
Meriam Puntung alias Meriam Buntung di Istana Maimoon, Medan.
Bangunan khas Batak beratap ijuk –tempat Meriam Puntung disimpan, ukuran ruangannya sekitar 4x6 meter. Ada semacam altar dengan atap berbentuk rumah Batak dan di bawahnya dibalut kain hijau. Di balik kain hijau itulah terdapat meriam puntung/buntung. Di bagian atas meriam, ditabur aneka bunga –masyarakat sekitarnya percaya, meriam keramat ini membawa berkah. Kalau orang ada kaul atau cita-cita, datang kemari di hari Senin, Kamis atau Jumat, menaruh bunga-bungaan di atasnya, kaulnya akan tercapai.
Wallohu’alam…




***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar